11

6.2K 835 89
                                    

"Kalau kakak capek, kakak pulang aja. Kakak juga perlu istirahat." Ucap Haechan, masih dengan posisi berbaringnya, mata beruangnya menatap tepat di manik kelam Mark, seolah meyakinkan kalau dia sudah baik-baik saja.

Mark menggelengkan kepalanya, menolak usul Haechan. "Kalau ada apa-apa waktu kakak pulang, gimana?"

"Aku nggak separah itu, kak." Elak Haechan, lirih.

Tatapan Mark yang awalnya lembut berubah menjadi tajam, "Nggak parah?" tanyanya dengan alis yang terangkat satu.

"Kamu kekurangan darah, asam lambung kamu naik, pelipis robek. Sekarang liat lengan kamu," Mark menunjuk lengan Haechan yang tertutup pakaian rumah sakit. "Perban semua. Ini masih kurang parah menurut kamu?"

"Tapi kak—"

Mark menyela ucapan Haechan, "Nggak ada tapi-tapian. Sekarang kamu makan terus minum obatnya."

Tangannya meletakkan semangkuk bubur di meja samping tempat tidur Haechan lalu menarik kursi di sana sebelum akhirnya duduk dan mengambil kembali bubur di meja.

Haechan masih menatap Mark dengan mata memelasnya. Kalian harus tahu, bubur rumah sakit rasanya sangat hambar!

"Jangan natap kakak kayak gitu. Sekarang buka mulutnya."

Dan terpaksa, akhirnya Haechan kembali memakan bubur —hambar— rumah sakit dengan Mark yang telaten menyuapinya.

[•]

"Sudah tiga hari, ya?"

"Apanya yang tiga hari?" Tanya Felix yang mendengar gumaman Jeno di sampingnya. Sekarang mereka berada di lab komputer.

Tanpa repot-repot menoleh, Jeno menjawab, "Haechan belum keluar dari rumah sakit?"

"Kata dokter kondisinya belum stabil, jadi belum boleh keluar dari rumah sakit."

"Separah apa?"

"Apanya? Sakitnya?"

Jeno menganggukan kepalanya, menghasilkan kerutan bingung di dahi Felix.

"Anak OSIS belum jenguk Haechan? Tapi kemarin gue ada ngeliat anak OSIS ke rumah sakit di instastory Lele."

"Gue belum." Balasnya lirih dengan mata yang masih fokus ke arah komputer.

"Serius?!" Felix hampir saja memekik. "Ketua macam apa, lo? Anggotanya sakit tapi nggak jenguk sama sekali." Cibirnya.

Jeno memicingkan matanya, tiba-tiba kesal mendengar ucapan Felix.

"Gue sibuk. Banyak tugas di OSIS."

"Jenguk orang nggak sampe berhari-hari juga, Jeno. 30 menitan juga bisa. Atau 15 menit kalau lo emang sesibuk itu!"

"15 menit bisa gue pake buat konsultasi proposal."

Felix melebarkan mulutnya dengan dramatis, tidak habis pikir dengan pola pikir manusia di sampingnya.

"Lo lupa waktu awal-awal lo jadi ketua OSIS tuh gimana?! Kalau bukan karena Haechan, lo udah dari dulu lengser dari jabatan!"

Rasanya Felix ingin menarik Jeno keluar dari ruang komputer lalu meneriakinya habis-habisan.

Jeno mematikan komputernya tanpa menjawab perkataan Felix. Lalu dengan santai ia keluar dari sana, meninggalkan Felix yang kepalanya sudah hampir meledak karena kesal.

[•]

Jeno menggeliat dalam tidurnya ketika merasakan getaran dari ponsel yang ada di sampingnya. Matanya melirik ke arah jam yang menunjukkan pukul 01.53 malam.

Siapa yang akan menelponnya jam segini kalau bukan haechan?

Tunggu—

Haechan? Apa mungkin Haechan menelponnya?!

Matanya yang awalnya mengantuk tiba-tiba menjadi segar. Dengan segera diambilnya ponselnya, dan benar saja, kontak Haechan tertera di sana.

Berdehem sebentar sebelum akhirnya ia menerima panggilan, "Hm? Kenapa?"

"Jeno—"

Ia yakin pendengarannya masih bagus. Dan Jeno dapat mendengar dengan jelas suara di sebrang sana.

Itu bukan suara Haechan, tapi itu suara kak Mark.

Tibiciiii

Udah berapa lama aku ga up cerita ini :')  semoga masih pada inget ya..

Btw aku punya story' Nohyuck baru. Jangan lupa mampir ya gaesss💚



Dan untuk uri fullsun. Cepat sembuh ya😭 kalau disuruh istirahat tuh ya istirahat, jangan main game teros huhuhu..

02:00 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang