Sudah lebih dari tiga jam Hazel mengoceh. Menceritakan ini dan itu kepada V sedangkan bisikan angin itu hanya menyimak dan sesekali menimpali walaupun ia memang lebih banyak mendengarkan daripada menimpali.
"V, kau ini hantu, 'kan?" tanya Hazel setelah berhenti mengoceh.
"Iya. Aku sudah mengatakannya padamu, bukan?"
"Berarti kau bisa menakut-nakuti seseorang?"
"Iya. Tetapi aku tidak bisa melakukannya. Terlalu jahat. Kasihan mereka yang takut. Aku juga tidak terlihat. Hanya bisa mengeluarkan suara. Menakut-nakuti pun kurasa percuma saja."
"Kau terlalu baik, Kim Taehyung."
"Terima kasih. Omong-omong, aku lebih suka jika kau memanggilku V daripada nama asliku."
"Baiklah, baiklah. Aku akan memanggilmu V lagi. Puas?"
V terkekeh diantara bisikan halusnya. "Sangat puas."
"V." seru Hazel dengan raut muka yang terlihat serius daripada tadi saat ia bercanda bersama V.
"Ada apa, Hazel?"
"Apakah kau pernah menyukai seseorang ketika kau masih... Hidup?" oh sungguh Hazel ingin sekali menampar mulutnya yang lancang itu.
"Pernah. Tetapi dia sudah pergi lebih dulu ke Surga bersama Tuhan," bisiknya—terdengar begitu tenang dan santai ketika menjawab seolah pertanyaan Hazel itu hanyalah pertanyaan biasa yang sering dilontarkan padanya.
"Dan sepertinya Jungkook itu pemuda yang baik. Kau terlihat sangat cocok dengannya."
Hazel terdiam sesaat lalu berujar lirih, "Tetapi kalau aku lebih menyukai dan menginginkanmu, apakah boleh? Apakah aku salah?"
"Tidak. Kau tidak salah. Tetapi hatimu yang salah."
***
"V?""Berbisiklah padaku. Aku kesepian. Datanglah padaku."
Tak ada jawaban. Hazel semakin resah. Kemana perginya V? Mengapa makhluk itu tidak muncul lagi?
"V... Kau dimana?" pekik Hazel. Lalu tiba-tiba Yoongi masuk ke kamar Hazel dan terlihat begitu panik karena mendengar adiknya itu memekik histeris di dalam kamar.
"Hazel, ada apa? Kau mencari siapa?" Yoongi menangkup pipi Hazel dengan panik.
"A-apa?"
"Kau mencari siapa, Hazel?"
"A-aku... It-u... Sebenarnya... A-aku mencari boneka singaku yang sekarang kuberi nama V." dustanya namun sepertinya kali ini Yoongi sudah tidak percaya lagi kepada gadis itu. Lalu Yoongi menaikkan sebelah alisnya, "Oh, ya? Benarkah?" Hazel meneguk salivanya susah payah. Iya yakin sekali kalau Yoongi sudah mulai tidak mempercayai kebohongannya lagi. Lantas ia harus bagaimana?
"APA MAKSUDMU MENJAWAB SEPERTI ITU? KAU TIDAK PERCAYA PADAKU, YA?" teriak Hazel karena sudah tidak tahan melihat wajah Yoongi yang seakan tengah mengejeknya pendusta. Yoongi mengusap telinganya beberapa kali. Semoga saja pendengarannya masih berfungsi dengan baik kendati Hazel baru saja meneriakinya cukup keras.
"Kecilkan suaramu, bodoh. Iya, iya... Aku percaya padamu."
"Yasudah kalau begitu keluarlah, Yoon."
"Apa?"
"Aku bilang keluar!" Hazel mendorong tubuh Yoongi hingga pemuda itu keluar dari kamar Hazel. Lalu ia segera mengunci pintu dan mengabaikan Yoongi yang memekik-mekik sambil mengumpat di luar kamarnya. Persetan dengan Yoongi yang akan mengomelinya. Ia sama sekali tidak peduli. Sekarang ia hanya memikirkan keberadaan V.
"V..." gumamnya lirih. Bisikan itu tak kunjung terdengar. Hazel menyerah. Ia tidak akan mencari V lagi sampai bisikan itu terdengar dengan sendirinya. Lalu jika V sudah datang kembali, lihat saja. Hazel akan memarahinya habis-habisan karena membuatnya cemas seharian.
Dengan penuh rasa bosan, gadis itu menyambar ponselnya yang tergeletak di tengah ranjang. Lebih baik ia bermain ponsel untuk sekedar menghilangkan kebosanan sejak teman semu nya itu hilang tanpa kabar bak di telan bumi.
"Hazel..."
Hazel memang mendengar bisikan itu. Sangat jelas sekali namun gadis itu berusaha untuk tidak mempedulikan V yang tengah memanggilnya beberapa kali.
"Hazel. Ada apa denganmu? Aku tahu kau mendengarku. Mengapa kau tidak menjawabku?"
Ingin rasanya Hazel memarahi V. Mengapa pria itu tidak peka? Sudah jelas Hazel marah padanya. Dasar tidak peka.
Hazel masih diam. Mencoba untuk tidak mendengarkan V dan berusaha agar tetap fokus pada ponselnya seolah V tidak ada di sekitarnya.
"Apa aku membuatmu marah? Jawab aku jika aku benar, Hazel."
Hazel berhenti fokus pada ponselnya dan kini menatap ke samping kanan seolah V berada di sampingnya.
"Iya. Aku marah. Aku memang berlebihan. Tetapi setidaknya kau juga tahu alasan kemarahanku ini."
"Kau marah karena aku hilang? Maaf."
Hazel memijat pangkal hidungnya dan menghembuskan nafas panjang, "Lain kali kau harus memberi kabar padaku jika kau ingin pergi."
"Hazel mengkhawatirkan V?" tanyanya polos. Ah, mengapa juga V selalu berkata polos setiap saat? Pikir Hazel.
Gadis itu mengangguk pelan, "Iya."
"Kenapa?"
"K-karena aku adalah bos besar mu." jawabnya asal.
"Baiklah. Hazel adalah bos besar nya V. Mau kupanggil apa? Bos besar? Nyonya? Nona? Hazel atau sayang?"
"V!" Hazel tak menyangka jika V akan mengatakan hal yang seperti itu. Lalu gadis itu melanjutkan, "Aku hanya bercanda. Panggil saja Hazel seperti biasanya."
"Oke, Hazel."
"Hazel!" bisiknya pelan namun kali ini terdengar lebih serius.
"Apa?"
"Kau sangat cantik." []
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper
FantasyAwal dari kehidupan Hazel yang begitu menyakitkan. Bersama dengan sebuah bisikan menenangkan yang tiba-tiba datang setelah kepergian Ibunya. Bisikan itu membuat hidup Hazel sedikit lebih berwarna walau hidupnya selalu dipenuhi akan sayatan luka. Dan...