JiBo: We are In Love

378 20 10
                                    


Minji yang ingin move on dari cinta lamanya
Dan
Bora yang merasa kecewa karena merasa dikhianati.

.
.
.

Minji menghela nafas panjang. Sudah lama dia tidak menginjakkan kakinya di negara kelahirannya. Dia berpikir mungkin Korea sudah banyak berubah sekarang.

Dia duduk di kursi tunggu dan menanti jemputannya. Gadis itu menghela nafas kembali. Rasanya beban berat bertumpu di pundaknya saat ini.

Suara dering ponsel menyapa pendengaran Minji, membuat gadis itu mengangkat panggilan telepon.

"Yeoboseyo?"
"........."
"Ne? Aku bahkan sudah lama tidak ke Korea dan kalian ... Aish bagaimana mungkin kalian?"
"........."
"Aku tak peduli. Jemput aku sekarang atau kalian aku pecat. Paham?"

Gadis itu hampir membanting ponselnya. Namun dia urungkan dan dimasukannya ke dalam saku jaketnya. Gadis cantik itu mencibir dan tanpa sadar menjadi bahan tontonan gadis di sebelahnya.

"Apa yang sedang kau lihat agassi?" tanya Minji dengan ketus pada gadis di sebelahnya.

"Ah aku hanya ..."

"Jangan mengusikku atau kupastikan kau tidak akan bisa menginjak Korea lagi." Minji memejamkan matanya dan bersedekap. Mengabaikan bagaimana gadis itu mengomel di sebelahnya.

.
.
.

Bora tak berniat pergi ke bandara hari ini. Namun eommanya memaksanya untuk menjemput oppa tercinta nya karena sudah lama kakaknya itu tidak pulang ke rumah.

"Ayolah Nak. Pergi jemput oppa mu. Dia sudah lama tidak pulang ke rumah, lho"

Bora memutar bola malas. Gadis itu dengan cuek hendak kembali ke kamarnya hingga gadis itu merasa telinganya dijewer dengan keras dan sedetik kemudian teriakan begitu keras mampir di telinganya.

"YAK KIM BORA-SSI AKU BICARA PADAMU! JEMPUT KAKAKMU ATAU TAK ADA JATAH UANG SAKU UNTUKMU!"

Bora merasa telinganya mulai berdarah. Ah tidak. Itu hanya bayangannya saja. Bora mendecak malas kemudian memilih menuruti permintaan ibunya.

"Nah itu baru anak eomma yang cantik."

Tak perlu menunggu waktu lama bagi Bora untuk mengambil jaket dan dengan langkah berat dia pergi ke bandara menggunakan taxi. Dengan diiringi senyum lebar ibunya.

Bahkan ketika sampai di bandara, Bora masih melangkah dengan malas. Bukannya dia tidak sayang dengan oppanya. Yah dia sayang hanya saja untuk beberapa sisi dia merasa oppa nya begitu menyebalkan. Sangat menyebalkan.

Bora duduk dengan santai di ruang tunggu, hingga sebuah suara omelan berhasil membuatnya menoleh dan bertanya. Sejujurnya Bora tidak sepeduli itu untuk mengetahui urusan orang lain.

Tapi gadis itu entah kenapa membuat Bora merasakan desir halus. Hei apa ini? Dia bahkan belum pernah bertemu dengan gadis angkuh di sebelahnya. Bagaimana mungkin dia merasakan perasaan aneh?

"Aku tak peduli. Jemput aku sekarang atau kalian akan aku pecat!"

Oh wow, bahkan Bora tak menyangka akan ada gadis seangkuh itu. Well, mungkin memang dia orang kaya. Berbeda jauh dengan dirinya yang hanya orang biasa.

"Apa yang kau liat agassi?" Bora tersentak mengetahui bahwa gadis di sebelahnya itu memergokinya melihat dirinya.

Mati saja kau Kim Bora. Mau ditaruh di mana wajahku sekarang, batin Bora saat itu juga.

"Ah aku hanya ..."

"Jangan mengusikku atau kupastikan kau tak akan bisa menginjak Korea lagi." Lihat bahkan gadis itu dengan angkuhnya berkata seperti itu. Tidak Bora tidak bisa dihina seperti ini.

Dreamcatcher One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang