11° [Timur]

1.5K 346 8
                                        

Ada yang kangen book ini gaa?

Wkwk, maaf, lagi berusaha bertahan di masa berat.

Mau bilang,

Semangat untuk kalian♡ terima kasih sudah bertahan sampai di titik ini!

Tekan ☆ sebagai bentuk dukungan, terimakasih♡

Matahari mulai terbit, cahayanya mulai terlihat diantara gedung - gedung tinggi ibu kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari mulai terbit, cahayanya mulai terlihat diantara gedung - gedung tinggi ibu kota.

Haruto dan Wonyoung terus melangkah, tidak ada jeda semenjak meninggalkan rumah Minhee di Tácifi. Lelah? Tentu saja. Tapi mereka sama - sama tahu, berhenti sejenak untuk mengumpulkan tenaga adalah hal sia - sia jika sekolompok yang mereka kejar sekarang lebih dulu menangkap mereka.

Haruto memang belum menjelaskan apapun kepada Wonyoung, tapi ia cukup merasa lega saat Wonyoung tak lagi berisik seperti biasanya. Sepertinya percakapan di rumah Minhee benar - benar berefek pada isi pikiran Wonyoung.

Haruto mulai memasuki daerah pinggiran ibu kota lainnya, tidak terlalu jauh dari Tàcifi tapi cukup melelahkan untuk berjalan kaki kesana.

Haruto menghentikan langkahnya di sebuah halte bus, dan memperhatikan papan disebelahnya yang penuh dengan selebaran iklan.

"Ada apa?" Tanya Wonyoung dan memilih duduk di bangku halte.

"Kita tunggu disini," Ucap Haruto dan ikut duduk disebelah Wonyoung.

Haruto memperhatikan Wonyoung yang sedang menopang dagu dan menatap kedua sepatunya yang kebesaran.

"Lapar?" Tanya Haruto dan menyeka pinggiran rambut Wonyoung.

Wonyoung menoleh kearah Haruto dengan raut wajah cemberut yang terlihat sangat imut, "Menurutmu?" Tanya Wonyoung kesal.

Haruto tersenyum tipis, lalu memperhatikan sekitarnya, dan mendapati sebuah resto mie yang sudah buka, tidak jauh dari perempatan halte bus lokasi mereka sekarang.

"Ayo."

Haruto lekas menarik pelan tangan Wonyoung, menyebrang jalanan yang sepi dan masuk perlahan ke resto mie tersebut.

Dentingan lonceng yang terpasang pada pintu terdengar, dan saat itu juga seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahun keatas keluar dengan wajah berseri. Sepertinya resto ini sepi pelanggan, itu yang Haruto pikirkan.

Haruto dan Wonyoung memilih duduk di dekat jendela besar agar dapat memperhatikan halte dari situ.

Wonyoung sendiri sudah kegirangan karena akhirnya diberi asupan oleh Haruto. Walaupun darimana mereka mendapatkan uang masih menjadi tanda tanya.

Resto kecil tersebut hanya menyediakan satu menu di setiap waktu; pagi, siang dan sore. Jadi saat fokus Haruto dan Wonyoung teralihkan oleh yang lain, pria paruh baya tersebut sudah datang dengan nampan berisi dua mangkuk mie dan dua gelas yang berisi teh hangat.

𝕊𝕦𝕟𝕤𝕙𝕚𝕟𝕖 [ WonRuto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang