4.

531 37 0
                                    

Sebelumnya aku mau ngingetin nih fren, jangan lupa vote sama komen yaaa ...

Azura mencoret tulisan kecil pada note yang tertempel di cermin sambil terbatuk, kembali menghirup hisapan terakhir rokoknya lalu memadamkan pada piring di atas meja. Dia masih terbatuk dengan senyuman tipis, melihat beberapa hal yang sudah di lakukan. Dari Keluyuran sampai jam 12 malam, minum alkohol dan juga merokok. Masih ada beberapa hal lagi dan nanti malam Azura akan pergi ke club, bersenang-senang dalam seminggu ini. Melupakan semua masalah yang selalu merundung.

Dia melirik jam dinding yang menunjuk angka sepuluh, sudah waktunya memberontak. Memang Azura pergi hanya berbekalkan nekat dan uang tabungan yang tak seberapa, namun entah setan dari mana yang membuat dia serasa rusak begini. Azura tahu ini salah, sangat salah, tapi sekuat apapun dia menghindar hasrat ingin tahu itu selalu menghantui.

Di sini Azura berdiri, di tempat yang tidak pernah terbayang akan dimasuki. Namun, tidak ada rasa risau ataupun takut yang terpancar malah silau keberanian yang terlihat dari mata Azura. Dengan tekat yang besar gadis itu melangkah memasuki tempat terkutuk itu.

Dengan rambut kribo palsu yang berantakan, kacamata bulat yang tertengger sembarangan, tubuh itu berayun ke sana kemari mengikuti irama. Penyamaran yang sempurna untuk tempat yang sempurna. Azura terus menari sederas dentuman musik mengalun tidak perlu memperdulikan orang lain, tidak perlu mementingkan keadaan dan tidak perlu mementingkan apa yang akan terjadi. Yang tersisa saat ini hanya Azura dan tariannya.

Azura terbentur sesuatu yang cukup kuat hingga tubuhnya terdorong ke depan, mata yang sedari tadi terpejam menikmati alunan sekarang sudah terpampang menyala. Seseorang yang lumayan tinggi menabrak Azura dengan tubuhnya yang kokoh. Azura dipunggungi dan orang itu asik tanpa peduli.

Azura mendengus kesal, menggaruk rambut palsunya yang terasa gatal. Bukan karena takut tapi karena tidak ingin ada masalah hingga Azura memilih untuk pergi dan meninggalkan orang yang mengganggunya, termasuk tempat menyenangkan itu.

Kaki yang melangkah sempoyongan, mata yang setiap saat terbuka dan tertutup serta balutan tubuh yang berantakan. Dia tidak mabuk hanya teramat mengantuk, dan sekarang tengah menunggu keberuntungan datang dengan sebuah mobil pengantar pulang.

“TOLONG!!! LEPASIN, KURANG AJAR KAMU!”

Azura berhenti, terpana dengan apa yang melewati telinganya. Di sana di persimpangan jalan yang gelap dan sepi, seorang wanita berusaha menarik tas besar hitam yang terlihat padat dan berkemungkinan besar adalah miliknya. Sedangkan pria yang memakai penutup wajah juga tidak mau kalah, menarik dengan kuat.

“LEPASIN!! DASAR MALING!”

Azura mengusap rambutnya yang berantakan. “Gila ada maling, aku harus gimana nih?? Mana nggak ada orang lain lagi,” orang lain dalam masalah, Azura panik sendiri.

Perlahan dia mendekat pada sepasang insan yang masih tarik menarik tas hitam besar itu. Tubuh Azura bergetar, keringat dingin bercucuran, Azura cemas dan ingin pergi tapi dia juga tidak tega.

Ada itu! Batin Azura bersemangat, sebuah batang kayu besar yang tergeletak, benda itu mungkin cukup untuk digunakan. Sekuat tenaga Azura memukul pundak si maling hingga ia jatuh dan pingsan. Sepasang bola mata Azura terbuka lebar, bergantian menatap wanita paruh baya di depannya, juga pria maling yang sudah tepar di tanah. Azura memeluk batang kayu itu erat, dia … takut.

... ✈️️

Azura terus menatap bingung wanita paruh baya di sampingnya ini, sedari tadi tidak mau melepaskan genggamannya dari tangan Azura, tidak mau beranjak menuju tempat tinggalnya yang ternyata ada di sebelah apartemen Azura. Setelah satu jam berlalu, setelah penjahat itu ditangani oleh pihak yang berwajib wanita paruh baya ini kekeuh ingin mengantar Azura pulang. Dan setelah kejadian besar itu berlalu Azura hanya dan baru tau jika wanita ini bernama Lidia dan dia kemalingan.

“Sekali lagi terimakasih ya nak, kamu udah nyelamatin Tante.”

“Iya Tante,” dia tidak tau lagi harus bicara apa.

“Sekarang Tante bakalan lakuin apapun buat kamu, semua hal yang terbaik buat kamu.”

“Loh loh maksudnya gimana Tan?” Azura sedikit memberi jarak.

“Jadi Tante udah niat, bakalan kasih apapun, bakalan bantuin apapun sebisa Tante buat orang yang udah nyelamatin Tante.”

“Nggak, nggak usah Tante. Ara ikhlas kok bantuin Tante.”

“Nggak, pokoknya kamu harus terima! Ini udah niat Tante dari tadi, tolong ya Azura … jangan bikin Tante makin berasa berhutang budi buat kamu.”

“Tapi ….”

“Nggak ada tapi-tapian, Tante udah niat sama Allah.”

Azura tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia was was dan takut. Entah Azura harus senang atau malah khawatir?

Azura tidak mengenal Tante Lidia, hanya sekedar tau nama dan juga kebetulan satu apartemen. Semua ini terlalu banyak, cepat dan membingungkan.

_____________________

Kalo ada yang typo atau kata" yang kurang cocok kasih tau aku ya Fren,,,

Makasih

19 Oktober 21

Azura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang