Meski sudah berhenti menjadi musisi secara profesional, Eros masih menyimpan lima belas gitar listrik dan tujuh gitar akustik di ruangan khusus, untuk itulah ia datang jauh-jauh ke kafe bernama York. Ada satu bagian yang menurutnya takkan bisa ia capai dengan Les Paul miliknya, harus Stratocaster agar suaranya lebih galak.
Sialnya, kunci ruang penyimpanan instrumen millik Eros hanya dipegang Eros.
Sina turun dari motornya, melepas helm dan menatap bangunan bertuliskan York English Café di jendela besar yang memperlihatkan area dalam kafe yang penuh.
Ia langsung menemukan Eros yang duduk tak nyaman dan senyum canggung di ujung ruangan. Terkadang ia heran pada Eros, apa jangan-jangan kakak sepupunya itu merasa canggung juga ketika berkaca, seperti seorang siswa yang salah mengenakan baju putih-kelabu di hari Kamis wajib batik.
Matanya melirik agak ke bawah, ke tempat lengan Eros dipelukan Anne menyebabkan buah dada Anne menjepit lengan Eros, mungkinkah itu penyebab Eros salah tingkah? Ia hampir saja meledek Eros habis-habisan sebelum menyadari perempuan dengan rambut biru Pepsi dua meja di depan meja Eros dan Anne.
Baiklah, ia akan membantu Eros, lagi, kali ini untuk lepas dari kecanggungan.
Siang menjelang sore itu Ursa duduk bersama Sashi tanpa anaknya, Rindang yang tampil lebih layak ketimbang malam itu. Informasi ini didapatkan secara legal dari foto-foto polaroid, bukan hasil kuntit di media sosial Ursa yang masih misterius itu.
Sina melambaikan tangannya pada Sashi dan Rindang tanpa berniat menyapa apalagi berhenti. Ia langsung menuju Eros.
"Cak, minta kuncinya, aku pinjam Stratocaster yang merah."
Sambil melepas kunci dari dompet kunci mobilnya, Eros berujar. "Itu pernyataan, bukan pertanyaan, Sina, dan belum saya setujui boleh pinjam yang mana."
Sina cemberut. "Semalam kan sudah setuju kalau aku mau bersih-bersih rumah, diizinkan, rumah sudah kinclong, lho!"
"Nih, kembaliin utuh dan enggak boleh ada goresan sedikit—"
"Iya, dimengerti, Cak." Sina merebut paksa kunci gudang sebelum Eros selesai memberi ceramah panjang lebar soal gitarnya.
Ia mengantonginya di jaket dan kini beralih ke meja Ursa, bahkan setelah ribut-ribut dari meja Eros, Ursa tak menoleh sedikitpun. Ia berdiri di balik tubuh Ursa, mengusap kedua tangannya, memastikan tidak dingin ataupun bau asap kendaraan sebelum memegang kedua pipi Ursa hingga wajah yang tadi sibuk menunduk memandangi cengkir kopi setengah kosongnya mendongak menatapnya.
"Ucha!"
Mata wanita itu melotot, hampir berontak dari kursinya lantaran tak memperhitungkan wajahnya akan didongakkan paksa oleh seseorang yang kini menyengir lebar tak bersalah.
"Ngapain lo di sini?" Ursa menyingkirkan tangan Sina dari pipinya. Ursa memiliki kulit yang sensitif dan akan bengkak jika terkena debu.
"Jemput kamu! Cha, bosen nggak di sini? Ikut yuk jalan-jalan naik vespa."
Ursa refleks melotot kembali, ada dua hal yang dipikirkannya begitu menyebut motor. Pertama, debu dan kedua, sepuluh tahun lalu, alasan mengapa ia selalu menghindari motor tak peduli semacet apa pun Jakarta Selatan.
Begitu pula dengan Eros yang sedari tadi cenderung mengalihkan pandangannya dari meja Ursa begitu mendengar motor langsung mengerutkan kening dan berdiri. "No, saya melarangnya, Na."
Untuk sesaat Sina berpikir bahwa kakak sepupunya itu benar-benar tolol lantaran ikut campur dalam urusan Ursa padahal ia berniat menyelamatkan dari kecanggungan. Tidak bisakah Eros lihat mata Anne hampir keluar dari tempatnya ketika Eros berdiri dan terang-terangan melarang Ursa pergi dengannya?
![](https://img.wattpad.com/cover/199712176-288-k746125.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
URSA [Terbit]
ChickLit[SUDAH TERBIT] Pada usia seperempat abad, menurut orang-orang, seharusnya berada di puncak vitalitasnya dan menghabiskan waktu di luar ruangan. Seharusnya jatuh cinta pada pria lajang yang bisa diajak menikah. Bukan bolak-balik rumah sakit lantaran...