part 13 # Berusaha Bersembunyi dari Kenyataan

9 1 0
                                    

"Kamu itu seperti bunga Matahari, karena kamu selalu memberi kebahagiaan dan kehangatan untukku."

Karena tidak ada seorangpun yang mencurigakan olehnya, laki-laki itu langsung kembali fokus mengerjakan tugasnya.

Aku kembali mengambil bebatuan  lagi yang kali ini lebih besar dari sebelumnya. Biar  dia tahu rasa dan kesakitan karena batu ini.

Sempat melirik ke arahnya beberapa kali dan dinyatakan aman, aku menggeser tubuhku lebih depan untuk mempermudahkanku melempar batu ini ke arahnya.

Plukkk...

Kali ini sasaranku tepat mengenai kepala laki-laki itu. Aku tersenyum puas dalam hati melihatnya kesakitan.

"Aduh, ieu teh saha atuhnya????" teriaknya yang langsung mencari dalang si pelempar batu.

Ku lihat laki-laki itu berjalan ke belakang dan semakin belakang hampir dekat dengan tempat persembunyianku sekarang, buru-buru aku menggeser tubuhku ke belakang dan lebih menutup lagi tubuhku dengan selendang kuningku.

Ku lihat matanya melirik-lirik ke bawah curiga dengan kolong saung tempat persembunyianku. Untunglah sekarang aku pindah bersembunyi di antara tanaman bunga Matahari yang telah mati, jadi tubuhku tidak terlalu kelihatan.

"Siga aya nu koneng-koneng, naonnnya???" ucapnya mencoba menelisik di kolong saung.

Susah payah aku menahan nafas dan berusaha mungkin untuk  tidak terdengar olehnya.

Deru jantungku rasanya cepat sekali seakan-akan meminta oksigen yang banyak untukku hirup kali ini.

Karena takut, aku memejamkan mataku dan berdo'a dalam hati supaya aku tidak tertangkap olehnya.

Bukan, bukan karena aku takut padanya yang  akan di marahi besar-besaran. Melainkan aku ingin membalas dendamkan lagi pada dia yang udah nyamar jadi hantu aneh sewaktu aku pertama kali menginjakkan kaki di kebun kakek.

Karena persembunyianku tidak  berhasil   di curigai olehnya, akhirnya ku lihat laki-laki itu segera menjauh dari tenpatku dan kembali ke tempatnya bekerja.

Alhamdulillah, akhirnya gak ketahuan. Akhirnya aku sekarang  bisa bernafas lega dan duduk santai di atas tanah. Aku tidak peduli lagi jika bajuku akan kotor marena tanah, yang penting sekarang aku harus mengistirahatkan tubuku yang sedari tadi berjongkok lama.

Sesuatu yang tidak diharapkan terjadi padaku, kakiku rasanya gatal sekali tidak seperti gatal pada biasanya. Tanpa sempat melihat ke bawah, aku  menggaruk kakiku kencang berusaha meredakan rasa gatalnya itu.

Semakin lama aku merasakan kakiku semakin gatal, nyaris semua sisi kaki aku garuki. Merasa penasaran, aku membuka sepatu boots yang aku pakai dan alangkah kagetnya aku. Ternyata di dalamnya banyak sekali semut yang mengelilingi kakiku.

Wussst wusstt, wuusssssttt sana  pergi.....

Aku mencoba menghilangkan semut-semut rangrang yang menempel pada kakiku, kulit kakiku yang tadinya putih mulus sekarang berubah menjadi merah-merah dan muncul beberapa bekas bentol-bentol besar di kakiku.

Bulu kudukku yang tadinya tertidur kini mendadak terangkat semua, aku menatap ngeri kakiku yang sebagian besar berwarna merah.

Saat aku sibuk mengusir semut-semut rangrang di kakiku, tiba-tiba ada sebuah suara yang mengagetkanku, hingga...

"Ya Allah Aurelllll, eta semut meni loba kitu!!!!" ucapnya keras mengagetkanku.

Jantungku mendadak berpacu lebih cepat dari biasanya, aku takut jika persembunyianku akan di ketahui oleh laki-laki yang bernama Auvan itu.

"Aurel.... sini atuhh, ulah didinya wae!!!!" ucapnya khawatir akan keadaanku sekarang.

Karena sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit dan gatal di kaki, terpaksa aku menuruti perintah Ayu tadi dan berjalan menuju saung.

Untunglah Ayu berada tepat di depanku ini langsung sigap membantuku, dia menuntunku sampai terduduk di saung dan membantuku mengusir semut-semut rangrang yang masih menempel di kakiku.

"Makana, Neng. Ulah sok ngajailan ka batur. Tuh kan aya akibatna!!!!"

Refleks aku dan Ayu berhenti mengusir semut-semut rangrang dan langsung  melihat  orang yang berbicara tadi di depan kami.

"Ehhhh, jangan asal nuduh,  ya!!!! Lo itu gak tahu apa-apa!!" ucapku tak terima dengan tuduhannya itu.

"Nya bener atuh, Neng!!!! Abi teh ningali ku empat mata sendiri Neng Aurel teh nyumput diditu!!!" ucapnya langsung mengarah ke tempat persembunyianku tadi.

Kenapa dia tahu kalau aku bersembunyi disana. Aku gelagapan sendiri mendengar pernyataan benarnya itu. Perasaan laki-laki itu tidak menemukanku dan langsung  pergi lagi melanjutkan pekerjaannya, tapi kenapa dia tiba-tiba tahu semuanya???.

"Gu....gue gak sembunyi!!!" ucapku berbohong.

"Alah..... udahhh ahhhh ulah ngabohong, Neng!" ucapnta tak terima aku berbohong padanya.

"Ohhh, jadi Aurel teh aya diditu  di antara bunga Matahari teh sembunyi ti aa Auvan???" tanya Ayu yang mulai mengerti dengan semuanya.

Percuma saja jika aku akan berbohong lagi, tohhh pasti laki-laki itu akan menuntutku untuk segera berkata jujur padanya.

Aku memasang senyumku lurus mencoba bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa, "Iya" ucapku singkat tak berbelit.

"Terus naha Aurel nyumput?  Emangna Aurel punya salah ka aa Auvan??"

Pertanyaam Ayu tadi sukses membuatku diam seribu bahasa, jika  aku jujur menjawab pertanyaan itu otomatis laki-laki itu akan tersenyum puas melihatku akhirnya jujur juga.

"Tuh Neng, jawab!! Lain diam wae !!" ucap laki-laki itu  tak sabaran.

Aku menelan salivaku pelan, berusaha memastikan diriku  tidak tetlalu terontrogasi oleh ke dua orang di depanku ini.

"Ya gue tuh, di situ lagi lihat-lihat bunga Matahari yang mati, kali aja ada bunga Matahari yang masih hidup tak terlihat" elakku berusaha menghilangan kecurigaan ke dua orang itu.

"Ohhhh, berarti neng Aurel teh rajinnya. Sampai lihat-lihat lagi bunga Mataharinya padahal udah di buang oleh para pegawai sini" ucap Ayu polos.

Lantas aku tertawa diam-diam dalam hati, ternyata Ayu ini memang  orang yang lebih polos dari yang ku kira sebelumnya.

"Iyalah Yu, kan gue cucunya kakek. Jadi harus ikut mengamati juga" ucapku mantap sambil memasang seringaian ke laki-laki itu.

Ku lihat sorot matanya yang tadinya menajam ke arahku berubah menjadi seperti biasanya. Sempat ku tangkap ada tanda kekecewaan dari wajahnya.

"Neng...."

"Apa??? Gue udah bilang kalo gue gak sembunyi gara-gara lo" ucapku tanpa peduli lagi akan perasaannya itu.

Ku lihat dia menghembuskan nafasnya kasar, dan berusaha mungkin berlapang dada menerima alasanku tadi. Sedangkan Ayu, dia menganggukkan kepalanya pelan dengan ekspresi wajah yang aku juga tidak dapat  mengenalinya.

Biarlah laki-laki itu juga  tahu jika aku juga kesal gara-gara dia tidak kunjung juga jujur  padaku kemarin-kemarin.

Enak saja aku baru saja mengerjainya satu kali masa  langsung di ketahui olehnya, yang aku inginkan adalah aku mengerjai laki-laki itu sampai berpuluh-puluh kali tanpa di ketahui olehnya.

Aku tersenyum puas mengkhayalkan keinginanku itu, diam-diam aku memikirkan matang-matang  rencana apa yang cocok untuk mengerjai laki-laki itu lagi.

Next part,....



Sun Flowers with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang