18 - Klandestin

14.9K 2.5K 788
                                    

Jika ingin hidup sehat, ikuti apa yang dokter katakan, bukan mengikuti gaya hidup dokter. Itu yang selalu orang medis katakan. Dan Eros percaya akan wejangan tersebut.

Pukul dua dini hari dengan plester penurun panas di dahi, minuman ionisasi di tangan kanan, dan laporan kesehatan seorang pasien, Eros duduk di ruang tengah hotel, mempelajari berkas di tangannya untuk bahan penelitian.

Dokter Rahman memiliki pasien yang mirip dengan kondisi Ursa, ia menuliskan bahwa segala jenis obat-obatan pereda nyeri yang biasa dikonsumsi dilarang selama masa kehamilan dan digantikan dengan obat-obatan yang tak begitu efektif, bagi penderita akut mungkin akan tetap merasa kesulitan untuk bergerak dan masih bisa merasakan rasa tertusuk. Parachetamol adalah satu-satunya bahan yang masih bisa ditoleransi meski pemakaiannya tidak diperbolehkan dalam jangka panjang.

Masa kehamilan pasien tersebut menjadi amat berat dan sering membuat janinnya stres. Beberapa kali pendarahan dan bahkan di usia kehamilan yang menginjak dua puluh minggu sudah tak diperbolehkan keluar dari ranjang. Dari 10 pasien dengan kondisi spondylosis yang mirip dengan Ursa 9 diantaranya mengalami preeklamsia berat di usia kehamilan 28 minggu.

Ia percaya bahwa seseorang terlahir bukan hanya untuk berkembang biak.

Eros melihat foto Ursa yang berada di antara lembar studi kasus dalam seminar ini, diam-diam ia berharap Ursa mendapatkan pasangan yang akan memikirkan kesehatan Ursa kelak, tak hanya memikirkan menikah untuk memiliki anak.

Sambil membaca poin-poin penting dari kasus Dokter Rahman, Eros berbaring di sofa panjang dan mulai kalah dengan demam ringannya hingga berakhir terlelap pukul tiga dini hari dengan posisi yang amat tidak baik untuk tulang punggungnya.

***

Di lobi Palace Hotel Tokyo Ursa berdiri termenung mengagumi kebodohannya karena melupakan musim semi dan sakura sedang mekar-mekarnya. Hampir semua hotel yang sesuai dengan standarnya penuh, bagaimana bisa?

Ia berbalik, melihat arah kedatangan sambil menatap sakura masih asyik bergerombol di pohon. Lalu ke mana sekarang?

Ursa memikirkan alternatif lain, hotel capsul tidak diperbolehkan untuk wanita lantaran pengaman antar kamar sangat minim, dicoret. Rental komik, kemungkinan dilecehkan oleh om-om mesum tak memiliki kehidupan lebih besar, dicoret. Hotel murah di Shibuya atau Ginza, kasur lumayan, fasilitas lumayan, sayangnya tembok mereka terlalu tipis hingga suara bising dari tempat karaoke ataupun hiburan malam terdengar jelas. Love hotel, kasur lumayan empuk, berpendingin, dan temboknya lumayan tebal, tetapi jika mengingat seperai yang ia gunakan bekas orang bercinta rasanya... tidak, terima kasih.

Pilihan yang paling masuk akal dan membawa ketentraman adalah tinggal di kuil. Sayangnya di Tokyo tak ada kuil yang menyediakan penginapan.

Entah mengapa, dari banyak pemandangan yang bisa ia lihat dan segala aktivitas yang bisa ia hina untuk menaikkan mood, matanya justru tertuju pada lobi depan, tempat sebuah taksi berwarna hitam berhenti.

Pintu belakangnya terbuka, seorang penemupang dengan kemaja sewarna moka, celana biru, dan jaket biru yang tersampir di lengannya keluar. Rambut hitamnya yang agak terlalu panjang untuk profesinya disisir rapi membelah ke samping, dan tas kerjanya tersampir di bahu kiri.

Pak Eros berjalan sambil membaca sesuatu di ponselnya, sesekali menggaruk pelipisnya dengan raut wajah ingin marah. Ia hampir menghubungi seseorang sebelum pandangannya naik dan bertemu dengan pandangan Ursa, ada jeda selama dua detik sebelum Eros mematikan sambungan telepon dan berjalan kikuk, seperti biasa, ke arah Ursa.

Menurut pandangan Ursa, Eros itu kalau sudah lepas jas praktiknya lebih mirip orang dungu ketimbang dokter. Irit bicara dan terlalu kurus hingga pantas menjadi iklan susu penambah berat badan bagian sebelum mengkonsumsinya, tentu saja.

URSA [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang