"Permisi dokter Hwang"
"Iyaa Jeongin ada apa?"
"Tidak, saya hanya menyapa anda"
"Ohh baiklah"
Jeongin mengangguk lalu memeluk map berwarna biru dan pergi dari hadapan Hyunjin, sedangkan Hyunjin hanya menatap punggung kecil Jeongin yang pergi.
"Jeong Jeong"
Hyunjin kembali berjalan menembus atmosfer koridor yang sepi tersebut, tanpa Hyunjin sadari ada sepasang mata yang manatapnya sedari dia pergi.
Hyunjin membuka pintu ruangannya lalu berjalan mendekati meja dan bersyukurlah hari ini tidak ada pasien, dia hanya mengawasi karyawannya atau membantu-bantu sedikit.
Hyunjin menarik sesuatu di samping laci berkasnya dan hasilnya adalah sebuah laci kecil yang menyamar menjadi tembok dengan barang yang ada didalamnya, yaitu pisau.
Hyunjin mengambil pisau kecil tersebut dan duduk seraya memainkan pisau tersebut, yakni pisau yang membunuh sang Ibu.
"Aku harus melakukan apa nanti?..."
"... apa aku harus mengulitinya?..."
"... apa aku langsung menusuknya?..."
"... ahh tidak! aku pilih yang pertama..."
"... aku ingin melihat dirinya menangis dan memohon di depanku..."
"... berteriak merasakan sakitnya ujung pisau miliknya sendiri..."
"... kau akan merasakan apa yang ibuku rasakan nanti"
Hyunjin tersenyum sesekali tertawa kemudian dirinya kembali bangkit untuk menaruh benda itu di tempatnya.
Ting
Hyunjin menoleh ke ponselnya yang menyala dengan santai dirinya mengambil benda pipih itu lalu melihat siapa yang mengirimkan pesan.
Ranty🙄
Sayang
Hyunjin membuka pesannya lalu mengetik untuk membalas pesan singkat Ranty.
Ranty🙄
Sayang
Oit
Ish nyebelin
Hehe apa ratuku
Yeji sadar
Cepetan kesini dia nyariin kamuSiap 89
86 dong zheyenk
Eh iya wkwkw otw doain biar ga ditilang
Males
Pelit
Cepatan ih
Wkwk iyaa sebentar
Hyunjin cekikikan melihat pesannya dengan Ranty, lagi dan lagi Ranty membuat dirinya semangat dan merasakan lebih baik. Hyunjin memastikan tempat persembunyiannya sudah rapih lalu dia mengambil kunci mobilnya dan keluar dari ruangannya menuju parkiran.
***
"Kakak sebentar lagi dateng"
"Kak Ranty apa nanti kak Hyunjin marah?"
Ranty mengusap kepala Yeji dengan sayang sambil tersenyum untuk menenangkan adiknya itu.
"Engga sayang, kalo kakak kamu marah biar kakak marahin balik tenang aja"
Yeji tersenyum, selama ini Ranty yang selalu ada di sisinya dan kakaknya.
"Sekarang kamu makan dulu"
"Tapi kak tenggorokan Yeji sakit terus mulut Yeji pait"
"Ya namanya baru sadar dari kritis memang kaya gitu"
"Nanti kalo kakak tanya gimana kak?"
"Ya tinggal jawab apa susahnya"
"Yeji harus jawab apa kak? Yeji takut"
"Sayang jawab aja yang sebenarnya ngapain takut?"
Yeji menerima suapan Ranty lalu mengunyah secara perlahan.
"Untung pelurunya ga dalem jadi kamu ga di aputasi deh"
"Dih serius hampir mau di buntungin?"
Ranty tertawa mendengar pertanyaan Yeji.
"Ishh kakak nyebelin"
"Hahaha maaf deh jangan ngambek dong"
Yeji menerima suapan keduanya.
"Kamu kuat kok, jadi ga perlu di buntungin"
"Bodo"
"Dihh ngambekk nihhh ngambek"
"Iyaa engga, kak aku gamau pake telur"
"Harus abis semuanya"
"Tapi kak a-"
"Makan yang bener"
Ucapan Yeji terpotong bukan dengan Ranty melainkan Hyunjin yang baru datang dengan tatapan tajamnya.
"Absin makannya, kakak mau ngomong sama kamu nanti"
"Kamu nih kenapa si Jin?"
"Apa?"
"Yaa gitu ntar datar ntar manis ntar dingin gajelas"
"Terserah aku dong"
"Nanti aja si adek kamu tuh baru bangun"
"Yaudah iyaa nanti deh kalo udah pulang"
"Tau nih kakak"
"Diem kamu udah salah masih aja nyebelin"
Yeji cemberut lalu menatap Ranty meminta pertolongan dan Ranty yang tahu segera menatap tajam kekasihnya.
"Okee aku kalah kalian selalu kompak"
Hyunjin mengusak rambut Ranty dan Yeji dengan kedua tangannya yang panjang.
"YAAAA"
Hyunjin terkekeh, buru-buru dia pergi ke sofa dan menidurkan dirinya sejenak.
.
.
.
.
.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet but Psycho 'Hwang Hyunjin'
Genç KurguSeorang dokter tampan yang sangat manis tetapi semua itu hanya kedok untuk menutupi aslinya, jadi siapa dia?