10.

343 21 0
                                    

Maaf kelamaan, aku baru lihat cerita sendiri, keasikan baca
Hehe
_____________

Perlahan gadis itu membuka mata setelah beberapa saat terpejam, menatap sayu ke depan. Di sini sangat sunyi jarang sekali murid-murid datang kebagian belakang sekolah, padahal di sini ada sebuah kursi panjang dan beberapa pohon rimbun. Azura tersenyum lebar menikmati setiap hembusan angin yang membelai wajah.

Azura berdiri, mengambil beberapa buku yang tadi dia letakan di samping tempat dia duduk. Disaat akan pergi perhatian Azura teralihkan, menundukkan kepalanya, melihat selembar kertas kecil yang jatuh dari bukunya. Azura menunduk mengambil sehelai kertas foto itu.
Tubuhnya bergetar sesak, Azura kembali duduk menatap foto di jemarinya bungkam.

Azura mengangkat kepalanya menatap awan putih di atas sana, hidungnya terasa sakit dan matanya panas begitu saja, menatap empat orang yang tersenyum lebar di dalam foto. Azura menundukkan kepala sembari membiarkan air hangat itu mengalir bebas, keluar ... keluarkan semua yang telah terpendam. Azura menutup mulutnya dengan kuat, ingin sekali berteriak tapi bukan sekarang waktunya.

“Lo tambah jelek aja kalau nangis!” Azura terdiam, segera mengusap air matanya. Menarik napas dan melihat orang di depan dengan kesal.

“Adith?!” Azura mengerutkan dahi.

“Lo masih inget aja nama gue?” Adith beralih duduk di samping Azura.

“Maklum sih, gue ‘kan tak terlupakan!” ujarnya sombong. Azura menatap sinis cowok yang sudah duduk di sampingnya ini.

“Aku inget nama kamu, cuma karna Billy sama Ridho sering ngomong tentang kamu doang! Dan juga karena pacar kamu yang nggak jelas itu nuduh aku! Nggak lebih kok!” bantah Azura.

Adith terkekeh. “Mereka juga sering ngebahas lo kok, tapi gue tetep nggak inget tuh nama lo!” Adith melihat Name tag di seragam Azura. “Oh, Clayrin!” Adith menganggukan kepala dua kali.

“Azura! Bukan Clayrin!”

Adith menatap Azura sesaat. “Ya udah! Oke,” Azura melihat seragam Adith.

“Jadi... nama kamu Adith Elreditama? Cowok songong, kasar tapi jadi bahan kebanggan sekolah? Kok bisa??” Adith menatap tajam Azura.

“Lo nanya kayak orang pinter aja.”

“Emang pinter!” Azura tersenyum angkuh tanpa melihat lawan bicaranya.

“Sepinter apa sih lo? Apa bisa masuk 100 besar nantik?!”

“Bisa dong!” ujar Azura terpancing.

“Oke kita lihat aja! Kalau lo nggak bisa masuk 100 besar. Siap-siap aja jadi objek bully gue selanjutnya!” Azura terdiam mendengar perkatan Adith.

“Kenapa ... takut!” Adith meremehkan.

“Aku nggak takut! Lihat aja nantik! Kalau aku masuk 100 besar kamu jadi pesuruh aku selama sebulan!” giliran Adith yang kaget, lalu tertawa terbahak. “Kenapa ketawa?!” Azura tidak terima.

“Oke! Kita Deal,” Adith mengangkat tangannya.

Deal!!” Azura menjabat tangan Adith yakin. Serentak mereka melepaskan tangan masing-masing seolah merasa jijik satu sama lain.

“Mending lo mulai belajar lebih giat lagi deh! Dari pada nantik gue bully! Tapi meski lo belajar giat nama lo nggak bakalan bisa masuk 100 besar!” Adith tersenyum sinis.

Azura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang