Pulang

65 5 1
                                    

"Hyung, sakit lagi?"

Seungwoo hanya diam memeluk lututnya. Wooseok mendekat, mengoleskan krim pereda nyeri otot.

"Tak usah, nanti hilang sendiri,"

"Kemarin ke rumah sakit bukannya sekalian kontrol,"

Seungwoo hanya tersenyum melihat Wooseok yang mulai bawel. Seperti ibunya saja.

"Lututku sudah lama seperti ini. Biasanya juga hilang sendiri,"

Wooseok menatapnya sebal, "Kau terlalu memikirkan wanita itu. Padahal kau juga terluka. Kau juga tidak bisa menjadi member boyband karena lutut ini kan?"

Seungwoo tersenyum tipis, "Hey Wooseok-ah, aku sendiri memang kurang suka menari,"

"Bohong, tarianmu bagus begitu,"

Seungwoo menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu. Ia tahu Wooseok selalu mengkhawatirkannya dan ia tidak akan pernah bisa menyembunyikannya dari Wooseok. Ia memang suka menari tapi ia tetap lebih fokus menyanyi sejak kecil. Ada sedikit kelegaan saat dulu ia tidak debut di boyband besutan agensinya karena masalah lutut. Ia jadi lebih bisa bereksplorasi dengan suaranya dibanding menari.

"Wooseok-ah, ayo lanjutkan. Aku sudah baikan kok,"

Wooseok akhirnya merebahkan badannya di samping Seungwoo, "Kita istirahat dulu saja. Tiga jam lebih kita latihan bukan?"

Mereka berdua sama-sama memandang langit-langit tempat mereka latihan. Teringat setiap langkah mereka saat baru masuk ke agensi lalu menjadi trainee. Saat mereka sama-sama masih sering dimarahi karena hilang fokus atau lamban. Atau saat flu datang dan suara keduanya sumbang.

"Time flies. Tahu-tahu kita sudah berjalan sejauh ini ya, hyung,"

"Tahu-tahu lusa kita sudah ke Amerika,"

"Tahu-tahu seorang Han Seungwoo sudah diperebutkan wanita,"

"Dan Kim Wooseok diperebutkan pria," ujar Seungwoo mengerling nakal pada partnernya itu.

"HEY!" Wooseok memukul bahu pria itu.

Seungwoo pura-pura mengaduh sambil menyentuh bahunya.

"Kalau kau merasa sedih, ingat selalu perjalanan kita berdua, hyung. Jangan sampai masa lalumu masih membelenggu. Aku tidak tahu perasaan apa ini tapi aku yakin Lee Hari baik-baik saja. Hanya butuh menjauh darimu. Mungkin itu jalan terbaik untuk kalian,"

Seungwoo hanya tersenyum samar. Wooseok mengetuk pelan lutut Seungwoo yang pernah cedera itu.

"Lutut ini juga korban. Ingat itu agar kau tidak terus merasa bersalah,"

"Iya iya, Wooseok-nim," Seungwoo tersenyum dengan mata menyipit.

Pintu ruangan latihan mereka terbuka. Seorang gadis, dengan semangat masuk sambil memanyunkan bibirnya. Dari suara langkahnya, Seungwoo langsung tahu itu siapa.

"Oppa masih saja membicarakan lututnya ya? Lemah," gadis itu langsung duduk di samping Wooseok sambil tersenyum.

"Han Sena, language,"

"Wooseok-oppa, panas banget lho diluar. Oppa jangan lupa minum yang banyak ya," ujarnya dengan nada manja sambil memeluk lengan Wooseok perlahan. Wooseok hanya tersenyum lalu mengelus kepala gadis itu.

"Hey, betapa manisnya bibirmu kalau bicara dengan Wooseok," Seungwoo mengerling sebal.

"Kita harus bicara manis jika bertemu orang manis tahu," Sena menjulurkan lidahnya sambil terus bergelayut manja pada Wooseok.

Dilema Diana (Han Seungwoo AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang