Kudapatkan Duda Nya (Tersedia Ebook)

14. Lamaran

Malam lebaran hari ketiga, hari bersejarah dalam hidup dan pasti momen ini tak akan terlupakan dalam hidupku.

Keluarga besar mas Erix datang ke Kediri, kediaman bapak Santoso alias rumah orang tuaku.

Lamaran sekaligus pertunangan, yang beberapa hari lalu bersamaan dengan di antarnya aku oleh mas Erix, mas Erix berkenalan sekaligus mengutarakan keseriusannya, gercep ni dokter.

Lebaran hari pertama kemarin yang awalnya mas Erix video call dengan ku, dan berlanjut saling memohon maaf dengan keluarga lainya melalui video call hingga terakhir percakapan antara ayah, Bunda dan ibu mas Erix, yang lebaran ketiga berniat melamarku.

Deg,deg an beneran cuy, awalnya sih biasa aja tapi ketika mobil rombongan mulai masuk pelataran rumah jantung ini berasa disko, mengalahkan ujian tahap di depan dokter spesialis.

Aku yang masih di kamar di temani oleh saudara-saudara sepupu, terdengar remang suara di ruang tamu obrolan para tetua.

Setengah jam sudah dari kedatangan mas Erix dan keluarga, aku belum di perkenankan keluar. Oke lebih baik aku disini aja, sumpah groginya mengalahkan presentasi POA di depan para atasan.

Akhirnya aku di panggil untuk keluar, di tuntun bunda untuk bersalaman dengan keluarga mas Erix, selanjutnya acara lamaran dari mas Erix, entah apa yang di katakan aku tak begitu fokus, tangan udah keringetan antara malu, grogi dan seneng, entah apa itu terpenting aku tau maksud perkataannya dan aku menjawab bersedia.

Oh, ya aku detik hari ini sudah berhijab, itu atas rundinganku dengan mas Erix semalam, memang aku yang sudah awal berniat berhijab dan ku tanyakan pada mas Erix, dan si doi langsung saja menyambut dengan senang hati.

"Dek, tanganya" bisikan mas Erix membuyarkan lamunanku tentang keadaan disini.

"Santai Ra, jangan grogi entar ngompol lagi" seruan para sepupu dan pakde-pakde ku yang ada dalam acara ini.

Ku ulurkan tanganku, dan di pasnagkan cincin oleh ibu mas Erix calon mertuaku.

Selanjutnya kucium tangan beliau, dan tangan mas Erix, dan berpelukan dengan Elin, begitu sebaliknya mas Erix cium tangan dengan orang tua ku.

Selanjutnya ramah tamah, dan membahas hari pernikahan. Insyaallah akan di laksanakan nanti bersamaan dengan idul Adha atau dalam Jawa bulan besar.

Sambil makan kue, aku menemani mas Erix duduk di teras depan, tidak hanya berdua tetapi banyak anak-anak muda dari sepupuku dan Elin adik mas Erix.

"Alhamdulillah ya dek, semoga lancar sampai hari-H ya" buka mas Erix yang duduk di sebelah ku, sambil memandangiku dari tadi.

"Aamiin" senyum bahagia terus kupancarkan malam ini, buka. Aku tapi juga semua keluarga kami.

Malam beranjak, mas Erix dan keluarga pamit undur diri kembali pulang ke kota santri.

Setelah membersihkan diri, ku rebahkan diri di atas kasur, ku pandangi cincin yang melingkar di jari manis, ku ambil ponsel ku bidik dengan kamera segera ku share dalam media sosial dengan caption "Yes, I do" teka-teki yang akan mudah di tebak para pembacanya.

Tak berselang lama notifikasi banyak yang masuk dari like hingga komen. Rata-rata banyak yang memberikan selamat dan doa, kubaca hingga ke komen dari akun Rama "selamat, pantes tadi rumah rame untung gak jadi mampir".

Apakah tadi Rama kesini? Ya Tuhan. Sejak tau kisahnya dari Dewi yang kemarin berkunjung kerumah dengan suami, dia bercerita banyak tentang kehidupan Rama, menjadi kan ku iba, apakah masih kau simpan rasa itu hingga kini mas?.

2 tahun menjalin hubungan dengannya, dia banyak mengajari tentang sebuah hubungan kekasih, tentang kasih, cinta, perhatian, hingga tentang cara menghargai pasangan tetapi dia sendiri yang pada akhirnya tak menghargai ku, yang tega bermain di belakangku, hingga dia yang panen akan apa yang dia tanam.

Pernikahannya yang tak seratus persen terestui oleh ibunya, hingga membawa pada akhir hayat ibunya sebelum dia bercerai, sebelum anaknya lahir.

"Astaghfirullah, istighfar Ara itu bukan lagi urusan mu, kamu punya kehidupan Yang akan kau awali dengan pria yang lainya, bukan Rama". Hati ini mengingatkanku.

Tbc