Two

60 8 2
                                    

"Lalu kau ini apa? Apakah kau hantu?" tanya Hazel, masih mencoba memelankan nada bicaranya agar Yoongi tak mendengar suaranya.

"Anggap saja begitu."

Hazel hendak berlari dan mengadu tentang semua kegilaan ini kepada Yoongi namun V bersuara lagi. "Yoongi pasti menganggapmu tidak waras jika kau menceritakan tentang dirimu yang bisa mendengar bisikanku."

Lalu Hazel terdiam. Benar juga. Hal itu bahkan tak terpikir olehnya sama sekali. Dasar tolol.

"Tunggu! Bagaimana kau bisa tahu namaku, V? Nama Yoongi juga? Apa maumu? Apakah kau mengintai kami?" tuduhnya dengan tatapan curiga.

"Aku tidak mengintai kalian. Sama sekali tidak pernah. Karena aku akan menjadi bagian dari kehidupanmu, Hazel. Anggap saja aku ini malaikat pelindungmu jadi aku tahu segala hal tentang dirimu dan juga Yoongi."

Hazel merasa perutnya bergejolak mual saat ini juga. Apa tadi katanya? Oh, tidak. Hazel sama sekali tidak ingin bisikan itu mengulangi kata-kata tadi.

"Terserah kau saja."

"Baiklah. Tidurlah, Hazel. Besok kau harus sekolah. Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Ibu mu sudah tenang di atas sana."

"Aish, berhenti berbisik di telingaku." geram Hazel lalu naik ke atas tempat tidur. Iya, suara itu berbisik terus tepat di telinga Hazel dan membuat gadis itu nyaris gila semalaman. Rasanya seperti tengah dihantui oleh bisikan yang nyatanya ingin sekali dimusnahkan olehnya.

"Aku tidak bisa berhenti sampai kau tidur, Hazel. Tidurlah dan aku akan berhenti berbisik."

Lalu Hazel berdoa sebelum akhirnya gadis itu menutup matanya dan tidur hingga fajar menyingsing.

***


"Yoon, apa kau mendengar suara seseorang?" tanya Hazel kepada Yoongi yang kini tengah fokus menyetir.

Yoongi menoleh sekilas ke arah Hazel dan menggeleng pelan, "Tidak. Kenapa? Apa kau sedang berhalusinasi?" tanya nya balik membuat Hazel bungkam seribu bahasa. Ia tak menjawab pertanyaan Yoongi. Ya, bisa saja Hazel memang berhalusinasi.

"Apakah kau sering mendengar suara itu?" tanya Yoongi lagi tanpa melepaskan atensinya kepada jalanan.

"Iya?" jawabnya lebih terdengar seperti sedang bertanya. Lalu Yoongi menghembuskan nafasnya pelan, "Mungkinkah kau mengidap penyakit skizofrenia?"

Hazel mengedikkan bahu, "Entahlah. Aku...tidak tahu."

"Mau periksa ke psikiater?"

"Jangan mau. Kau normal, Hazel. Kau seratus persen normal. Sudah kubilang, jangan katakan apa-apa kepada siapapun. Yoongi pasti sudah menganggapmu gila saat ini."

Hazel terdiam sesaat setelah mendengarkan bisikan V dengan seksama sebelum akhirnya gadis itu menggeleng— mengikuti apa yang disarankan oleh bisikan V yang baru saja ia dengar. "Tidak perlu. Aku tidak ingin bertemu dengan psikiater ataupun semacamnya."

Yoongi mengangguk paham. Ia jelas tahu bahwa adiknya itu sedikit aneh sejak kematian Ibu nya. Berusaha menampik segala pikiran buruk yang semakin menggerayangi pikirannya, Yoongi lantas melajukan mobilnya dan membelah kota Seoul yang untungnya tidak sedang dilanda macet.

Hazel sempat melambai kepada Yoongi setelah gadis itu berjalan memasuki sekolahnya.

Kelas sudah ramai oleh para siswa yang asik dengan kegiatannya sendiri. Terutama bagi para gadis yang kini tengah bergosip ria dipagi hari.

Hazel mencoba untuk tidak peduli terhadap sekitar dan lebih memilih untuk segera duduk ditempatnya sendiri daripada ikut memusingkan mereka yang sama sekali tidak ada gunanya bagi Hazel.

"Mereka menertawakanmu karena kau tidak punya teman." bisikan itu datang lagi ke dalam telinga Hazel. Terdengar begitu jelas dan nyata. Lalu gadis itu mengedikkan bahu seolah ia tak masalah dengan para gadis yang menggosipkan dirinya. "Biarkan saja. Mereka selalu seperti itu padaku. Aku sudah terbiasa."

"Kau benar-benar tidak punya teman?" bisiknya pelan lalu perlahan hilang seperti terbawa angin.

"Iya. Kenapa? Kau juga ingin menertawakan aku? Silahkan."

"Kau pasti kesepian. Tetapi sekarang sudah tidak lagi. Ada aku. Aku yang akan menjadi sahabatmu, Hazel."

Hazel merasakan bulu roma nya meremang. Berteman dengan hantu? Oh, itu jelas bukan perihal yang bagus dan seharusnya Hazel menjauhi V sejak awal dan berpura-pura tidak mendengar bisikannya namun entah mengapa rasanya sulit sekali dan hal gila nya adalah... Hazel menyukai suara bisikan itu. Terdengar tegas, namun menenangkan hati dan jiwanya.

"Bagaimana wujud aslimu, V?" tanya Hazel mencoba mengalihkan topik pembicaraannya dengan V.

Tidak ada suara bisikan itu lagi. Hazel memandang ke sekeliling arah, namun jelas saja ia tidak akan pernah bisa melihat keberadaan V. Dunia mereka berbeda. Sangat berbeda.

"Mereka menganggapmu gila karena berbicara sendiri. Sebaiknya aku diam saja, ya." izinnya namun Hazel buru-buru melarang. Ia hanya butuh teman bicara. Hazel membutuhkan V.

"Aku tidak peduli. Sekarang jawab aku, V." tuntut Hazel penuh akan rasa penasarannya tatkala suara bisikan halus dari V itu memenuhi rungunya sejak semalam.

"Yang jelas aku ini lelaki, Hazel. Berhidung mancung, beralis tebal, berambut hitam, bibir merah, tatapan tajam yang mengintimidasi, rahang yang terpahat kuat dan tegas. Dan aku tampan."

Hazel terdiam setelah mendengarkan V mendeskripsikan dirinya sendiri. Lalu gadis itu menyahut pelan, "Lalu dimana kau, V? Mengapa kau tak menampakkan dirimu agar aku bisa melihatmu?"

"Maaf, Hazel. Aku tidak bisa melakukannya. Sangat sulit. Aku tidak diperbolehkan untuk menampakkan diri. Cobalah untuk membayangkan bagaimana diriku di dalam pikiranmu."

"Caranya?"

"Bayangkan saja bagaimana wajahku menurut apa yang ada dibayanganmu. Yakinlah pada hatimu. Berimajinasilah dan bayangkan wajahku selama kau mau, Hazel." []

***

a/n: OMGGG!!! Gaje banget ya? Mian. Aku bakal berusaha lebih keras lagi untuk kalian semua yang udah bersedia mampir ke ff ini. Jangan lupa dengan vote dan comment nya ya. Tolong hargai Author. Aku ngetiknya udah panjang loh. Oke? Semoga kalian semua terhibur dengan adanya cerita ini.

Whisper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang