°7

361 48 7
                                    

"Namun semuanya hanya sia-sia, percuma."

Reina termenung sendiri, sembari menatap kosong segelas mocachinno yang diaduk-aduk dengan tangannya.

Dan ia tersentak kaget saat seseorang menggenggam lengannya dan berkata, "hei. Lo nggak berniat buat ngaduk-ngaduk minuman itu sampe tokonya tutup kan?"

Oh? Apa itu? Sebuah candaan?

Reina hanya mengangguk pelan, sembari menyedot salah satu jenis kopi itu, menyecap sebuah rasa ambang, tak terlalu manis, namun tak terlalu pahit juga.

"Maaf ya, gue harusnya bawa mobil hari ini. Tapi, mobil gue lagi nginep di hotel."

Perempuan satu itu memiringkan kepalanya, dan menyatukan kedua alisnya, memberikan ekspresi yang tak lain, dan tak bukan menunjukkan sebuah kebingungan.

"Lagi dapet perawatan."

Setelahnya, ia menggangguk paham. Lalu hening kembali menyeruak memberikan akses lebih banyak pada rintik hujan di luar, dan suara jam dinding yang berdenting.

Entah bagaimana, tetapi bahkan suara-suara di sekitarnya tak membuatnya tersadar sepenuhnya.

Reina berkedip-kedip cepat sembari meminta maaf pada sosok laki-laki di depannya.

Oh tuhan, Reina kembali melamunkan perkataan lelaki satu ini. "Mau sampai kapan lo nyakitin diri lo sendiri?"

Sudah berapa jauh dirinya melangkah? Sudah berapa lama, ia berjalan tanpa adanya kejelasan akan berakhir di mana?

Sudah seberapa dalam dirinya menyakiti hatinya, yang bahkan sudah berbentuk butiran?

Fadli sudah bercerita, ia berkata bahwa dirinya telah memperhatikan Reina sejak awal kelas 11 dimulai.

Dan lelaki satu itu juga berkata bahwa, ia sudah menyukai Reina saat menjadi koordinator technical meeting debat bahasa indonesia.

Oh demi apa pun, itu sudah satu tahun yang lalu. Bertepatan dengan renggangnya hubungan antara Reina dan Fathur.

Mengapa rasanya ia seperti kehilangan sebongkah berlian, demi menggali sepotong emas?

Mencari dari mana datangnya bisikan, dan justru mengabaikan sebuah teriakan.

Menaruh harapan, padahal ada pula yang lebih mengharapkannya.

Rasa bersalah menyelinap masuk ke dalam hatinya, menamparnya begitu keras untuk menyadarkannya, lalu menyambarnya bagai petir yang dilengkapi suara gemuruh, seolah mereka bersekongkol untuk menertawakan kebodohannya.

Fathur bisa saja meninggalkan dirinya dari lama, berbanding terbalik dengan lelaki dihadapannya.

Tapi, jika mengingat bagaimana manisnya masa-masa saling melengkapi itu, rasanya Reina harus kembali bertanya. Jika memang mereka tak saling mengenal, tentu mereka tak akan saling menjalin hubungan.

Ia ingat betul sebuah percakapan tidak berbobot antara dirinya dan Fathur.

Mereka sudah 1 bulan lebih menjalin hubungan, dan itu terasa benar-benar manis, hari itu keduanya memutuskan untuk pergi menonton sebuah film di bioskop, sepulang sekolah.

Kebetulan sekali mereka pulang pukul 2 siang, hari yang cerah membuat Reina memutuskan hanya memakai kaos polos berwarna putih dan kemeja kotak-kotak berwarna pastel sebagai outer.

Hari kamis yang kelewat cerah itu harus berakhir suram, ketika awan hitam mulai bercengkerama di atas langit.

Dan, 30 menit setelah itu, hujan turun dengan derasnya, membasahi jalanan, bahkan membuat orang-orang menepi.

Keduanya saling pandang, Fathur hari itu menggunakan jacket bomber, sementara Reina? Ia bukan peramal ataupun pawang hujan, mana tahu akan turun hujan sederas itu.

"Aku nggak bakal minjemin jaket aku."

Reina tentu menatap Fathur tak percaya, "loh kenapa?" Tanyanya dengan nada kesal yang begitu kentara.

"Kalau aku sakit, nanti siapa yang bakal rawat kamu?", setelahnya Fathur tersenyum jahil.

Ah, waktu ternyata bergulir secepat itu. Bukan kah ini waktu yang tepat untuk melepas semuanya?

Menggenggam lengan baru, menaruh beban bersama dengan pundak baru, dan melepas segala yang lama.

Rasanya memang sekejam itu, setelah apa yang mereka lalui bersama, mengapa dirinya tak bertahan?

Apa Fathur tak berniat untuk kembali padanya? Memeluknya lalu meminta maaf dan berniat mengulang segalanya. Namun nyatanya, sampai hari ini, lelaki satu itu tak pernah melakukannya.

 Namun nyatanya, sampai hari ini, lelaki satu itu tak pernah melakukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
[TBC]

18 Desember 2019

Serpihan Hati [Song Story] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang