Jadi aku hanya mengizinkan Taehyung menaiki komidi putar saja. Itu juga dalam lima kali putaran sudah pusing-pusing dan mual. Tapi Taehyung kekeuh meminta satu putaran lagi entah apa maksudnya, mau sekalian biar pingsan atau bagaimana?
Hari juga mulai menggelap. Kami memutuskan untuk pulang. Namun tiba-tiba terlintas di pikiranku, aku ingin mengajak Taehyung ke suatu tempat. Ketimbang di taman bermain itu, sudah tahu fisik tidak memungkinkan malah sok membawaku ke sana. Akupun terus mengomelinya setiap detik agar dia sadar. Salah sendiri.
Dan di sinilah kami sekarang. Namsan tower. Salah satu destinasi wisata korea yang populer. Dulu digunakan sebagai pemancar radio dan televisi. Namun saat ini dialih fungsikan menjadi objek wisata. Tapi saat ini kok sepi pengunjung ya? Mungkin sekarang bukan weekend jadi tempat ini sepi. Hanya tiga samapi lima orang saja yang aku lihat.
Aku bisa melihat ribuan cahaya dari lampu-lampu perumahan yang berpendar di bawah sana. Sangat indah.
Langit gelapnya juga cantik berhiaskan kelap kelip bintang dan bulan yang menjadikannya terang seakan menerangi kami berdua dari atas sana. Di sini juga ada tempat khusus untuk memasang gembok.
Namsan tower menjadi tempat favorit pasangan yang sedang jatuh cinta karena gembok cintanya. Terdapat satu area di Namsan tower yang penuh dengan gembok yang dipasang di tembok.
Biasanya para pengunjung muda-mudi sudah mempersiapkan sebuah gembok yang ditulisi namanya dan pasangannya, kemudian dikunci, dan kuncinya dilempar ke bawah area gunung. Dipercaya mereka yang melakukan itu akan saling mencintai hingga akhir hayat.
Namun kami tak bisa menuliskan nama kami berdua di sini lantaran tak membawa gembok karena ini dadakan. Membuatku menyayangkan hal itu.
Hembusan angin menerpa helaian rambutku dan menyentuh kulitku. Ah sial. Aku tidak memperkirakan akan sedingin ini. Kami tidak membawa jaket pula. Hanya blezer seragam sekolah yang kami pakai, itupun tidak membantu mengusir hawa dingin.
"Tae pulang saja yuk. Dingin sekali." Ajakku pada Taehyung. Aku berdiri di pinggiran. Menempel pada besi pembatas setinggi dadaku. Aku mengajaknya pulang takut saja kalau nanti Taehyung masuk angin.
"Dingin?" Taehyung mengernyitkan satu alisnya. Wajahnya yang diterpa cahaya malam sungguh indah. Mata yang melengkung bak bulan sabit saat menatapku dengan senyuman. Aku memperhatikan perubahan wajahnya. Pipinya kini tirus tak seperti kemarin-kemarin yang masih berisi, membuat rahang tegasnya tercetak jelas. Dan juga kulitnya makin memucat. Ingin selalu ku basahi bibir kering Taehyung dengan madu. Agar tak kering dan membuatnya lembab.
"Iya." Jawabku sambil terus mengusap-usapkan telapak tangan dan sesekali meniupnya menyalurkan kehangatan.
Aku melihat dia beranjak mendekat padaku. Dia berdiri di belakangku dan dengan lembut dia genggam kedua tanganku untuk selanjutnya dia lingkarkan pada perutku.
"Hangat?"
Ku gelengkan kepalaku "Belum."
Lalu dia mengetatkan pelukannya lagi menyalurkan kehangatan untuk dihantarkan ke seluruh tubuhku.
Aku tersenyum.
"Tae."
"Ya?"
"Ceritakan masa kecilmu."
"Sejak kecil kan aku selalu bersamamu."
"Maksudku sebelum aku datang."
"Sebelum kau datang? Uhmmm...Itu sudah sangat lama sekali Jennie. Pasti aku sudah lupa."
"Ayolah Tae." Aku merengek seperti anak kecil yang minta dibelikan permen oleh ibunya.
Hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hoax [√]
Fanfiction(Sudah terbit dalam bentuk e-book. Tersedia di google playstore) "Jennie kerjakan PRku ya!" "Jennie ambilkan celanaku!" "Jennie ambilkan itu!" "Jennie kau dimana? Akan kutinggal ya kalau kelamaan." Jennie terus Jennie terus. Lama-lama Jennie cape ju...