Ponselnya berdering sekali dan baru kali itu Sina merasa begitu senang melihat nama Averroes di sana sampai-sampai rasanya ingin berjingkrak. "My beloved brother, finally you call me! I miss you already!"
Tak menanggapi ocehan kerinduan terselubung Sina, Eros langsung bertanya, "Kemarin, Ursa nggak kenapa-kenapa kan, Na?"
"Lho, memang kenapa?"
"Telepon saya nggak diangkat."
Ada jeda keheningan selama dua detik sebelum tawa Sina berderai. Sejak kapan Eros merasa tidak percaya diri akan Ursa?
"Mungkin dia sudah melupakanmu, Cak, soalnya kemarin aku nyium Ucha." Tak ada yang salah dari pernyataan Sina barusan, semuanya tepat, termasuk mencium Ursa, hanya saja tidak di bibir seperti yang Eros pikirkan.
Tawa Sina semakin pecah ketika sambungan terputus tanpa penjelasan lebih lanjut. Sanking senangnya meledek Eros, Sina sampai lupa tujuan awal mengapa ia senang Eros menelepon.
*
Malam itu Ursa menghabiskan waktunya di bathtub, berendam dengan air hangat dan ekstrak bunga mawar Bulgaria pemberian kliennya yang lalu. Efek relaksasinya langsung terasa sampai-sampai ia lupa sudah berendam selama dua puluh menit. Begitu ia melihat ponsel, kekecewaan langsung merambatinya.
Pak Eros telepon dan gue nggak tau.
***
Tak perlu berpakaian rapi, ia harus menghadapi Anne sebagai dirinya sendiri, bukan Ursa Epiphania yang sering kliennya lihat, tak peduli jika Anne terus memasang topengnya. Ia mengenakan celana jins dengan robek di lutut sebelah kanan karena pelapukan dan tank top hitam dilapis kemeja dengan corak etnik suku Batak yang kebesaran karena milik ayahnya.
Janji temu mereka hari ini bertempat di La Pettiserie Four Season Hotel dengan interior shabby chick ala Inggris sana yang didominasi warna royal blue dan kuning lemon. Ia sudah bisa memprediksi bahwa dirinya akan terlihat seperti orang yang salah kostum di antara wanita-wanita yang datang dengan dress berwarna pastel dan sengaja ke salon sebelum ke sini hanya untuk membeli satu buah makaron dan sisanya berfoto untuk kepentingan feed Instagram.
Janjinya pukul dua belas, tetapi hingga pukul dua belas lewat lima belas belum juga Ursa melihat batang hidung Anne. Lebih sialnya lagi, restoran ini tak menyediakan kopi dengan dalih bahwa konsep mereka adalah afternoon tea khas Inggris yang mana orang Inggris tak meminum kopi meski jumlah kafein di Earl Grey sama tingginya dengan kopi, tetapi tetap saja rasanya berbeda.
Tepat pukul dua belas lewat delapan belas Ursa melihat Anne di ujung koridor menuju restoran dengan pintu kaca. Rambut hitam Anne dikuncir kuda rapi, wajahnya kali ini dipoles make up tipis, anting sederhana di kedua telinga, dan sebagai pelengkap keanggunan, Anne memilih fitted dress royal blue dengan motif Tiongkok.
Caranya berlari kecil sepanjang lorong namun dengan wajah tersenyum membuat Ursa tersadar bahwa Anne memang sengaja datang terlambat, sengaja memberi kesan bahwa ia patut ditunggu sebagai orang yang penting di pertemuan ini sementara Ursa harus mengalah.
Belum apa-apa sudah menjadi ajang intimidasi.
"Aduh, maaf banget saya telat, ya," ucapnya sambil mengulurkan tangan. "Saya Anne, senang banget bisa booking jasa kamu di waktu mepet gini."
Ursa menyambut uluran tangan Anne dengan senyum bisnis yang dipelajarinya dari seorang Ursula Harahap. "Saya akan lebih senang kalau di pertemuan berikutnya Anda bisa tepat waktu," sahut Ursa yang langsung membuat senyum Anne luntur beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
URSA [Terbit]
ChickLit[SUDAH TERBIT] Pada usia seperempat abad, menurut orang-orang, seharusnya berada di puncak vitalitasnya dan menghabiskan waktu di luar ruangan. Seharusnya jatuh cinta pada pria lajang yang bisa diajak menikah. Bukan bolak-balik rumah sakit lantaran...