"Kau hamil lagi?" Haechan mengutuk Chanhee dan mulut tajamnya. Pria itu menatapnya dengan raut penasaran. Membuat Haechan tak bisa berkelit dari keharusan menjawab. Meski kesal, Haechan memang bersyukur dengan keberadaan Chanhee yang bertahan menghadapinya.
"Iya. Bodoh sekali kan?" jawabnya sambil membasuh mulutnya yang terasa pahit sekali. Mual yang dirasakannya juga semakin hebat sehingga memaksa Chanhee menemaninya menguras isi perutnya di kamar mandi kampus. Berkali-kali diminta yang lebih tua untuk pulang, Haechan bersikeras untuk tetap di kampus karena harus mengumpulkan laporan magangnya. Beruntung hari itu Taeyong bersedia membantunya menjaga Noah, karena Haechan tidak enak harus kembali menitipkannya kepada Jaemin.
"Memang. Kau bodoh sekali." Sahut Chanhee, tangannya mengusak perlahan surai hitam di sampingnya, yang sudah menyandarkan tubuh ke tembok di belakang mereka. Memberinya perasaan nyaman selepas dirinya mengosongkan perutnya. Chanhee juga mengulurkan sebotol air minum berperisa jeruk, membantu Haechan mengurangi kadar pahit di tenggorokannya. "Dia mengajakmu menikah? Atau kau ragu?" Lanjutnya ketika dlihatnya Haechan hanya terdiam sambil memejamkan mata, menikmati tangan yang masih setia mengusap rambutnya.
"Dia belum tahu. Entahlah, aku bingung bagaimana harus memberitahunya. Tapi mulai besok aku akan tinggal bersamanya, atas bujuk rayu ibunya."
"Bagus. Dia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Setidaknya dia harus merasakan merawat Noah. Juga menghadapi hormon kehamilanmu. Rasakan itu." seru Chanhee berapi-api sambil tertawa jahat. Membuat Haechan tertawa geli karenanya.
"Memang aku semenyebalkan itu?" Balasnya tidak terima.
"Kau bercanda?" tanya Chanhee tidak percaya Haechan menanyakan hal yang sudah jelas jawabannya. Merapikan penampilannya sekilas, Haechan lalu mengajak Chanhee keluar dari kamar mandi, dengan Chanhee yang akan kembali bertemu dengan sang dosen pembimbingnya. "Kau langsung pulang?" tanya Chanhee begitu mereka tiba di depan ruang dosen.
"Sepertinya begitu." pria yang lebih tua mendengus mendengar jawaban singkat Haechan.
"Pantas saja. Dijemput calon suami." cibirnya saat melihat Mark berjalan santai ke arah mereka berdua. Haechan mencubit lengan Chanhee dengan gemas. "Kau bahkan merona merah karena dijemput. Wah, langka sekali melihatmu menjadi layaknya gadis remaja seperti ini." Haechan semakin brutal menganiaya Chanhee yang mengejeknya. Bukannya kesakitan, pria itu justru tertawa dengan perlakuan Haechan. Tersenyum miring ke arah pria yang menatap mereka dengan tatapan tajam. Percayalah, Chanhee tidak peduli.
"Aku pulang dulu. Jangan lupa traktir aku setelah selesai acara tahunan minggu depan." pamit Haechan lalu berlari menghampiri Mark. Bukannya tidak peka, Haechan bisa merasakan aura Mark yang sepertinya, lagi-lagi, cemburu dengan kedekatannya dengan pria lain. Tapi karena Mark yang hanya bungkam, Haechan memilih untuk tidak membahasnya. Hingga akhirnya Mark mencengkeram setir mobilnya dan menghela napasnya perlahan selama beberapa kali sebelum mulai mengendarainya.
"Kau cemburu dengan Chanhee?" tanya Haechan ringan, memulai pembicaraan mereka supaya suasana di dalam mobil tidak terlalu hening.
"Mungkin. Tapi seingatku kau pernah berkata jika Chanhee hanya teman, jadi sepertinya aku tidak perlu khawatir." jawabnya, menyunggingkan senyumnya untuk memperlihatkan bahwa dia baik-baik saja. Mencoba baik-baik saja.
"Kau benar. Chanhee hanya teman dan kami tidak ada hubungan apapun." jelas Haechan, menimbulkan senyuman yang semakin melebar di wajah pria yang lebih tua.
"Mmm Chan?" panggil Mark ragu-ragu.
"Ya?"
"Mommy ingin Noah menginap di rumah setidaknya 3 hari. Jadi mmm, kita bisa menghabiskan waktu untuk berbaikan dan membicarakan tentang kita?" jelasnya justru dengan nada bertanya.
"Memangnya kita marahan hingga perlu ruang mediasi untuk berbaikan?" kekeh Haechan geli. Ada ada saja usul calon mertuanya yang bersikeras membuat mereka berdua buru-buru menikah.
"Kau mengerti maksudku." liriknya ke arah pria yang menggumamkan lagu anak-anak, kebiasaan tanpa sadarnya karena sering bersama Noah. "Ada beberapa hal yang perlu kubicarakan denganmu."
"Baiklah. Aku juga memiliki hal yang ingin kubicarakan denganmu." jawabnya singkat. Haechan lalu membiarkan Mark berkonsentrasi menyetir kendaraannya. Tidak tahu bahwa ada hal lain yang berkecamuk di pikirannya setelah mendengar kata yang meluncur dari bibirnya.
Mark membiarkan Haechan berganti baju sebelum membawa mereka berdua duduk di sofa ruang tengah. Duduk berdampingan dengan canggung, keduanya saling melirik satu sama lain. Mark mengamati Haechan yang menggunakan kaos lengan pendek putih miliknya, yang entah kenapa terlihat kebesaran di tubuhnya. Juga pipinya yang semakin terlihat membulat dengan pantat yang semakin sintal. Tahan Mark. Bisiknya dalam hati, menahan hasratnya yang entah kenapa perlahan naik hanya dengan berdekatan dengan mantan kekasihnya itu. Mencium aroma sabun yang sama dengan miliknya, tapi terasa berbeda menguar dari tubuh pria yang lebih kecil darinya itu.
"Haechan... / Mark hyung..." kalimat yang meluncur dari bibir mereka secara bersamaan, menghasilkan suasana canggung di antara keduanya. Berdehem sejenak, Mark memberi isyarat kepada Haechan untuk menyelesaikan kalimatnya terlebih dahulu. Tapi Haechan justru menggelengkan kepalanya dan meminta Mark yang terlebih dulu bicara. Hal yang kemudian justru membuat mereka kembali sama-sama terdiam dan terhanyut ke dalam pikiran masing-masing.
"Menikahlah denganku... / Aku hamil... " kalimat mereka kembali terdengar bersamaan. Menghasilkan raut muka yang terkejut di wajah keduanya.
***
Gini dulu ya huehuehue
Enaknya dijawab apa nih,
sama Haechan? 😄😄😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
FanfictionKarena sejauh apapun langkah kaki membawamu pergi, kau akan selalu kembali, kepadaku. bxb with mpreg Moon Haechan Mark Lee