14 - See the Pattern

15K 2K 324
                                    

Hari itu juga matahari bersinar terlalu bersemangat, menghadirkan sauna umum dadakan di sekitaran Jabodetabek, ia merasakan keringat mengalir di punggungnya, berlomba seperti tetes hujan di jendela.

Ursa dengan kemeja putih dan rok kelabu melongok ke arah langit kemudian berpikir apakah Neraka sudah bolong?

Sebagai sekolah favorit di Jakarta Timur, ada banyak jemputan pribadi di jam-jam pulang sekolah yang menyebabkan sebagian pengguna jalan lain emosi harus terhenti akibat keluar-masuk mobil pribadi dari arah sekolah, belum lagi angkutan umum yang menepi menunggu penumpang, makin kacau.

Mobil Vellfire Toyota keluaran tahun 2009 hitam itu terlihat paling mentereng di antara mobil jemputan lain yang kebanyakan Avanza, ini bukan bentuk penghinaan, hanya pembeberan fakta bahwa Avanza menjadi mobil sejuta umat. Pintunya bergeser otomatis, seotomatis dua manusia yang tahu-tahu saja, entah dari mana datangnya, menyerobot Ursa masuk mobil.

Ursa masih berdiri di luar mobil mentap tiga orang yang menyebut diri mereka, kami, sebagai Genk Rusuh. Pasti ada rencana yang tidak ia ketahui.

"Makanya, lo pake Blackberry biar update info sekaligus asupan gosip sekolah!" ujar Sashi sambil menunjukkan ponselnya yang, menurut Ursa, tidak praktis.

"Nope, silakan bergosip." Sementara teman sekelas lain menggunakan Blackberry dan membuat grup di sana, Ursa sebagai pengguna iPhone, praktis saja tak pernah tahu informasi atau gosip sekolah.

Ia duduk di kursi kosong, mengenakan sabuk pengaman, dan memejamkan mata, menikmati dinginnya AC yang tak dihadapkan langsung ke arahnya. "Enggak ada PR gue rasa." Kalimat tersebut adalah bentuk lain dari pertanyaan, 'ngapain sih lo ke rumah gue?'.

"Ih, Mami ngundang kita makan, kepedean amat lo!"

Ibunya suka dengan keadaan rumah yang ramai, itu mengapa ketika mendapat kabar dari Mang Endang dan Bi Entin bahwa Ursa membawa sahabatnya ke rumah pertama kali semenjak masuk sekolah dasar, ibunya langsung pulang dengan membawa empat kotak piza bahkan terang-terangan mengundang semuanya datang setiap hari.

"Eh, anak Mami sudah pulang?" Ursula langsung memeluk putrinya dan mencium pipi Ursa sebelum kembali berkutat dengan menu makan siang berupa makaroni skotel dan au gratin potatoes.

Ibunya, semenjak hari pertama Sashi dan Rindang datang ke rumah, merasa bahwa putrinya bukan hanya Ursa hingga seluruh makanan apa pun yang dibuatnya, jika dalam mood yang bagus, akan dibuatkan juga untuk yang lain. Tak jarang ibunya bahkan mengantarkan sendiri makanan tersebut ke rumah teman-temannya.

"Mami nggak bisa bantu apa pun selain makanan, Cha," itu kata ibunya ketika Ursa mempertanyakan motifnya. "Tanda terima kasih Mami karena mereka sudah mau toleransi kelakuanmu yang nyebelin."

Mengesalkan tapi ada benarnya.

Pernah satu kali ibunya melihat Sashi yang makan hanya setengah dan setengahnya lagi meminta untuk dibungkus, ketika alasannya diketahui untuk adiknya di rumah yang mungkin belum pernah menyicip makanan yang Sashi nikmati siang itu, semenjak saat itu ibunya selalu membuatkan porsi lebih dan membekalkannya untuk Sashi yang memiliki adik di rumah.

Dan Ursa ingat hari itu, hari di mana ia mempertanyakan apakah dirinya penyebab hubungan Sashi dan Rafid merenggang?

Di jalan pulang setelah mengantar Rindang yang hanya delapan ratus meter dari sekolah, ia, Sashi, dan Mang Endang di belakang kemudi berjalan agak tersendat kemacetan pukul delapan menuju Depok. Jalan Raya Bogor di jam pulang kantor adalah bencana, Ursa tahu itu, tetapi ibunya minta dibelikan kue tart yang hanya ada di Cimanggis, Depok, kalau Ratu sudah bersabda, apa bisa dikata?

URSA [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang