6.

473 30 0
                                    

Have fun ... Fren

Azura berlari menuju meja Helly setelah sampai di kelas, Helly menatapnya kebingungan. Azura lalu mencibir ke arah Billy dan Ridho yang duduk di belakangnya namun ada di barisan samping kanan meja Azura.

“Kenapa?” Helly menatap bingung Azura.

Azura menatap Helly sejenak, menghembuskan nafas panjang dan tentu saja hal itu membuat Helly makin bingung. “Gini nih Hel, barusan aku ‘kan dari toilet, terus ketemu sama Billy, Ridho terus juga Adith sama Yoga. Awalnya tuh kita kenalan, baik-baik aja sih sama mereka tapi ... kayaknya ada yang aneh deh sama yang namanya Adith! Kok dia malah ngehina aku? pake ngegas lagi ‘kan nggak jelas banget! Kenapa gitu ya? Beda banget sama yang lain.”

“Jangan deket-deket sama mereka!” Helly beralih melihat ke depan.

“Lah, kenapa?” Helly diam sesaat lalu kembali menoleh ke arah Azura, dan tatapan Helly membuat Azura makin penasaran.

“Gue cuma mau peringati lo doang.”

“Ah?” Azura pikir Helly akan berkata apa.

“Buk Fatin udah masuk! Mending lo diem!”

Azura manyun bukannya mendapatkan jawaban dia malah disuruh diam. Azura beralih melihat ke depan dan melihat apa yang diterangkan di depan sana makin membuatnya jengah. SEJARAH ... sudah jelas gadis bermata bulat itu membenci pelajaran hapal-hapalan. Baru juga hari ketiga sekolah udah ngehadapin yang ginian aja... keluh Azura.

... ✈️️

  Buugh ...

Pukulan itu mendarat mulus di pipi Ferdi, namun bukan hanya wajahnya yang berbekas bibirnya juga menunjukan sobek di sana, hingga darah segar sedikit keluar. Cowok yang barusan memukulnya, menarik Ferdi yang sudah tersandar ke dinding, menarik kerah seragam sekolahnya, terkekeh lalu mendorong pria tidak berdaya itu ke tanah. Hal itu membuat kaca mata yang sedari tadi dikenakan Ferdi terlepas dan jatuh entah kemana. Kembali empat cowok yang membully itu tertawa keras melihat Ferdi yang meraba-raba tanah mencari kaca mata miliknya.

“Udah lah Dith! Tuh anak nggak bakalan berani lagi sama lo abis ini,” ujar Billy sambil terkekeh.

“Selesain aja Dith, gue udah mau pergi nih,” sambung Yoga.

Adith menoleh ke belakang sambil mengibas baju kepanasan, cowok itu nyengir ke arah teman-temannya. Menerima tas yang dilempar Ridho, memasang kembali dua kancing baju bagian atas. Adith sedikit merapikan rambutnya.

“Sialan nih orang, rambut gue jadi berantakan gini,” keluhnya. Adith lalu berjongkok menatap tajam Ferdi yang masih terduduk di tanah. “Mana videonya?!” tanya Adith datar.

“Di … di … dalem tas gue …” ujarnya terbata.

“Cari Dho!” Adith mengangkat tangannya sebagai perintah.

“Wokkeh.” Ridho meraih tas Ferdi yang sedari tadi tergeletak di tanah, mengobrak-abrik semua barang yang ada di dalam sana. Terhenti pada sebuah kamera hitam, memeriksa semua yang ada di dalam sana.

“WAH... parah nih, kayaknya nih kunyuk, terobsesi banget deh sama lo. Sampe-sampe isi kamera ini lo semua,” Ridho menatap tidak percaya kamera yang ada di tangannya sambil meringis.

Adith kembali terkekeh, menjitak kepala Ferdi kasar membuat cowok itu meringis kesakitan. “Hancurin aja Dho,” ujar Adith dengan santai.

“Jangan! Gue mohon jangan … itu kamera gue satu-satunya,” pinta Ferdi sambil memohon.

“Udah tahu kamera satu-satunya, digunain buat hal-hal yang nggak bener lagi!” ujar Yoga dari belakang sana.

“Tolong jangan, gue janji bakan ngehapus semua videonya.” Ferdi kembali memohon, berusaha menggapai Adith.

“Kenapa lo malah nanya ke gue? Tanya tuh sama Ridho, kan dia yang megang kamera lo!” Adith mengangkat kedua bahu tidak peduli.

“Dho jang ...” suara Ferdi hening seketika setelah mendengar suara benda jatuh yang tidak jauh darinya, mimik wajahnya menegang tidak bisa lagi bersuara.

“Yah, jatuh deh,” ujar Ridho setelah berdiri.

“Udah, lo beli yang baru aja lagi Fer!” saran Billy tanpa menghentikan tawanya.

Adith berdiri sambil berucap, “jangan cari masalah lagi sama gue!”

“KENAPA ANJING ... KENAPA LO NGELAKUIN INI SAMA GUE!!!” teriak Ferdi tidak terima dengan apa yang mereka lakukan padanya.

Adith menyandang tas dengan sebelah tangan kembali menjongkok menatap sinis cowok menyedihkan yang ada di depannya.

“Lo mau tahu kenapa gue ngelakuin ini sama lo?”

“ORANG YANG CUMA NGANDELIN HARTA ORANG TUA KAYAK LO! NGGAK PANTES NGELAKUIN INI SAMA GUE!!!” Ferdi kembali berteriak.

“Sialan!” umpat Adith sambil menutup telinganya yang terasa tuli seketika. Tangan Adith beralih menampar pipi kanan Ferdi berkali-kali. “Oke, kayaknya lo penasaran banget, jadi terpaksa gue jawab deh pertanyaan lo.”

Adith diam sesaat. “Pertama, lo terlalu nyampurin urusan gue sama temen-temen gue! Kedua, salah lo kenapa bisa satu kelas sama gue. Ketiga, lo itu cupu! Nggak pantes ada di sini!” setelah terkekeh Adith kembali berdiri.

“Brengsek!” bisik Ferdi namun dapat didengar dengan jelas oleh telinga Adith.

“Sialan lo.”

“Akkh...” sebuah tendangan tepat mendarat di perut Ferdi, membuat cowok itu memegangi perutnya kesakitan, sampai-sampai tubuh Ferdi tertidur di tanah tidak berdaya juga seragam sekolahnya kotor dipenuhi tanah yang menempel.

“Cabut!” Adith ikut melangkah di samping Billy. Melihat Ferdi sekilas sambil tersenyum sinis. Saat melewati kamera Ferdi yang sudah mati Adith menginjak kamera itu hingga benar-benar hancur.

“Parah lo Dith, belum nyadar juga ya, udah gue bilangkan yang cupu itu emang anak IPA!” ucap Billy sambil merangkul bahu Adith.

“Alah, anak kecil nggak usah sok tau!”

“Iih.. Babang Adith mah gitu, kita ‘kan cuma beda setaon, masa Dedeks Billy dibilang kecil terus, nggak asik!” Billy merengek sambil memukul-mukul lengan Adith.

“Udah deh, mending Dedeks Billy ngadunya sama Babang Yoyo sana!” Adith mendorong Billy hingga mendekati Yoga.

“Ogah ah!” Yoga berjalan duluan menuju tempat mereka memarkir mobil.

“Hmm ... Hm ... Babang Yoyo gitu!” Billy manyun, beralih mendekati Ridho, “Dhodho....” rengek Billy.

“A... ah.. Dedek Billy jangan sedih.. sini sama Dhodho,” tampaknya Ridho mulai ikutan gila.

“Dhodho gimana sih! Dedeks! bukan Dedek! Emangnya Bebek!” Billy memonyongkan bibirnya, Jijay.

“Iya iya.. Bebek!” Billy menatap tajam Ridho, “eh maksudnya Dedeks...” ralat Ridho.

“Nah gitu dong Dhodho,” Adith menggelengkan kepalanya melihat sifat menjijikan kedua temannya ini. Untung saja di sini sepi.

Mereka bertiga mendekati mobil yang sudah ada Yoga di dalam sana. Padahal baru beberapa menit yang lalu mereka menghabisi seseorang dan sekarang tingkah mereka seolah seperti tidak pernah terjadi kejadian yang besar saja, sepertinya hal ini hanya kejadian biasa yang dapat mereka lupakan dengan mudah dan kembali kekediaman damai mereka.

Ini lah yang selalu mereka anggap sepele kejadian yang biasanya orang lain anggap kejadian besar. Bagi Adith, Yoga, Billy dan Ridho hal seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari mereka, dan untuk mereka satu yang merasa terganggu semuanya yang akan ikut membantai.

________________

Jangan lupa vote dan komen yang banyak ya Fren, semoga hari kamu menyenangkan

21 Oktober 21

Azura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang