"Jeno bangsat!" Umpat Renjun tiba-tiba.
Pemuda asal Jilin itu sudah berdiri tepat di depan Jeno. Ekspresinya keras, seperti sudah siap meninju sosok tegap di depannya.
Sedangkan Jeno memilih acuh, merasa tidak paham dengan maksud Renjun.
"Gara-gara lo, Haechan masuk rumah sakit!"
Jeno mengeraskan wajahnya, dia tidak suka dituduh tanpa alasan seperti ini. "Apa alasan lo sampe bilang kayak gitu?"
Renjun berdecih, "Jangan pura-pura nggak tau!"
Masih dengan ekspresi sebelumnya, Jeno mengangkat sebelah alisnya, meminta penjelasan lebih dari Renjun.
"Haechan pingsan di perpustakaan.."
Oke. Jeno tau itu, bahkan kabar itu sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah.
Terus, alasannya menyalahkan Jeno apa?
"... masih pakai seragam kemarin. Dia ngerjain proposal sampe nggak pulang ke rumah! Lo pasti tau kenapa dia ngelakuin itu!"
Untuk yang satu ini Jeno sungguh tidak tau. Setelah mendengar Haechan dibawa ke rumah sakit, ia rasa sudah tidak ada masalah lagi. Awalnya ia berniat untuk menyusul mereka ke rumah sakit, namun tidak jadi ketika guru Kim seharian ini menyuruhnya melakukan ini dan itu.
Baru saja Jeno hendak membuka suaranya, Renjun kembali menyela. "Nggak usah ngelak, bangsat!"
"Gue nggak mau ngelak, tapi, nggak ada orang yang mati gara-gara ngerjain proposal. Paham?"
[•]
Sial!
Jeno masih mengumpati dirinya sendiri. Bukan itu yang ingin ia ucapkan sebagai penutup pembicaraannya dengan Renjun tadi, tapi pemuda mungil yang menatapnya dengan penuh penghakiman membuatnya mengatakan hal bodoh seperti tadi.
Ia bahkan masih bisa merasakan tamparan keras di pipi yang diberikan oleh Renjun. Tenaga anak itu memang tidak main-main.
Sebenarnya Jeno merasa gagal menjadi ketua OSIS di periode ini, ia selalu berusaha agar bisa mengayomi anggotanya, membuat mereka merasa nyaman bergabung dengan OSIS.
Namun melihat Haechan yang sekarang terbaring lemah di ranjang rumah sakit membuatnya kembali merasa gagal menjadi seorang ketua.
Ingatannya kembali ke masa-masa ia baru saja dilantik menjadi ketua OSIS. Dimana banyak orang yang kurang setuju dengan hasil akhir yang menyatakan kalau Jeno menang dalam pemilihan ketua OSIS.
Banyak dari mereka yang memilih Hyunjin, tapi kenapa Jeno yang menang?
Bahkan beberapa anggota OSIS yang seangkatan dengannya memilih keluar dari OSIS, dan hal itu sungguh menjadi beban tersendiri bagi Jeno.
"Aku gagal buat jadi ketua yang baik, Chan." Ungkapnya, wajahnya tertunduk, menatap ubin yang menjadi tempatnya menapak.
Sosok mungil di depannya menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum lembut. "Ini masih permulaan, Jeno, kamu baru dilantik kemarin. Mereka yang keluar bahkan belum liat sedikitpun kinerja kamu sebagai ketua. Aku percaya kalau kamu memang pantas buat jadi ketua. Lagipula di sini nggak ada kecurangan sama sekali, itu artinya yang percaya kamu juga banyak, Jen, bukan cuma aku. Maka dari itu kamu harus bisa buktikan ke mereka kalau kamu memang pantas buat jadi ketua."
Tepukan pelan Jeno rasakan, menyadarkannya dari kegiatan melamunnya di depan ruang rawat Haechan.
"Jeno? Nggak masuk?" Tanya kak Mark, sosok yang menepuknya tadi. Dapat Jeno lihat sekantong plastik yang berisi makanan dan juga buah-buahan di tangan kiri Mark. Sepertinya Mark baru saja dari supermarket.
"Nggak, kak. Takut ganggu tidur Haechan."
"Kamu teriak-teriak sekalipun Haechan nggak bakal bangun, Jen."
"Maksud kakak?!" Jelas-jelas Jeno melihat alat pendeteksi detak jantung yang dipasangkan ke Haechan masih menunjukkan kehidupan.
"Dokter ngasih obat bius buat Haechan. Jadi kemungkinan besar Haechan baru bangun sekitar jam dua nanti. Makanya kakak beli ini dulu ke supermarket, buat jaga-jaga kalau nanti Haechan nolak makanan rumah sakit."
Jeno tidak membalas ucapan Mark, hanya menatap pergerakan Mark yang sedang membuka ruang rawat Haechan lalu meletakkan semua belanjanya di atas meja. Menutup sebagian gorden jendela agar cahaya matahari tidak langsung mengenai mata Haechan saat ia terbangun nanti.
Jeno melihat semua perhatian yang diberikan Mark.
Kak Mark suka sama Haechan?
Tebeceeee
Yuk mampir ke cerita baru aku 😚