Jeno berjalan menuju parkiran rumah sakit. Ia baru saja pulang setelah mendapat pesan dari Renjun dan Jaemin bahwa mereka akan kembali menjaga Haechan dan sudah dalam perjalanan ke rumah sakit.
Matanya fokus pada ponsel ditangannya, membaca beberapa pesan dari grup kepanitiaan untuk acara ulang tahun sekolah nanti. Hingga tanpa sengaja ia menabrak tubuh tegap seseorang yang berjalan berlawanan dengannya.
"Maaf." Ucap Jeno sambil sedikit membungkukkan badannya.
Pria yang tidak sengaja bertabrakan dengan Jeno memiliki badan yang lebih tinggi darinya, ia bahkan terlihat cuek dan hanya membenarkan dasinya lalu kembali berjalan tanpa membalas perkataan Jeno.
Tatapannya lurus ke depan dan terlihat penuh— amarah?
Tunggu.
Jeno memproses ingatannya. Sepertinya ia tidak asing dengan wajahnya. Ia rasa pernah melihatnya. Tapi dimana?
Ia terus memikirkannya sambil mengendarai motornya untuk kembali ke rumah. Selama perjalanan otaknya memutar memori kejadian yang ia lihat beberapa hari lalu ketika Kak Mark menyuruhnya ke rumah sakit.
Benar!
Wajah tegas itu. Tatapan tajamnya dan badannya yang berperawakan tinggi dan besar serta cara berpakaiannya yang terlihat formal.
Jeno yakin, pria tadi adalah orang yang sama dengan orang yang membuat keributan di ruang Haechan beberapa hari yang lalu.
Siapa dia?
Perasaan Jeno tidak enak. Ia merasa harus segara kembali ke tempat Haechan berada, maka dengan tergesa ia membalikkan arah motornya dan kembali ke kamar rawat Haechan.
***
"Kau tau, tidak ada yang menginginkanmu untuk hidup. Jadi cepatlah mati dan jangan buang-buang uangku hanya untuk membiayai rumah sakit untukmu!"
Sakit. Haechan sangat sakit ketika kalimat itu meluncur mulus dari sosok pria di sampingnya. Haechan mengigit bibir bawahnya pelan, merasa takut disaat yang bersamaan.
Melihat Haechan yang diam saja, pria tadi segera memegang kedua pipi Haechan dan mengarahkannya agar menatap wajahnya dengan kasar.
"Kau tidak dengar ha?! Atau tidak mengerti?!" Bentaknya lagi tepat di depan wajah Haechan yang sudah memerah.
Lalu dengan ringan, tangannya menampar pipi kanan Haechan, meninggalkan jejak telapak di pipinya yang terlihat semakin tirus.
"Aku mohon . . ." Haechan berucap dengan pelan, suaranya serak dan pelan karena menahan tangis. "— berhenti, Ayah. ."
"HA? BERANI SEKALI KAU MEMANGGILKU AYAH! AKU TIDAK SUDI MEMILIKI ANAK DARI SEORANG PELACUR!"
Plakkk
Kembali, tangan besar itu mendarat di pipi Haechan, kali ini hingga menimbulkan sedikit luka sobek di sudut bibirnya.
Pria yang dipanggil Ayah oleh Haechan tadi dengan kasar menarik tangannya yang dimasuki selang infus. "Kalau aku menyuruhmu untuk cepat mati, itu artinya kau harus cepat mati!"
Dengan satu tarikan, pria itu menarik lepas infus di tangan Haechan dengan paksa, menghasilkan teriakan kesakitan dari Haechan.
"Arggh sakit—!"
Sakit. Sungguh.
Haechan bahkan dapat melihat darah menetes dari tangannya, tepatnya dibagian tangannya yang dipasang infus tadi.
Tangis sudah tak bisa lagi dibendungnya. Haechan benar-benar merasa sakit. Sakit di badan dan juga hatinya. Ia tidak melakukan apapun, dengan kedua tangannya yang saling menggenggam, ia mencoba menjauh dari jangkauan pria di depannya.
Haechan yakin, ayahnya tidak akan puas jika hanya melakukan ini.
Tuhan, tolong aku.
Tibiciiiii
kita up tipis tipis aja yha xixixi
ANW NOHYUCK GEMES BANGET PLISSS??? 😭💗😭💗
Haeromi dan Jenomonroll 🥹💗🌷
p.s seperti biasaaa, 60 vote aku up lagi xixixixi