Seribu Ma'af yang Tak Berarti

20 1 0
                                    

"Jika pilihanku itu benar, maka aku  akan memilih membencimu ketimbang  mema'afkan kesalahanmu yang terlalu banyak."

Ma'af. Satu kata yang sekarang memutari otakku terus-terusan. Orang bilang  mema'afkan orang yang punya salah sama kita itu lebih baik, dari pada terus-menerus  menyimpan dendam pada orang yang menurut kita salah.

Saat aku berada di titik orang yang salah. Aku selalu mencoba seribu kata dan  mencari seribu cara untuk membuat orang lain mema'afkan kesalahanku.

Tapi tatkala aku mendapat kekecewaan dari orang lain dan orang lain itu berusaha meminta ma'af padaku. Entah kenapa aku sangat sulit mema'afkannnya.

Sudah terhitung empat hari  aku berada di Bandung, tepatnya di rumah Kakek. Saat aku mengetahui kakek mempunyai kebun bunga Matahari, aku langsung bahagia mendengarnya dan segera ingin berkunjung ke kebun kakek itu.

Namun  ketika aku ingin pergi ke kebun itu, ternyata  ada seseorang yang  diam-diam mengikutiku kemanapun aku pergi saat aku  melihat-lihat bunga Matahari kakek.

Aku terkejut bukan main, tatkala dia mengutarakan maksudnya itu. Sungguh diluar dugaanku jika dia sampai mempunyai pemikiran seperti itu.

"Sok atuh Auvan, anjeun teh kunaon bet diam-diam nuturkan. Nara??" tanya kakek.

Laki-laki   yang bernama Auvan itu tidak kunjung juga menjawab setiap pertanyaan kakek, kakek bahkan sudah mengajukan lima pertanyaan yang sama  kepada laki-laki itu.

Aku yang geram karena tak sabar ingin segera mendengar jawabannya, pelan-pelan  aku mendekati laki-laki itu dan bersiap melilitkan sekendang kuningku di lehernya.

"Lo tuh jawab pertanyaan, Kakek!!! Atau lo mau gue bunuh lo dengan selendang kesayanganku ini????" ancamku pada dirinya.

Ku lihat mimik wajah laki-laki itu seakan mengatakan, "jangan..... Aku mohon jangan!!!"

"Yaudah, makanya lo jawab pertanyaan kakek  sekarang!!!"  ancamku.

Perlahan dia  mengarahkan wajahnya bergantian  untuk melihat kakek  dan juga aku.

"Ampun, Kek. Abdi teh teu aya maksud naon-naon ka neng geulis ieu teh!" ujar laki-laki itu.

"Terus kunaon atuh, Auvan??" tanya kakek.

"Jadi Kakek, Neng. Abdi teh salami ieu ngaheureuyan neng teh pedah  abdi ningal neng di kebun bunga Matahari wae" jelasnya.

"Terus hubungannnya sama gue tuh apa, Auvan????" tanyaku.

"Ma'af neng sateuacannna. Abdi teh  sieun neng  teh ngarusak tanaman bunga Matahari. Jiga nu jalma nu kamari tea anu berkunjung kadieu"

Pantas saja laki-laki itu ngerjain aku berkali-kali,  bukan  karena aku yang salah tapi dia yang salah menempatkan aku seperti orang  yang salah yang tempo hari merusak  tanaman bunga Matahari kakek.

Bahkan aku sempat mendengar berita   itu, kakek sampai pingsan dan dilarikan ke puskesmas terdekat karena insiden itu.

"Auvan. Ieu teh cucu kakek, Nara namanya. Maenya cucu Kakek teh aya niat teu baik ka Kakek" jelas kakek.

Sun Flowers with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang