"Setiap orang pasti mempunyai masalahnya masing-masing. Karena itu, setiap orang pasti punya alasan khusus, kenapa tidak mau berbagi masalahnya dengan orang lain."
Sesuai janji semalam dimana akan ada sebuah kiriman untukku pagi ini, aku memaksakan diriku untuk bangun pagi lebih awal dari biasanya.
Padahal semalaman aku bergadang karena tidak kunjung juga mengantuk hanya gara-gara penasaran akan pesan misterius dari orang yang tak di kenal itu. Dan sekarang, karena penasaran juga, aku harus sabar menunggu satu jam setengah lagi menuju jam tujuh.
Aku mematung diriku sendiri di depan jam dinding besar di ruang tamu, aku sengaja memilih berdiam diri di ruang tamu. Karena hanya dengan itu, ketika kiriman datang aku langsung mengetahui siapa pengirimnya dan apa yang di kirimkannya.
Kakiku rasanya pegal sekali karena sedari tadi terus saja berdiri dan untuk menghilangkan rasa pegal di kaki, aku berusaha bersikap seolah-olah jika aku sedang hormat pada sang saka merah putih merah putih.
Biasanya orang yang sedang mengikuti upacara akan selalu berdiri tegap sampai upacara itu selesai. Tapi, jika aku melakukan itu terus-menerus, bisa-bisa orang yang ada di rumah kakek ini akan menganggapku gila.
Aku mencoba menjalankan kakiku mengelilingi meja besar di ruang tamu, sambil menghilangkan ke jenuhan yang tiap kali menyerangku. Sudah sepuluh putaran aku mengelilingi meja, tapi tak kunjung juga tanda-tanda kiriman itu datang.
Biasanya jika aku melakukan sesuatu waktu akan terasa begitu cepat. Sekarang, setiap bergantian detik saja sangat terasa lama.
Udah nunggu dari pagi juga, tapi kiriman itu belum datang-datang. Karena lelah, aku menghempaskan diriku di atas sofa. Biarlah aku menunggunya sambil duduk manis disini. Tohh, nanti juga datang dengan sendirinya.
Untung kakek masih di dalam kamar, jadi kakek tidak akan melihatku duduk di sofa sendirian karena sedang menunggu sesuatu. Aku tidak mau jika kakek tahu akan hal ini, bisa jika kakek tahu, dia akan menyuruhku pulang lebih cepat ke Jakarta. Karena aku tahu, kakek sangat khawatir denganku.
Kenapa aku gak kepikiran ya, Nge-videoin hal ini??.
Tanpa menunggu lama lagi, aku lari terbirit-birit ke kamarku dan mengambil sebuah kamera.
Untung saja masih pagi, jadi otakku masih fress untuk berpikir.
Aku yakin seratus persen jika orang itu akan menyimpan kirimannya di teras depan rumah. Tidak mungkin juga jika orang itu menyeludupkan kirimannya ke dalam rumahku, karena ketika orang itu akan masuk ke dalam rumah, pasti akan kepergok olehku, bukan??.
Karena aku tahu jika orang misterius itu akan beraksi dengan misterius juga, tidak mungkin di lakukan secara terang-terangan seperti kiriman dari shopee yang harus di tanda tangani dulu sebagai bukti barang sudah di terima.
Dimana ya, tempat yang aman??? Aku mengamati sekeliling teras depan rumah kakek untuk mencari tempat yang aman untuk memasang camera tersembunyi.
Jika aku menyimpannya begitu saja di atas meja, bisa-bisa orang itu akan lebih dulu sembunyi sebelum memunculkan sosok dirinya.
Bisa-bisa kiriman misteriusnya itu tidak jadi gara-gara aku merekamnya dengan kamera.
Apa aku menyimoannya di situ ya??. Mataku tertarik dengan sebuah tempat yang aku yakin seratus persen tidak akan diketahui oleh siapa-siapa. Bahkan oleh kakekpun, rasanya tidak.
Secara aku akan menyimpan kamera milikku ini di antara bunga-bunga yang tersusun rapi di teras rumah.
Cukup baik, mudah-mudah tidak akan di ketahui oleh siapa-siapa. Aku mulai menyimpan kameraku di vas bunga dan menyembunyikannya dengan dedaunan yang terbilang cukup menutupi kameraku.
Tinggal lima menit lagi menuju jam tujuh, sebentar lagi orang misterius itu pasti akan datang. Tanpa menunggu lama lagi aku masuk ke dalam rumah dan mulai mengintip dari kejauhan.
Belum ada tanda-tanda yang mencurigakan di teras rumah, hanya ada bi Asih yang berjalan ke teras depan. Apa orang itu tahu ya, jika aku akan merekam aksinya???.
Aku menghela napas lelah menunggu kiriman itu. Badanku sudah terasa pegal sekali karena sedari tadi terus saja membungkuk di balik gorden berusaha mengintip di jendela samping rumah kakek.
Empat menit, tiga menit, dua menit dan tinggal satu menit lagi menuju jam tujuh pas. Aku membuka mataku bulat-bulat bersiap-siap melihat dengan kepalaku sendiri apa yang akan terjadi di depan mataku.
"NARA, nuju naon didinya???"
Aku tersentak kaget saat tiba-tiba kakek memanggilku dari arah kamarnya. Aduhhh kakek, kenapa harus sekarang si??? Ganggu aja.
Terpaksa aku membalikkan tubuhku dan melihat mimik kakek yang tidak dapat aku artikan sama sekali.
"Kakek, Nara lagi ngebersihin kaca jendela" jawabku berbohong pura-pura meniupi kaca dan membersihkannya dengan tanganku.
Ku lihat alis kakek menaut ke atas, percaya tidak percaya dengan jawabanku tadi.
"Nara, sok berenti ulah ngabersihkeun kaca!! Etamah pagaweanna bi Asih" larang kakek yang tidak suka dengan tindakanku.
Andai saja kakek tahu maksud terselubungku, pasti kakek juga akan ikut-ikut mengintip kiriman misterius itu.
"Kakek, Nara juga bisa kok ngebersihin kaca jendela. Masa harus bi Asih terus yang ngebersihin ini" elakku teguh pada pendirianku.
"Kakek lain ulah, Nar. Tapi kan kamu oge apal kumaha sikap bapa kamu"
Aku menghembuskan napasku kasar, kesal dengan ucapan kakek tadi. Itu juga pura-pura, gimana kalo beneran??? Pasti larangan kakek lebih sadis dari ini.
" iya-iya. Nara gak ngelanjutin ini lagi" ucapku malas mencoba bersikap biasa -biasa aja.
Astaghfirulloh....... Kenapa aku lupa???.
Teringat sesuatu aku membalikkan tubuhku dan mengintip dari gorden jendela ke teras depan rumah kakek, detak jantungku tiba-tiba saja terasa cepat mungkin karena tidak sabar lagi menunggu sesuatu.
Buru-buru Aku melihat arloji di tanganku, jam 07.05. Ternyata waktuku cukup terkuras gara-gara berdebat dengan kakek tadi.
Apa orang kiriman itu sudah sampai ya??? Tapi kok, aku gak ngelihat orangnya sama sekali??.
Aku membungkukkan badanku sendikit jaga-jaga kalau tindakanku akan di ketahui olehnya.
"Nara, kamu teh ka Kakek ges wani nganteupkeun Kakek sendiriannya" ucap kakek yang kembali bersuara.
Bukannya kakek dari dulu sampai sekarang hidup sendiri??? tanpa di temani istri.
Seperti masuk kanan keluar kiri, aku tidak menghiraukan ucapan kakek tadi. Aku memilih memfokuskan mataku menghadap keluar ke teras depan.
Samar-samar aku mendengar kakek berkata lirih, "Dasar budak zaman ayeuna, orang tua lagi ngobrol tapi teu di anggap."
Ku lihat kakek sekilas dan mendapatinya sedang memasang muka masamnya. Apa aku tadi keterlaluan, ya?? Sampai-sampai kakek murung kayak gitu.
Allohuakbar,......... kamera saha ieu????
Kakek...... Neng Aurel.....
.....Next part...OK!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun Flowers with You
Novela JuvenilAurellia Sakha Queenara. Gadis penikmat pancaran cahaya ke bahagiaan bagi hidupnya yang sebentar lagi akan ditinggalkannya untuk selama-lamanya. Hanya dengan sebuah bunga Mataharilah dia menyempurnakan hidupnya di tengah melawan rasa sakit yang tia...