"Kau... Tidak apa-apa?" tanya Jaemin heran saat melihat Haechan menghabiskan makanannya. Piring kedua, bersiap untuk mengambil porsi ketiganya. Jaemin memang sedang berkunjung ke rumah Haechan karena rindu dengan Noah yang sudah mulai beraktivitas sejak keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu. Jaemin membawakan beberapa makanan kesukaan mereka dan Haechan akhirnya mengajak Jaemin untuk duduk di ruang tengah, menghabiskan semua makanan itu sambil membiarkan Noah menonton acara televisi favoritnya.
"Hmmm..." gumamnya, mengunyah suapan terakhir di mulutnya. Pria dengan surai hitam itu terlihat semakin muda dengan pipi yang semakin menggembung. "Aku baik. Kenapa memangnya?"
"Aku tidak tahu... Tapi sepertinya, nafsu makanmu... Membaik?" jawab Jaemin sedikit ragu. Takut bila pria di depannya marah karena dirinya menyinggung hal yang sensitif. Haechan memang mudah tersinggung jika ada orang yang membahas bobot tubuhnya, terutama sejak dirinya melahirkan Noah.
"Oh... Iya. Memang benar Jaem. Aku sedang dalam kondisi senang makan apapun. Sepertinya magangku menguras cukup banyak energi." Balasnya ringan, tidak bermasalah dengan kalimat Jaemin sedikitpun.
"Eyyyy. Bukan karena Mark kan?"
"Kenapa Mark?"
"Kau menginap dengannya kan waktu itu?" Ucap Jaemin mengingatkan insiden kepergian mereka beberapa waktu silam.
"Bodoh." pukulnya pelan ke lengan pria tinggi itu. "Aku menginap di rumah Appa. Kau pikir Appa dan Eomma akan membiarkan kami bermesraan? Lagipula itu kejadian 3 bulan silam. Kenapa kau baru membahasnya sekarang sih?" balasnya. Berbanding terbalik, raut wajahnya justru sedikit merona merah mengingat kejadian setelah mereka pulang dari kunjungan mereka ke rumah Taeil. Juga kejadian lain di kala Mark mampir untuk mengunjungi Noah. Dan dirinya.
"Kulihat kau merona. Wah... Wah... Kau pasti sudah diapa-apakan oleh pria itu. Mengaku padaku." Desak Jaemin saat melihat pipi bulat pria di hadapannya merona semakin hebat. Mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi pria itu, Jaemin melanjutkan kalimatnya. "Coba lihat, pipimu bahkan semakin penuh.
"Papapapa... Jaem." Seru suara bocah yang setengah berlari menghampiri mereka dengan langkah mungilnya, membawa beberapa mainannya untuk ditunjukkan ke orang dewasa yang sedang bersamanya. Noah memang sempat meninggalkan Jaemin dan Haechan untuk mengambil mainan karena bosan. Jaemin tertawa melihat wajah panik Haechan yang langsung mendekap anaknya.
"Bukan Jaem Noah. Tapi Oom Jaemin. Uncle Jaem juga boleh." Jaemin merapikan surai Noah yang berantakan karena berlari ke arah mereka. Menawari bayi di pangkuan sahabatnya itu makanan yang dibawanya. Jaemin menolehkan kepalanya curiga saat tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki mendekat. Tepat saat satu sosok yang dikenalinya sebagai mantan kekasih sahabatnya sampai di ruang tengah. Menyapanya dengan canggung.
"Oh, hai Jaemin." Jaemin menaikkan alisnya saat Mark menyebut namanya. Sedikit bersyukur karena Jeno tidak bisa ikut dengannya untuk mendatangi Haechan, karena Jeno masih tidak setuju dengan kenyataan Haechan begitu mudah memaafkan Mark. Lelaki itu lalu menghampiri Haechan dan mengecup puncak kepalanya sekilas serta meletakkan bungkusan yang dibawanya ke sebelah Haechan. Membuat Jaemin semakin heran karena tingkah Haechan yang malu-malu seperti remaja yang jatuh cinta. Berbeda sekali dengan sebelumnya yang bahkan tidak ingin membiarkan Mark tahu mengenai Noah.
"Kau membawa sesuatu?" tanya Jaemin ke arah Mark yang sudah menggendong Noah dan menciumi pipinya, menunjuk bungkusan yang sudah tergeletak di ujung berlawanan darinya. Haechan sudah membukanya dan mulai menikmati es krim yang dibawakan Mark.
"Haechan berkata ingin es krim, jadi aku datang untuk membawakannya."
"Kau sudah makan denganku dan masih menginginkan makanan lain?"
"Tapi kau tidak membawakan dessert. Aku kan ingin es krim." Rajuknya, menatap Jaemin dengan mata bulat yang berkaca-kaca, membuat Jaemin heran dengan perubahan mood Haechan.
"Wow... wow... Bukannya aku protes kok." sanggahnya sambil mengangkat kedua tangannya. Menyerah sebelum pria di hadapannya benar-benar mengeluarkan air matanya. Memutuskan berdiri dari posisinya, Jaemin memberi isyarat kepada Mark yang masih sibuk dengan Noah untuk mengikutinya. Jaemin memang membutuhkan waktu untuk berbicara dengan Mark secara pribadi, tanpa gangguan dari Haechan. Mark yang mengerti isyarat yang diberikan Jaemin, bergegas ikut berdiri dan mengikuti langkah kaki pria itu ke dapur. Haechan mengerutkan alisnya curiga, tapi memilih untuk tidak peduli dan melanjutkan menghabiskan es krim di tangannya.
"Hubungan kalian... baik?" tanya Jaemin ragu-ragu, setelah yakin pembicaraan mereka tidak akan terdengar oleh Haechan, yang langsung diangguki pria yang lebih tua.
"Lumayan. Haechan sudah tidak terlalu menolakku, Noah juga begitu. Jadi kurasa hubungan kami membaik. Lagipula Appa dan Eomma-nya sudah setuju dengan kami."
"Kalian pernah... Kau tahu?" jelas Jaemin dengan canggung, bingung mencari kalimat yang pas untuk ditanyakan kepada pria yang berdiri di hadapannya sambil menggendong Noah. Perlahan mukanya berubah merah padam, mengerti arah pembicaraan yang dimaksud yang lebih muda.
"Maaf." Bisiknya perlahan. Jaemin membelalakkan matanya, terkejut dengan kenyataan yang dituturkan Mark. "Aku kelepasan." Lanjutnya perlahan. Merasa bersalah atas kebodohan yang dilakukannya. Namun juga kebodohan yang tidak disesalinya. Jaemin belum sempat merespon kalimat Mark ketika tiba-tiba Haechan memanggil mereka untuk kembali menemaninya.
"Ajaklah ke dokter. Kau pasti tahu maksudku." Ujar Jaemin memberi saran, lalu buru-buru menghampiri Haechan yang terdengar tidak sabar menunggu mereka. "Ayo jagoan, saatnya tidur siang." Seru Jaemin sambil mengambil Noah dari gendongan Mark, membawa bayi yang sudah bermata sayu karena mengantuk itu ke kamarnya untuk beristirahat siang, meninggalkan Mark yang termenung memikirkan saran Jaemin.
***
Lucu banget anakku :3
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
FanfictionKarena sejauh apapun langkah kaki membawamu pergi, kau akan selalu kembali, kepadaku. bxb with mpreg Moon Haechan Mark Lee