18.

5.4K 615 19
                                    

Haechan menatap tajam pria yang terlihat gugup di hadapannya. Membuatnya memiliki kecurigaan bahwa pria itu yang menyebabkan kehamilannya saat ini.

"Kau sengaja kan?" Tuduhnya, yang ditanggapi dengan senyuman tenang Mark, menggantikan kegugupannya yang sebelumnya terlihat jelas.

"Maaf. Tapi aku tidak tahu lagj cara membuatmu kembali padaku." Mark menggenggam tangan Haechan lembut sebelum melanjutkan hal yang ingin dikatakannya. "Aku tahu aku banyak melakukan kesalahan kepadamu di masa lalu. Dan aku menyesalinya. Sekarang aku ingin kembali padamu. Jadi bisakah kita melupakan yang telah berlalu dan memulai lembaran baru di antara?"

"Aku... Tidak tahu." Jawab Haechan ragu. Meski sudah dinasehati oleh Jaemin, dan jauh dalam lubuk hatinya dirinya memang masih mencintai mantan kekasihnya itu, Haechan tetap saja diliputi keraguan. Di sisi lain, dirinya tidak bisa egois dengan memaksakan untuk mengurus semuanya sendiri. Mungkin dirinya memang masih sanggup mengurus Noah, tetapi kehadiran adik Noah pasti akan kembali mengubah ritme hidupnya. Mark mampu membaca keraguan dari ekspresi Haechan, kembali melanjutkan kalimatnya.

"Aku hanya ingin bertanggung jawab untuk anak-anak kita. Untukmu. Aku tidak ingin lagi kau menjalaninya sendirian." Bujuknya sehalus mungkin. Tidak ingin terdengar memaksa meskipun di dalam hatinya menginginkan Haechan untuk menjawah iya.

"Maaf." Mark tertegun mendengar kata yang keluar dari bibir mantan kekasihnya. Lengkap dengan sesenggukan ringan dan air mata yang membanjiri kedua pipi yang semakin tembam semenjak kehamilannya. Menatap pria di hadapannya tidak percaya, Mark mencoba memaksakan senyumnya, juga memaksa dirinya menerima keputusan Haechan, yang akhirnya tetap tidak bisa bersamanya.

"Tidak apa." Jawab Mark sambil mengusak surai hitam sang mantan. Disambut dengan gelengan heboh dari pria itu dan Mark yang mengernyit heran karenanya. Tidak mengerti arti kalimat dan tindakan Haechan yang terasa begitu berlaawanan.

"Maaf." Desahnya sambil meremat baju yang dikenakan Mark, menahan si empunya pergi dari sisinya. "Maaf karena membuatmu menunggu begitu lama. Maaf karena aku begitu susah mempercayaimu lagi."

"Kau...."

"Maaf." Mark melepaskan tawa leganya. Tidak percaya pada keberuntungan yang baru saja didapatnya. Katakanlah dia egois. Haechan sudah setuju untuk mulai tinggal bersamanya dan dia memaksakan keberuntungannya dengan mengajak pria itu menikah. Mark bahkan sudah menyiapkan hatinya untuk ditolak. Siapa sangka mantan kekasihnya itu mengiyakan permintaannya?

"Aku yang harusnya minta maaf. Aku seharusnya menciptakan suasana yang romantis untuk melamarmu. Bukannya hanya duduk berdua di sofa. Ahhh, aku bahkan tidak membawa cincin atau bunga" rutuknya, menyesali keputusan impulsifnya untuk melamar sang kekasih. Juga menanamkan catatan di pikirannya untuk mengajak sang kekasih keluar dan melamar dengan situasi yang lebih baik. Haechan tertawa melihat tingkah sang kekasih yang masih merutuki dirinya sendiri, rasa lega membanjiri dirinya karena merasa sudah mengambil keputusan yang tepat. Mark menolehkan kepalanya, mendapati senyuman manis di wajah favoritnya dan tidak bisa menahan dirinya. Menangkup pipi tembam Haechan, Mark lalu mencium bibir yang masih menganga kaget karena tindakannya.

"Apa yang Hyung lakukan?" Seru Haechan kaget, tubuhnya sudah terjatuh ke atas sofa, dengan Mark berada di sampingnya, berdesakan dan mendekapnya erat. Seolah tak ingin melepaskannya lagi.

"You. You taste so good." Racaunya di dalam dekapan Haechan. Hidungnya sibuk menghirup aroma menenangkan dari tubuh di bawahnya. Haechan terkikik geli karena kumis tipis Mark yang belum dicukur.

"Daddy, don't do this here." Geraman Mark terdengar jelas setelah kalimat Haechan. Juga bagian bawah tubuh Mark yang terasa mengeras menempel di paha Haechan."Dasar mesum, aku hanya membiasakan panggilan dari Noah, kau sudah langsung terangsang." Cibirnya sambil menjentikkan jarinya di dahi Mark. Berusaha melepaskan dirinya dari rengkuhan posesif sang kekasih, di sisi lain Mark juga berusaha agar Haechan tidak lepas dari pelukannya.

"Please. Can we just hug each other?" Pinta Mark. Matanya mengedip memohon kepada yang lebih muda, kesal karena kehilangan kehangatan tubuh yang dirindukannya.

"Nope. Aku masih harus menyelesaikan membungkus barang-barangku. Kecuali kau ingin aku tidak jadi pindah ke kediamanmu." Haechan memamerkan senyumnya, membuat Mark merasa terancam dengan senyuman itu. Manis tetapi mengintimidasi, membuatnya merasa harus menuruti kekasihnya itu. Sedikit banyak Mark memahami bahwa dirinya harus membantu Haechan berkemas. "Bangun pemalas. Semua barangku harus siap diangkut besok siang. Ayo cepaaaat." Ujar Haechan buru-buru, tangannya menepuk pantat Mark yang masih enggan melepaskan dekapannya. Haechan tertawa melihat Mark yang hanya mengerang malas, terlihat enggan tapi takut Haechan membatalkan keputusannya untuk tinggal bersama.

"Baik... Baik. Apapun untuk Papa." Balasnya singkat. Meregangkan tubuhnya, Mark lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan Haechan melewati tubuhnya sebelum pria itu kembali berbalik untuk menarik tangannya dan mengikuti langkah kakinya. Hari itu akhirnya mereka habiskan dengan membereskan semua keperluan kepindahan Haechan. Bonus sebuah sesi singkat yang panas untuk Mark karena sudah berbaik hati membantu Haechan menyelesaikan pekerjaannya.

***

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang