"Aku mencoba, memberikan segala yang telah aku punya."
Hari ini Reina sudah benar-benar bertekad untuk melepas Fathur, ia sudah mencoba bertahan, namun singgasana hatinya tak sanggup lagi untuk tetap kokoh menerima kenyataan, bahwa sang raja pergi entah kemana sejak lama.
Beberapa orang menatapnya aneh, oh mungkin karena hari ini ia datang 2 menit sebelum bel jam pelajaran pertama berbunyi.
Biasanya ia akan menjadi salah satu individu yang tergolong paling rajin datang ke sekolah, menyimpan beberapa makanan di meja sang kekasih, lalu sengaja melewat di depan kelas lelaki itu sambil mengintip,-memastikan makanan yang ia beri telah dimakan saat jam istirahat di mulai.
Hari itu sekolah sedang sibuk, 1 bulan ke depan akan diadakan acara besar-besaran. Porseni lebih tepatnya. Dan ia kembali harus menjadi perwakilan kelas, untuk mengikuti technical meeting, untuk cabang debat bahasa indonesia.
Pikirannya kembali berlabuh pada dua tahun ke belakang. Di saat pertemuan yang kesekian antara dirinya dan Fathur.
Hari itu sedang mendung, dan ia harus mengikuti technical meeting demi menghindari denda yang cukup menguras beberapa lembaran kertas.
Di tengah-tengah rasa bosannya yang melanda, tiba-tiba, kursi di sebelahnya sesikit bergeser dan berderit.
"Boleh aku duduk di sini ?"
Reina dibuat tersenyum saat mengingat hal itu. Pipinya pasti memerah, dan matanya tak berkedip.
Hari itu Fathur menggunakan jacket bomber berwarna hijau army, kemeja putih, dan dasi hitam yang telah dilonggarkan, rambut sedikit basah dan berantakan, beserta senyuman manis yang terulas membuatnya tak ingin kehilangan momentum seperti itu.
Benang merah antara keduanya akan segera putus, ketika dulu keduanya saling meyakinkan, Reina merasa sekarang hanya dirinya yang berjuang.
2 tahun lebih mereka menjalin sebuah hubungan dengan komitmen yang meyakinkan, namun kini harus berakhir mengenaskan.
Apa yang dulu mereka sebut sebagai cinta, kini harus berakhir sirna, dan menimbulkan sebuah luka.
Reina menunduk, semua yang ia lakukan pasti akan mengingatkan dirinya pada sosok Fathur. Semakin berusaha ia melepas, kenangan lama itu justru kian mendekat dan terasa membelenggu dirinya.
Kali ini tak ada air mata yang mengalir, hanya menyisakan punggung yang bergetar dan nada-nada penyesalan, bagai delusi yang justru semakin terdengar di dalam kepalanya.
"Aku mau lepas Fathur, harus."
Luka yang ditorehkan Fathur sudah terasa sangat perih, lalu mengapa lelaki satu itu justru kembali menebarkan garam di atasnya ?
Oh Tuhan, Reina bahkan bukan hujan yang rela kembali pada Fathur, setelah merasakan sakitnya jatuh berulang kali.
Jika memang Fathur sudah bosan dengannya, mengapa lelaki itu tak mengakhiri hubungan keduanya?
Bukankah itu terasa lebih adil? Mereka tak lagi terikat dalan sebuah hubungan yang justru terasa semakin semu.
Menggaet sebuah komitmen yang kini tak terasa lagi, karena hilangnya moment.
Menimbulkan perasaan sendu pada salah satu pihak, dan kembali tertancap duri saat pihak lainnya tak memiliki rasa bersalah sedikitpun.
Memiliki lelaki satu itu adalah sebuah halusinasi, ia adalah objek yang nyata adanya, namun kini terasa seperti sebuah fatamorgana.
Kembali membuka luka lama yang bahkan masih terasa basah, membuka jaitan kenangan yang bahkan didominasi oleh tangisan.
"Reina ?"
Merasa namanya dipanggil, membuatnya menoleh dan segera mengatur napasnya agar tak tersendat-sendat.
"Gue Fadli, KM kelas MIPA-6, lo ikut technical meeting DBI ?"
Reina hanya mengangguk pelan. Lalu terkejut setelahnya, karena laki-laki satu itu berdiri di sebelahnya dan berkata, "mau sampai kapan lo nyakitin diri lo sendiri?"
Dari mana laki-laki ini tahu?
.
.
.
[TBC]30 NOVEMBER 2019
M. Fadli Januar Guntara (Jung Jaehyun NCT)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Hati [Song Story] ✔
De TodoMengingat saat hati yang tersakiti tak bisa utuh kembali, maka di saat itu pula sebuah rasa percaya akan hilang dipertanyakan, juga rasa ingin menyerah datang menghampiri dengan begitu teganya. Sudah berulang kali diberi kesempatan, namun disia-sia...