part 19 # Jangan Ambil Kebahagiaanku

7 0 0
                                    

"Tolong jaga kebahagian itu sebaik mungkin. Karena kamu tak tahu, kapan kesedihan itu datang."

Meskipun tadi ada masalah sedikit dengan laki-laki itu, aku tidak bisa memaksakan diriku untuk mema'afkan dirinya sepenuhnya. Padahal kesalahannya itu sudah aku anggap bagai buih dilautan yang jelas banyak tak terhitung, tapi dengan terpaksa aku mema'afkannya dengan cuma-cuma.

Gara-gara kakek memanggil Ayu kembali, terpaksa aku melanjutkan menanam bunga Matahari ini bersama laki-laki aneh itu. Sial, rasanya jika aku terus berdekatan dengannya, bisa-bisa aku jadi gila.

Tenggorokanku rasanya kering sekali, butuh air untuk menyejukkan dahagaku ini. Air mineral dalam botolku sudah habis gara-gara aku meminumnya terus-terusan tanpa memikirkan buat nanti. Padahal pekerjaanku ini masih banyak dan masih lama lagi.

"Ini, Neng" ucap seseorang di belakangku sambil memberikan sebuah botol air berwarna kuning.

"Ini apa?, dan kenapa warnanya kuning?" tanpa menjawab, dia mendaratkan pantatnya persis di sebelah tubuhku.

"Lo, gak racunin gue, kan??" tanyaku memastikan.

"Aduhhh, Neng. Eta teh air perasan jeruk peras"

Tanpa menunggu lama, aku langsung meminum perasan dalam jeruk tadi sampai habis tak bersisa. "Enak, makasih ya" ucapku yang langsung menyerahkan botol kosong tadi ke arahnya.

"Ya Allah, Neng. Neng Aurel teh geulis, tapi jagonya ngabisin eta cai sakitu" ucapnya tak percaya.

Aku tersenyum memperlihatkan semua deretan gigi putihku, "Jeeehhh, gue juga manusia. Butuh minum" ucapku membela diri.

"Tapi, lo yang buatin minum tadi??? Kok enak banget???" tanyaku penuh selidik.

Ku lihat laki-laki itu mengarahkan matanya ke belakang beberapa kali, dan memasang wajah tanpa dosanya itu.

"Lain"

"Terus??"

"Tadi, Ayu nu ngadamel es jeruk peras" ucapnya jujur.

Aku tersenyum lurus mendengar ucapannya tadi. Tak tahu kenapa, sempat ada rasa kecewa dalam hatiku. Aku kira laki-laki itu yang membuat es jeruk tadi, tapi ternyata bukan.

Meskipun masih tubuhku masih lelah, aku memaksakan diriku berdiri untuk melanjutkan pekerjaan ini lagi.

"Yu, lanjut lagi!!" ucapku sopan tak seperti biasanya. Rasanya es jeruk tadi sedikit membanntu diriku untuk bersikap baik pada laki-laki itu, karena dia sabar ngajarin aku sekarang.

Meskipun laki-laki itu adalah laki-laki aneh yang aku temui di kebun kakek. Tapi, aku juga menghargainya dengan baik, bukan??.

Tanpa menunggu lama, laki-laki itu langsung berdiri dan memasang wajah herannya itu, "Neng Aurel teh, teu salah? Tadi ngomong ka abi sopan?" tanyanya tak percaya.

"Iya, dan lo gak usah BAPER gara-gara tadi!"

"Baper??? Naon eta teh, Neng?"

Aku menggigir bibirku keras, kesal dengan pertanyaan polosnya itu.

Baru saja aku akan bersikap baik padanya, tapi malah kasar lagi, gara-gara sikap polosnya itu.

"Gak penting" ucapku berusaha meredakan emosiku.

Untungnya laki-laki itu tak bertanya lagi dan memilih bungkam tak berkutik.

.......

"Alhamdulillah" aku menatap puas hasil pekerjaan di depanku sekarang.

Setelah berjam-jam membuat lubang untuk menanam bunga Matahari, akhirnya selesai juga. Auvan sempat ingin membantuku, tapi aku menolaknya agar dia hanya memperhatikanku dari dekat apa yang aku kerjakan sekarang.

Aku tidak mau jika kebun kecilku sekarang, ada campuran tangan orang lain, rasanya kurang puas saat aku menikmati hasilnya nanti.

"Terus, abis ini apa?" tanyaku tanpa menoleh ke arah laki-laki itu.

Laki-laki itu memberikanku sebuah bungkusan bibit bunga Matahari, "Sekarang?" tanyaku memastikan.

"Ya, enya atuh, Neng. Sekarang"

Aku mengangguk pelan dan langsung berjalan ke tengah tanah yang akan aku tanami sekarang, "Ehhhh ehhhh, ulah kadinya atuh, Neng. Ulah!!!" ucapnya melarangku.

Aku menoleh dan mendapatinya sedang marah, "Katanya sekarang, tapi jangan."

Laki-laki itu berjalan menghampiriku tanpa menginjak tanah yang akan menjadi kebunku nanti, "Maksud abi tehnya, Neng. Ulah di tengah dulu!! Tapi di sisi dulu" ucapnya memperingatiku.

Bener juga, ya??? Kenapa aku tadi bodoh banget???.

Tanpa menunggu perintah darinya, aku langsung berputar arah dan menuju ke tempat dimana laki-laki itu berdiri.

"Nihnya, Neng kieu" ucapnya sambil menaruh bibit ke dalam lubang, "Terus di tutupin pake kaki pelan-pelan."

Aku Kalo gitu mah, aku juga tahu.







Sun Flowers with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang