Home

311 14 0
                                    

~Ingatan yang berbeda, namun perasaan yang masih sama.~
(Raefal A. Zeroun)

♥♥♥

Setelah menemukan kameraku, kami berniat mencari jalan keluar. Namun, kami tidak kunjung menemukan jalan keluar. Lagi-lagi Idar harus memarkirkan mobil kami dan kami harus berjalan untuk menemukan jalan keluar.

Aku tidak mengira, kami bisa kesulitan keluar dari tempat ini. Tapi, setelah dipikir-pikir, memang tidak ada jalan keluar. Aku tidak ingat dimana perbatasan dunia drucless dan dunia manusia. Jika aku ingat, aku bisa bertanya pada Kakek Geross.

Kami berjalan sembari terus merekam.

"Yang perlu kita ingat adalah jalur masuk kita pas pertama ke hutan ini," kata Dry. Nayshilla mendengus kesal, "Iya, iya, tapi, dari tadi kita gak nemu jalur itu."

"Shit, di sini gak ada orang yang bisa kita tanya," umpat Idar. Nayshilla memukul lengan Idar, "Berhenti mengumpat."

"Lihat ini!" Mendengar Dry yang berseru, kami berempat menoleh dan menghampirinya.

Dia menemukan jalan setapak. Aku mengernyit bingung, rasanya aku pernah ke sini. Aku berusaha mengingat, jalan ini tertuju ke tempat yang penting. Tapi, tempat apa?

Nayshilla dan Idar sudah nyelonong lebih dulu. Sementara Raefal memperhatikanku yang masih berpikir keras untuk mengingat semuanya.

"Triss, kamu gapapa?" Tanya Raefal. Aku menoleh padanya kemudian menggeleng.

"Woaaah!" Itu suara Idar dan Nayshilla. Kami bertiga menyusul mereka.

Terdapat puing-puing kuil di depan kami. Sepertinya tempat ini sudah tidak dipakai. Aku melihat relief di tugu-tugu kuil. Aku mengingatnya sekarang.

Ini kuil Dewi Amiless. Aku pernah kemari bersama Laureen waktu itu. Tanganku bergerak menyentuh ukiran-ukiran yang juga memenuhi dinding kuil.

Pandanganku tertuju pada patung wanita cantik dengan hewan bersayap bertengger di tangannya.

Dewi Amiless.

Dry bersuara, "Tempat ini sangat keren. Seperti candi, ya."

"Ini kuil suci bagi para drucless yang memuja Dewi Amiless, sebagai dewi mereka. Ibu para drucless," kataku tanpa sadar berkata begitu.

Mereka menoleh padaku. Aku segera memasang ekspresi normal.

"Lo tahu sesuatu?" Tanya Nayshilla.

"Kayaknya Trissya bener, deh. Disini ada tulisan kuno, 'Dewi Amiless sang mata bulan'. Lo pernah ke sini sebelumnya?" Ucap Idar diakhiri dengan pertanyaan.

Aku menggeleng sambil mengalihkan pandangan darinya, "Enggak, gua cuma nebak."

Dry tampak berpikir dengan otak jeniusnya, "Tempat ini udah gak dipakai, sepertinya ada peradaban manusia di sini sebelumnya. Itu artinya, pernah ada seseorang yang tinggal di hutan ini."

"Sepertinya tempat ini habis diserang. Jadi, ya... luluh lantak begini," kata Idar. Raefal menambahkan, "Mungkin ada sekelompok musuh dari kelompok yang membangun kuil ini dan menyerang mereka, termasuk menghancurkan tempat ini."

Terserah mereka mau berasumsi seperti apa. Tapi, aku juga tidak tahu apa yang terjadi, yang membuat tempat ini jadi rusak.

"Eh ada kelinci!" Nayshilla berseru. Aku menoleh ke arah pandangnya. Treteaa berwarna putih itu berlari mendengar suara Nayshilla. Idar dan Nayshilla mengejarnya.

"Jangan mengganggunya!" Teriakku. Namun, mereka tidak mendengar.

"Bagaimana kita pulang?" Gerutu Dry sembari duduk di bawah pohon.

DRUCLESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang