DUA PULUH DUA

11K 380 8
                                    

Hari ini di kantor disibukan dengan aktifitas bertelepon ria dengan tim divisi baru yang berada di Solo, dan masuk dalam Tim RSM yang sama lagi dengan mas Nusa dan Mas Gian, yaitu di pimpin oleh pak Kristian, jika atasan Medical Representatif adalah supervisor atau DM, maka di atas SPV atau DM adalah RSM, dan pak Kristian inilah atasan divisi kami.

Kini aku sudah memulai mencari kost untuk di Solo dengan meminta bantuan admin kantor di Solo, untuk sementara waktu nanti menginap di hotel satu Minggu dengan biaya dari kantor, jika dalam satu minggu belum mendapatkan kost otomatis biaya penginapan hotel menjadi tanggung jawab mandiri.

Mencari kost itu sudah gampang,  karena itu merupakan tempat tinggal kita nantinya jadi harus nyaman, seperti hal nya jodoh walau fisik terlihat luar biasa tetapi dalam berinteraksi kita tak nyambung maka terasa kurang nyaman, ada juga sudah terlanjur nyaman tetapi di tinggalkan.

Mas Nusa dan mas Gian juga terlihat sibuk berhubungan dengan tim barunya, mereka lebih galau lagi karena harus membawa anak dan istrinya. Untuk mas Gian sementara harus LDR menunggu setelah ulangan semester baru pindah karena anaknya sudah memasuki sekolah dasar. Untuk mas Nusa anaknya masih akan masuk TK ajaran baru mendatang.

Jadi ikut galau, entar kalau aku punya anak terus tetep kerja bagaimana dengan anaku.

"Ara loe udah dapat kost belum?" Pak Ucup memasuki ruangan ,setelah dari ruangan meeting.

"Belum bos" jawabku sambil mengetik laporan untuk segera di email ke kantor pusat.

"Ada temenku dulu waktu jaman masih MR dia kerja di bank, kost nya di tengah kota daerah jl.slamet Riyadi, tadi aku iseng tanya katanya ada yang kosong satu" jelasnya ,menawari ku bantuan.

"Suruh ngirimin foto kostnya pak, pengen lihat" ujarku semangat sambil melepas hijab, karena pusing, belum terbiasa memakai hijab dan rambut di cemol.

"Lah Bu ustadzah buka aurat" mas gian menegurku.

"Pusing mas, rambutku ketarik cemol" alasanku sambil merapikan rambut hendak memakai jilbab lagi.

Mas Nusa diam memperhatikanku, tanpa komentar, senyum-senyum sendiri.

"Habis obat loe bro? Sono ke poli psikiatri" ujarku sambil memakai kembali jilbab.

"Ra, masih perawan loe" pertanyaan nya yang bikin aku nggak ngerti.

"Iyalah, cewek baik-baik gue, menjaga kesucian" jawabku percaya diri.

"Diapain loe sama dokter Erix?" Lagi-lagi pertanyaan Nusa membuatku mengernyitkan dahi, setelah lama kau berfikir, mengingat sesuatu, pasti mas Nusa sudah lihat leherku yang hampir mirip seperti kerokan.

"Masuk angin gue kemarin, terus kerokan, tambah lagi alergi udah jadi gatal-gatal makanya merah-merah" alasanku yang ku buat masuk akal.

Pecah sudah tawa mas Nusa yang memancing kekepoan mas Gian dan pak Ucup.

"Kenapa bro?" Tanya mas Gian kepada mas Nusa.

"Adik kita udah pinter sekarang" jawabnya semakin memancing kekepoan dua orang yang tak sempat melihatku tadi karena fokus kedepan layar komputer masing-masing, walaupun tempat duduk kami melingkar di meja yang sama.

Mas Nusa hendak memberi tahu mas Gian dan pak Ucup, terburu aku sudah membekap mulutnya dengan tanganku.

"Jangan lemes tu mulut" ucap ku mengancam dengan memberi tanda tinju dari kepalan tangan.

Sambil masih tertawa mas Nusa dengan santai nya bilang.

"Keluarin di dalam apa di luar Ra?" Masih terus menggoda.

Kudapatkan Duda Nya (Tersedia Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang