Min Hazel mempercepat langkah kakinya bersama dengan suara ketukan antara sepatunya dengan lantai yang menciptakan suara merdu dan indah. Namun ini bukan saatnya untuk membahas tentang suara ketukan sepatu. Situasinya lebih genting daripada ketika kau tengah dikejar oleh anjing gila di jalanan.
Derit pintu terdengar terbuka dan menampilkan sosok Hazel dengan penampilan semrawut dan keringat yang meluncur dimana-mana. Bau obat-obatan yang memuakkan kian tercium hingga memenuhi rongga hidung Hazel yang kini mulai melangkah masuk ke dalam salah satu ruangan dimana seseorang tampak tengah berbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan infus yang menancap ditangannya.
Gadis itu mendekat lalu menahan napas sejenak. Kekhawatirannya meluap sejak gadis itu diberi kabar kalau si bodoh Park Jimin itu melakukan percobaan bunuh diri dengan mencoba memotong pergelangan tangannya sendiri.
"Jimin... Apa kau gila? Kenapa kau nekat sekali, sih? Aku mengkhawatirkan dirimu, bodoh." Hazel berbicara pada Jimin yang tampak berbaring dengan mata terpejam. Hazel meloloskan air matanya lalu mengusapnya perlahan, "Untung saja tidak terpotong sepenuhnya. Kau harus cepat sembuh, Jim. Kalau kau sembuh," Hazel menjeda kalimatnya lalu menghirup kembali ingusnya yang nyaris keluar lalu gadis itu melanjutkan—masih dengan isak tangisnya yang terdengar memenuhi ruangan bercat serba putih itu. "...Kalau kau sembuh, aku akan langsung mencekikmu karena kau nyaris melenyapkan dirimu sendiri."
"Tenanglah, Hazel. Aku yakin Jimin pasti bisa sembuh."
"Iya. Semoga saja si bodoh ini cepat sembuh."
Hazel tahu kalau Park Jimin itu memang sedang ada masalah di keluarganya tetapi seharusnya pemuda itu tidak bisa menyelesaikan masalahnya dengan bunuh diri. Itu adalah suatu tindakan konyol yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Hanya orang bodoh saja yang akan melakukannya. Salah satunya adalah Park Jimin yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit.
Ruangan tempat Jimin dirawat tampak sunyi. Tanpa ada Ayah, Ibu, Adik, Kakak, maupun sanak saudara lainnya yang menjenguk pemuda bersurai caramel itu. Kenapa? Apakah Ayah dan Ibunya sesibuk itu sampai tak sempat menjenguk Anaknya yang bahkan nyaris sekarat kalau tidak segera dilarikan ke rumah sakit. Hazel menggeleng pelan. Ia merasa tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh Tuan dan Nyonya Park sehingga mereka tidak datang ke rumah sakit guna menjenguk Anaknya yang kini sedang sekarat di atas ranjang rumah sakit. Memang dasarnya Tuan dan Nyonya Park itu gila kerja.
"H-Hazel..."
Gadis itu mengusap air matanya kemudian tersenyum melihat Jimin yang akhirnya sudah siuman.
"Jim... Syukurlah kau sudah siuman. Kau membuatku nyaris terkena serangan jantung, dasar gila." Hazel tersenyum lalu terkekeh pelan. Sungguh tak ada kebahagiaan lagi selain melihat Jimin akhirnya siuman.
"Tuh, 'kan benar? Jimin pasti siuman. Jujur pemuda itu memang sedikit bebal dan nekat hingga akhirnya mencelakai diri sendiri."
Hazel hanya mengangguk tanpa menjawab apa-apa lagi. Melihat Jimin sudah siuman saja sudah lebih dari cukup setelah pemuda itu membuatnya lupa caranya bernafas karena rasa panik yang menyerang dirinya.
"Jangan lakukan hal bodoh itu lagi, oke? Aku tidak mau melihatmu terluka." tegas Hazel kemudian Jimin terkekeh dan mengangguk pelan, "Iya. Secemas itukah dirimu?"
"Sudah diam. Kau mau kupukul, ya?" ujarnya diakhiri kekehan kecil bersama Jimin yang kini masih terbaring sembari menatap lekat kepada wajah ayu dari gadis bernama Min Hazel itu.
"Maaf telah membuatmu khawatir, Zel." lirih Jimin kemudian mengalihkan pandangannya ke sebuah jendela yang terletak di dekat tempatnya berbaring saat ini.
"Cepatlah sembuh, Jim. Aku akan sangat merindukanmu jika kau tidak masuk sekolah." Hazel mengerucutkan bibirnya sekilas lalu tersenyum manis kepada Jimin sebelum ia melirik ke arah arlojinya. Tak terasa sudah senja. Kalau pulang terlambat, bisa-bisa Yoongi mengomelinya habis-habisan malam ini.
"Sudah senja. Maaf Jim, aku inginnya menginap disini dan menjagamu tetapi Yoongi pasti tak akan memberikan izin." Hazel menggigit bibir bawahnya lalu mendesah kecewa. Jimin terkekeh melihat tingkah laku Hazel kemudian pemuda itu menggeleng pelan dan berkata, "Tidak apa-apa. Aku bisa menelepon Ibuku. Dia pasti akan segera datang. Kau pulang saja. Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja disini." Hazel mengangguk setelah Jimin meyakinkan dirinya.
"Sini peluk dulu." Jimin merentangkan tangannya lalu segera ditepis oleh Hazel yang kini telah memberikan tatapan tajam kepada Jimin yang malah cekikikan di atas ranjang, "Ku pukul baru tahu rasa kau. Sudah. Aku pulang dulu. Kau istirahatlah. Cepat sembuh, ya." Hazel mengelus surai caramel milik Jimin sekilas sebelum gadis itu berjalan menjauh dan pergi meninggalkan ruangan yang didominasi oleh warna putih itu.
Ketika ditengah jalan, Hazel tak sengaja bertemu dengan Hoseok, sahabat Yoongi yang kini hendak memberinya tumpangan. Tanpa pikir panjang Hazel segera naik dan masuk ke dalam mobil Hoseok. Karena Hazel sudah mengenal Hoseok dengan cukup baik jadi ia percaya saja. Toh, Hoseok adalah orang yang baik hati.
Suasana di dalam mobil tak pernah terasa hening. Malahan terasa sangat ramai dan penuh tawa karena Hoseok yang asik berbicara ini dan itu kepada Hazel. Ia juga sempat mengatakan betapa senangnya si pemuda bermarga Jung itu ketika ia bisa bertemu dengan Hazel lagi.
Hoseok berhenti di depan pekarangan rumah Hazel dan ia melihat sebuah Mercedes Benz yang terparkir tepat disana. Pemuda itu melirik kepada Hazel lalu gadis itu menyahut, "Itu mobil Jungkook. Dia memang sering bahkan selalu datang ke rumahku hampir setiap hari." jawab Hazel seolah tahu apa yang ingin ditanyakan oleh Hoseok.
"Oppa mau mampir dulu?" tawar Hazel kepada Hoseok. Pemuda itu tersenyum lalu menjawab, "Inginnya sih begitu. Tetapi kurasa tidak untuk sekarang. Aku harus segera pulang. Mungkin lain kali saja, ya soalnya Mang belum makan malam dan kurasa dia tidak akan merajuk jika aku pulang terlambat." kelakarnya membuat dirinya dan Hazel menjadi tertawa bersama. (Mang itu anjing peliharaannya Hoseok. Bulunya lebat berwarna putih bersih yang juga terdapat warna cokelat pada bagian telinga dan ekornya. Percayalah bahwa Mang itu adalah anjing peliharaan Hoseok yang paling pintar karena hewan itu bisa menirukan ucapan Hoseok sedikit-sedikit dan itu juga butuh latihan. Tetapi walaupun begitu, tetap saja Mang itu anjing yang... err, sedikit pemalas.)
"Baiklah. Kalau begitu— terima kasih atas tumpangannya, ya. Hati-hati, Oppa." Hazel turun dan melambai kepada Hoseok dengan senyum tulusnya sebelum gadis itu memasuki rumahnya setelah mobil Hoseok sudah mulai hilang dari pandangannya. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper
FantasyAwal dari kehidupan Hazel yang begitu menyakitkan. Bersama dengan sebuah bisikan menenangkan yang tiba-tiba datang setelah kepergian Ibunya. Bisikan itu membuat hidup Hazel sedikit lebih berwarna walau hidupnya selalu dipenuhi akan sayatan luka. Dan...