Malam ini Jeno kembali mendapat panggilan masuk dari Haechan. Dengan mata sipitnya yang masih terpejam, ia menyibak selimutnya dan mengambil handphonenya yang berada di meja belajar.
"Selamat malam, Jeno."
"Haechan, ini sudah malam."
"Aku tau."
"Terus kenapa lagi-lagi menelponku." Jeno mengernyitkan dahinya ketika mendengar suara motor dari sebrang telpon. "Tunggu, sekarang kamu ada dimana?"
"Di depan supermarket."
"Di jam 2 malam?! Ngapain kamu di sana?" Tanya Jeno.
"Malam ini aku lagi-lagi nggak bisa tidur, jadi aku ngikutin saran kamu buat makan atau minum susu. Tapi aku belum mengantuk juga sekarang, padahal aku sudah makan 2 ramyun dan 3 botol susu."
Jeno menepuk dahinya. Tiba-tiba merasa gemas dengan sosok yang sedang berbicara dengannya.
"Lebih baik sekarang kamu pulang, cuci muka, tangan dan kaki terus tidur. Kata Renjun besok kamu ulangan."
"Tapi Jen—"
"Haechan, pulang sekarang!"
"Oke, Jeno! Aku akan pulang sekarang. Selamat malam dan semoga mimpi indah."
[•]
Haechan memandang handphonenya dengan senyum manisnya, berbicara dengan Jeno seperti tadi benar-benar membuatnya merasa senang. Rasanya ia ingin berteriak sekarang. Malam ini Jeno kembali tidak dingin seperti kemarin-kemarin.
Ia malah terkesan khawatir ketika tau jika Haechan masih di luar. Atau itu hanya perasaannya saja?
Haechan masih tersenyum lebar, mengabaikan rasa sakit di sudut bibir dan juga pipinya. Sungguh, berbicara dengan Jeno merupakan obat tersendiri untuk Haechan.