"Kau akan pergi ke mana?" Haechan terkejut dengan kedatangan Mark di belakangnya yang tiba-tiba saat dia sedang mengunci pintu rumahnya. Sudah menjadi kebiasaan pagi bagi Mark untuk mendatangi Haechan di rumahnya. Mark mengernyit melihat Haechan yang kerepotan menggendong Noah di satu sisi dan membawa tas berisi perlengkapan Noah di sisi lain. Jangan lupakan tas punggung yang tersampir di belakang tubuh Haechan.
"Kau mengagetkanku. Tolong bantu aku menggendong Noah sebentar, aku harus mengunci pintu ini dulu."
"Kenapa kau suka sekali tidak menjawab pertanyaanku?" gerutu Mark sambil menggendong Noah, mencium pipinya perlahan, yang dibalas dengan tepukan tangan mungil Noah di rahang Mark.
"Aku akan menginap di rumah Appa selama akhir pekan ini. Eomma bilang dia rindu cucunya." jawab Haechan yang masih sibuk mengunci pintu. "Kenapa susah sekali sih." gerutunya kemudian ketika usahanya mengunci pintu tidak berhasil.
"Kenapa tidak memberitahuku?"
"Kenapa aku harus memberitahumu?" balas Haechan, tidak mengerti di mana perlunya memberitahu Mark ke mana dirinya akan pergi. Mark memijit pelipisnya perlahan.
"Chan, kenapa kau selalu mempersulit semuanya? Kau tidak mau kembali padaku. Kau tidak mau bertemu Mommy dan Daddy. Kau tidak memperbolehkanku bertemu Appa dan Eomma. Kau juga tidak pernah meminta pertanggungjawaban. Sebenernya apa andilku selain aku adalah ayah biologis Noah?" desahnya lirih, membuat Haechan merasa bersalah.
"Aku belum ingin kembali padamu. Itu alasan kenapa aku tidak mau bertemu Mommy dan Daddy, juga mempertemukanmu dengan Appa dan Eomma. Aku tidak mau mereka berekspektasi terlalu tinggi pada kita, ketika aku sendiri masih belum yakin tentang kita." jelas Haechan.
"Apa aku tak cukup baik?" tanyanya lagi dengan nada yang lebih lirih.
"Bukan. Entahlah. Aku hanya belum siap." Mark sudah akan memotong kalimatnya ketika Haechan buru-buru menambahkan. "Tapi mungkin kalau kau ingin ikut ke tempat Eomma, Noah akan senang." lanjutnya, membuat senyum lebar terpatri di wajah seorang Mark Lee.
***
Doyoung mengambil Noah dari gendongan Mark lalu masuk ke dalam rumah tanpa bicara sepatah kata pun. Menyebabkan Mark menjadi pucat akibat terkejut dengan tingkah calon mertuanya.
"Kau seharusnya bersyukur dia tidak memukulmu dengan teflon kesayangan Appa dan membuat kepalamu benjol, hyung." sahut Haechan melihat raut pucat pasi yang ditampilkan Mark.
"Atau menaruh bubuk cabai di makanan yang dihidangkannya kepadamu." lanjut Taeil dengan raut muka yang sama seriusnya dengan Haechan.
"Eomma belum mencoret kedua kemungkinan itu, kalau boleh jujur." jawab Doyoung yang ternyata masih mendengar obrolan mereka.
"Hanya bercanda." Sahut Taeil cepat. "Selama kau bisa memperlihatkan keseriusanmu terhadap anak kami, aku yakin Eomma pasti luluh. Dia yang paling gigih ingin kau menjadi menantunya, asal kau tau." jelas Taeil sambil mengajak mereka masuk ke dalam rumah menyusul Doyoung dan Noah. Mendapati Noah sedang bercanda dengan Doyoung dan Haein.
"Jadi bagaimana rencanamu? Kau tidak mungkin membiarkan Haechan membesarkan Noah seorang diri kan?" tanya Doyoung tanpa mengalihkan perhatiannya ke arah pria yang baru saja memasuki ruang tengah dan duduk di sofa.
"Eomma!" seru Haechan memperingatkan, tidak suka dengan topik yang diangkat ibunya.
"Kenapa? Jangan bilang kau masih tidak mau meminta pertanggungjawaban pria itu." gertak Doyoung, sama tajamnya dengan anaknya. Membalikkan badannya hingga sekarang berhadapan dengan putranya, Doyoung dan Haechan saling menatap tajam satu sama lain.
"Eomma tidak mengerti." sahut Haechan lirih, memalingkan wajahnya, memilih untuk mengalah dari perdebatan dengan ibunya. Mark menggenggam tangan Haechan untuk menenangkannya, sebelum memulai kalimatnya.
"Eomma, sebelumnya aku minta maaf karena tidak lebih cepat menemui Haechan dan membiarkan Haechan mengurus Noah sendirian." kalimat Mark langsung disambut oleh dengusan Doyoung. Tapi memutuskan mendengarkan terlebih dahulu pembelaan pria yang seharusnya sudah menjadi menantunya itu. Mengerlingkan matanya ke arah Haechan sebelum melanjutkan kalimatnya. "Saya akan bertanggung jawab kepada anak Eomma, tetapi untuk saat ini masih banyak yang perlu dipertimbangkan untuk kami kembali bersama. Mungkin untuk sementara, kami bisa bergantian mengurus Noah?" tawar Mark.
"Jadi kau tidak akan menikahi anakku?" tuduh Doyoung, memicingkan matanya ke arah pria yang sekarang meneguk ludahnya gugup. Terintimidasi dengan kata-kata Doyoung, Mark mengalihkan tatapannya ke arah Haechan, mencoba meminta bantuan.
"Bukan begitu Eomma. Aku hanya butuh lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan hidup bersama pria ini." tunjuknya ke arah Mark. "Bukannya aku tidak peduli pada Noah, tapi bukankah ada perasaanku juga yang harus dipikirkan jika akan menikah?" rayu Haechan kepada ibunya. Mencoba meyakinkan bahwa dirinya memang belum siap memulai hubungan baru.
"Doyoung?" panggil Taeil, memperingatkan istrinya yang justru terdiam setelah sulung mereka menjelaskan perasaannya.
"Baiklah... Baiklah. Eomma tidak akan memaksa kalian lagi. Hanya saja, tepati janjimu Mark. Bantu Haechan mengurus Noah. Apalagi sekarang dia akan magang." ujar Doyoung menasehati, yang disambut anggukan mantap oleh Mark.
"Kalian menginap?" tanya Taeil, mencoba mencairkan ketegangan di antara mereka.
"Iya Appa." jawab Mark singkat.
"Ya sudah, biar nanti Haein dan Haneul tidur dengan Appa. Kau bisa tidur di kamar mereka." saran Taeil yang langsung disetujui mereka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
FanfictionKarena sejauh apapun langkah kaki membawamu pergi, kau akan selalu kembali, kepadaku. bxb with mpreg Moon Haechan Mark Lee