"Disaat hati ini tak mampu lagi menahan kesedihan, tolong jagalah penawar obat yang berada di hatimu."
Aku bersiap-siap memasang kuda-kuda saat dia mencoba menyentuh bagian tubuhku yang lain, "Aaaaasassss mau apa lo??? Mau apa???" ucapku sengaja mengagetkannya dan langsung berdiri di atas sofa.
Hampir saja dia terjungkal karena reaksiku yang mendadak tadi, kulihat tangan kanan laki-laki itu menyentuh dada kirinya dengan deru napas ngos-ngosan, "Allohu akbar....... rewas atuh.....abi teh, Neng...!!!!!" ucapnya mencoba menyeimbangkan tubuhnya lagi.
"Lo, kenapa main pegang tubuh gue, Lo mau cabulin gue????" ucapku emosi sambil mengarahkan jari telunjukku ke arahnya.
"Astaghfirulloh, Neng..... amit-amit atuh mun abi nyabulan Neng. Emangna eweh deui awewe!!!" ucapnya tak kalah emosi denganku.
Kalau saja aku punya tongkap ajaib, mungkin laki-laki di depanku ini akan aku ubah jadi kodok. Percuma jadi manusia, tapi otaknya seperti kodok.
"Ehhhh, harusnya gue yang marah bukan lo. Gimana sih????" teriakku kesal.
"Neng, kenapa marah ka abi???" tanyanya polos.
Aku mengacak rambutku frustasi, kesal dengan tingah lugunya itu. "Lo, bikin gue KEZELLLL sangat KEZELLL!!!!!" teriakku emosi sambil melemparkan bantal-bantal sofa ke arahnya.
"Aduhhhh duuhhhh, Neng. Udah atuh, Neng!!!!!" ucapnya memohon tak kuat dengan lemparan bantal yang ku berikan.
"Rasain Lo, rasain!!!" aku berjalan di atas sofa ke sofa yang lain untuk mengambil bantal yang lainnya.
Kulihat dia tak mau kalah denganku dan malah melempar balik bantal ke arahku juga.
Cukup menguras tenaga dan emosi bertengkar dengan laki-laki lugu itu. Merasa tak kuat lagi untuk membalas lemparan bantal itu, aku menurunkan tubuhku ke lantai dan memegang dadaku pelan.
"Udah ahhhhh, cape nihh!" ucapku memohon tak kuat dengan nyeri dadaku sekarang ini.
Padahal baru saja sepuluh menit berlangsung, tapi rasanya dadaku kekurangan oksigen yang cukup banyak hari ini.
"Iya, Neng. Cape abi ge" ucapnya lemah sambil mendudukkan dirinya di atas lantai.
Aku mengatur nafasku pelan berusaha mengumpulkan oksigen yang cukup banyak untuk ku hirup kali ini, namun ada sesuatu yang dominan untuk sekarang ini. Perutku rasanya perih sekali, ingin di isi dengan makanan.
"Van..." ucapku lemes memanggil laki-laki itu.
"Kunaon, Neng???" ucapnya siaga seperti menunggu perintahku.
Diam-diam aku tertawa dalam hati , dia sigap sekali pas aku berkata tadi.
"Laper" ucapku selemah mungkin supaya mendapat rasa simpati darinya.
Seketika dia terkesima dengan permintaanku tadi, mulutnya yang tertutup tiba-tiba membentuk o dan matanya melebar memenuhi tiap sudut matanya.
"Gue laper, dan......." ucapku menggantung memikirkan kata selanjutnya.
"Selanjutna naon, Neng???" tanyanya tak sabaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun Flowers with You
Teen FictionAurellia Sakha Queenara. Gadis penikmat pancaran cahaya ke bahagiaan bagi hidupnya yang sebentar lagi akan ditinggalkannya untuk selama-lamanya. Hanya dengan sebuah bunga Mataharilah dia menyempurnakan hidupnya di tengah melawan rasa sakit yang tia...