DUA PULUH

7.1K 322 7
                                    

Menunggu mas Erix keluar kamar mandi berasa nunggu dosen penguji datang saja.

Setelah kami jama'ah magrib ku putuskan untuk membongkar koperku, mas Erix keluar buat membeli nasi pecel lele di warung tenda sebrang kost.

Sekembalinya mas Erix, bersamaan dengan selesainya ku berberes kamar.

Makan bersama sambil bercerita, bercanda, walau dalam hati masih ketar ketir antara ingin memberi taunya sekarang atau tidak. Sampai makanan habis tak bisa bibir ini membicarakan topik yang mungkin bakal menjadi penghancur hubungan kami.

Setelah makan kami bersantai di atas kasur dengan TV menyala menayangkan acara kontes dangdut bergengsi.

Mas Erix yang merebahkan kepala di pangkuanku, mungkin ini waktu yang pas, duh ni bibir antara iya dan tidak ,antara mau ngomong dan tidak. "Tarik nafas oke deh, ngomong Ara" batinku.

"Mas" pancingku memulai omongan sambil mengelus rambutnya.

"Hmmm" jawabnya yang fokus ke layar TV.

"Jangan marah ya sama Ara" lanjutku sebelum masuk ke inti pembicaraan ku.

"Kenapa? Kamu chatting an sama Nino ya?" Katanya yang mendongak menatapku, woalah kenapa jadi Nino sih.

"Nggak lah, ngapain chat sama pinky boy" elaku.

"Terus kenapa, kamu cinlok sama temen karantina mu?" Tuduhnya lagi, duh belum-belum aja udah negatif thinking ya ni dokter.

"Bukan ih" jawabku, tak ada respon mungkin nunggu penjelasan ku, "aku di pindah tempatkan di Solo" jawabku , hemm plong rasanya bisa bilang begitu.

Dia yang sepertinya kaget langsung bangkit seketika, "solo?" Tanyanya memastikan.

Kuanggukan kepala sebagai jawabanku.

"Terus aku gimana yang?" Tanyanya dengan ekspresi sedih.

"Cuma dua tahun mas, setelah itu aku bisa pindah, atau aku bisa resign" jawabku meyakinkannya.

"Kamu ya, selalu menyepelekan aku" katanya membentak, sambil mencengkram tangan ku.

"Mas, sakit lo" kataku takut-takut menghadapi kemarahanya.

"Sakit mana dek sama aku, hatiku sakit selalu ngalah dek aku, aku ini laki-laki dek, aku punya harga diri" bentaknya lagi, duh kok malah gini sih hasil keputusanku kemarin.

Di rebahkan tubuhku kasar, sambil di ciuminya bibirku dengan kasar "kalau kamu di sabarin dan di naikin nggak bisa, mungkin dengan cara ini aku bisa dapatin kamu" ucapnya keras, belum sempat kucerna maksudnya di robek sudah daster ku, di cumbunya aku secara kasar, aku yang baru tersadar akan perlakuan mas Erix, "apa aku mau di perkosa ya?' tanyaku dalam hati.

Pecah sudah tangis ku ketika dia melepas kaosnya, "aku mau kamu perkosa ya mas?" Tanyaku dalam tangisku, dan sepertinya perkataan ku menyadarkan dirinya.

"Astaghfirullah" ucapnya terus tanpa henti sambil memelukku dan dia pun ikut menangis.

Setelahnya dia bangun menuju alamariku mengambilkan dasterku yang lain, di pakaikanya padaku yang masih menangis, menangisi entah apa ini.

"Maafin mas ya sayang" katanya lagi sambil membelai kepala.

Sudah puas menangis dengan memejamkan mata, ku bangun mas Erix masih setia membelai dan memandangi ku, terlihat matanya memerah ,menangis juga dia.

"Mas, maafin Ara ya, Ara udah jatuhkan harga diri mas Erix" kataku masih menangis sambil memeluknya. "Ara minta waktu dua tahun aja, setelah itu Ara janji kembali" lanjutku dalam pelukannya.

"Iya sayang, mungkin kita harus belajar ilmu sabar dulu dua tahun ini" katanya yang kalem seperti biasnya.

Setelah drama tangisan tadi, mas Erix pamit pulang, walau sudah tidak praktek mandiri lagi dan klinik di gantkan oleh seniornya mas Erix masih ada kewajiban sebagai mahasiswa lagi yaitu tugas.

Mengantar mas Erix sampai ke mobil, dan akan kembali ke kamar terlihat mas Septian keluar dari kamar Ucup membawa laptop dan ranselnya. "Bu bos kenapa tu mata, nangis?"

Pak ucup yang menyusul keluar kamar pun ikut kepo dengan keadaan ku, secara kan dia tau kalau mas Erix di mobil tadi belum mengetahui tentang penempatanku.

"Abot , tragis gaes" ucapku yang menempatkan pantas di sofa.

"Piye-piye, critone?"   Tanya antusias mas Septian.

"Ngamuk bos e" jawabku

"Salahmu sendiri, di enakin suruh duduk manis di rumah jadi nyonya malah milih mburuh , sekarang di pindah luar kota, galau kan" ceramah pak Ucup yang sekarang kok berasa bener ya.

"Iya nih kutil satu, kurang apa coba Erix, di ambil orang tau rasa loe" mas Septian ini benar-benar bikin aku tambah sedih aja.

"Puasin deh ngomelin gue, sebulan lagi yakin deh gue, kalian bakal kangen pakek banget sama gue" dengan teman-teman seperti inilah tidak hanya candanya tapi bullyan pun termasuk hiburanku saat ini untuk mengalihkan rasa penyesalanku.

"Big No , kita syukuran ya cup, si Ara minggat dari kantor" mas Septian pak ucup tau bener cara mengalihkan pikiranku yang sumpek.

Tanpa menjawab pertanyaan ma Septian, pak Ucup mengajak nongkrong "yuk ikut ngopi Ra".

"Besok ajalah, mager nih udah dasteran" aslinya sih pingin nangis aja di kamar.

"Emak-emak berdaster ya?" Goda mas Septian.

"Enak aja, gue masih perawan belum emak-emak" jawabku ketus.

"Masih perawan ya Ra?" Pak ucup nih mulut dari tadi tanpa filter.

"Perawan lah, gue walaupun pecicilan norma ,adat, ketimuran gue pegang ye" yah walaupun tadi hampir aja ilang keperawanan gue.

"Loe pacaran ngapain aja sih Ra, jaman gini anak SMA aja bukan ibu kota aja di pelosok pun udah pada banyak yang nggak perawan lo" mas Septian ini ngehina apa gimana ya.

"Nggak semua kek gitu mas, yang imannya kurang aja kek gitu, bego' aja barang berharga di berikan gratisan" jawabku membela kaum wanita.

"La terus pacaran mu kek gimana, cium pipi doang?" Pak ucup ikutan kepo apa lagi ngetest sih.

"Pegangan tangan doang gue" jawabku yang bikin mereka mencebikan bibir "tapiiii, udo(telanjang)"  lanjutku menggoda mereka, biar tambah penasaran.

"Setres ,kayak berani aja Ra" belum tau aja kamu pak , aku udah berani buka beha depan pak dokterku.

"Udah ah, aku mau tidur besok mau pagi mau quality time shopping, nonton, nyalon, makan sepuasnya sendirian" kataku sambil berjalan menuju arah tangga.

" Nggak yakin Ra, pasti di susulin pawangmu" bener juga mas Septian.

"Ojok cerita kalian"


Sesabar tingkat apapun seseorang pasti ada batasnya.
Karena kita hanya manusia biasa, bukan dewa, bukan malaikat.

Lelaki punya harga diri, dan wanita lah penghancur nya. Karena itulah interaksi sosial sebuah hubungan.

Tbc.

Kudapatkan Duda Nya (Tersedia Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang