Senja nya telah menancap tinggi di penghujung cakrawala dengan semburat jingga kemerahan yang membentang indah di atas awan yang terselimuti oleh keindahan panorama di bawah bentala.
Suara kicauan burung yang tadinya saling bersahut-sahutan dengan merdu kini mulai hilang satu persatu dengan senja yang kian menghilang dan digantikan oleh malam yang tengah menyapa tanpa ditemani oleh sang rembulan. Gelap tanpa cahaya namun begitu sunyi dan menenangkan walau tanpa pendaran cahaya yang menaungi seisi semesta.
Juga dengan rasa pahit yang tersekat dan memenuhi kerongkongan hingga membuat Hazel tak mampu menahan rasa itu sendirian dengan gelenyar yang berselubung di dalam dada. Kedua netra sehitam jelaganya menatap langit yang kini tampak gelap tanpa adanya cahaya dari sang purnama yang selalu setia memeluk sang malam.
Gadis itu beranjak lalu duduk di depan meja rias yang terdapat sebuah cermin besar disana. Hazel menatap dirinya sendiri di pantulan cermin dengan tatapan kosong.
Rambut terurai berantakan, mata sayu, hidung mungil dan bibir pucat berukuran kecil serta tatapan kosong. Hazel terlihat sangat kacau setelah gadis itu bangun tidur. Ya, tidur adalah salah satu hobinya. Sama seperti Yoongi."Sudah pukul tujuh malam. Kau baru bangun setelah tidur selama lima jam? Ck, ck, ck."
"Iya, iya. Memangnya kenapa? Aku suka tidur jadi tidak apa-apa."
"Tidur boleh. Tapi jangan berlebihan. Tidak baik juga untuk kesrhatanmu, Hazel."
Hazel tampak tersenyum dari pantulan cermin yang ada di meja rias kemudian gadis itu menjawab dengan guyonan jenaka, "Baiklah dokter, V. Hihihi."
"Kau masih membayangkan bagaimana wajah asliku?"
Hazel mengangguk sembari menyisir rambutnya, "Aku membayangkanmu setiap hari, V. Bahkan kau pun turut hadir di dalam bunga tidurku."
"Oh ya? Bagaimana?"
Hazel menghela nafas kemudian gadis itu mulai bernarasi sembari tersenyum manis, "Aku bermimpi aku bertemu denganmu. Seorang pemuda tampan dengan tubuh tinggi, surai gelap, mata tajam namun menenangkan, hidung bangir dan indah, bibir merah yang tebal dibagian bawah, serta rahang tegas yang terpahat kokoh. Mungkin ini belum kugambarkan secara detailnya namun begitulah caraku membayangkan dirimu, V."
"Lanjutkan."
"Di dalam mimpiku aku bermimpi kau mengelus wajahku dengan lembut, mengajakku berlari diantara deburan ombak dan kita tertawa bersama lalu duduk di hamparan pasir putih sambil menikmati senja. Lalu..." Hazel menjeda kalimatnya lalu melanjutkan dengan suara lirih, "Lalu kau hilang."
"Mimpi indah yang berakhir dengan mimpi buruk, huh? Tidak apa, Hazel. Itu wajar."
Gadis itu mengangguk tanpa menjawab lagi. Gadis itu terdiam dan menatap ke atas langit malam yang gelap tanpa bintang dengan segaris senyum tipis yang terpatri di bibirnya.
Gadis itu menatap kepada sang malam dengan sorot matanya yang kelam. Hazel merindukan Ibunya. Ia ingin berkeluh kesah, menangis di dalam pelukan hangat Ibu dan mencurahkan segala isi hatinya kepada Ibu kendati semua itu mustahil untuk dilakukan olehnya.
"Hazel!" lagi-lagi suara Yoongi membuat Hazel terkesiap. Gadis itu menoleh sebelum akhirnya berjalan ke arah pintu dan membuka kenop pintu hingga ia melihat Yoongi yang berdiri tegap dihadapannya.
Pemuda bersurai sehitam jelaga itu tersenyum tipis lalu melanjutkan, "Aku sudah menyiapkan makanan. Tetapi kau mandilah dulu. Badanmu bau keringat."
Hazel meringis diam-diam. Hazel yang seorang gadis bahkan tidak bisa memasak. Dasar. Kemudian Hazel mengangguk kaku sebelum masuk kembali ke dalam kamar dan mengambil sebuah handuk tanpa mengatakan apapun kepada Yoongi.
Bunyi kecipak air terdengar begitu samar dimana air dingin itu mengguyur dan membasahi seluruh tubuh Hazel yang sudah bugil. Bibir tipis Hazel sedikit bergemeletuk karena dinginnya air dari shower yang seolah menusuk dan menembus ke dalam tubuhnya. Tak ingin mandi terlalu lama Hazel lantas segera menyambar handuk lalu keluar dari kamar mandi dan mengambil sebuah piyama yang sering ia gunakan setiap malam.
"Kau tampak kedinginan."
Hazel mencoba untuk tetap rileks dan terus mengenakan baju kendati ia sudah malu luar biasa karena V melihatnya berpakaian. Hazel tidak ingin berteriak karena tidak ingin membuat Yoongi cemas. Kemudian gadis itu mendesis penuh penekanan, "Pergilah sebentar, V."
"Untuk apa? Aku bahkan sering melihatmu seperti itu setiap hari."
Sialan.
Tubuh Hazel bergetar. Ingin sekali ia menggetok kepala V dengan tongkat baseball saat ini juga tapi sayangnya tidak bisa karena V hanya sebuah bisikan, ia tak terlihat. Gadis itu lantas berdecak keras, mencoba tidak mempedulikan V yang tengah melihatnya saat ini. Lantas Hazel segera berlari keluar dan menghampiri Yoongi di meja makan dengan wajah merah padam menahan malu lalu ia duduk dihadapan Yoongi tanpa mengucapkan apapun.
"Sepi sekali, ya. Bagaimana kalau kutelepon Jungkook agar dia datang kemari." celetuk Yoongi sembari menaik turunkan alisnya jenaka. Hazel mendongak lalu mendesis sebal mendengar nama si Jeon itu disebut-sebut dan terdengar menggema di telinganya. "Apakah tidak merepotkan? Mungkin saja Jungkook sedang sibuk bersama Raa."
Kedua alis Yoongi tertaut, "Biasanya kau memanggilnya Oppa. Kenapa? Apakah Jungkook sudah tidak istimewa lagi?"
Iya. Jungkook itu tak lebih dari sebuah tisu bekas. Tidak pantas lagi untuk diistimewakan. Ingin sekali Hazel mengatakan hal itu namun ia segera berujar, "Bukannya lebih baik begitu? Jungkook 'kan sudah punya 'Jeon Rachel'. Jadi untuk apa aku masih menginginkannya?"
Setelah apa yang hendak dilakukan oleh si brengsek itu. Lanjut Hazel dalam hati.
Yoongi terkekeh lalu menjawab dengan nada menggoda, "Apakah kau cemburu? Benar, 'kan? Sudah tidak apa-apa. Aku masih punya teman yang lebih tampan untukmu."
Hazel merotasikan bola matanya dan menjawab datar, "Tidak mau. Tidak tertarik."
Kemudian tiba-tiba Jungkook datang dan mengejutkan Yoongi maupun Hazel. Jungkook lantas duduk dihadapan Hazel dengan senyum manis diwajahnya. "Halo, Hyung." sapanya ramah.
Yoongi tersenyum setelah melahap makanannya, "Pas sekali. Tadi kami baru saja membicarakanmu agar kau datang kemari."
Jungkook terkekeh, "Oh, ya? Wah, itu bagus, Hyung."
Hazel hanya diam dan menunduk. Kemudian Jungkook menatapnya dengan senyum manis dan berujar lembut, "Halo, Hazel."
"Halo juga, Jungkook." Hazel mendongak dan mencoba tersenyum namun ia melihat Jungkook mengernyit lalu gadis itu melanjutkan, "...Oppa."
Jungkook tersenyum manis lalu berujar kembali, "Bagaimana kalau besok kita jalan-jalan setelah kau pulang sekolah." Hazel menegang saat itu juga. Jalan-jalan? Ah, yang benar saja.
Hazel menghela nafas kemudian berujar selembut mungkin, "Kurasa tidak bisa. Mengapa kau tidak mengajak Raa Eonni saja?"
Jungkook tersenyum lalu menyahut pelan, "Raa sedang pergi ke Kanada. Bagaimana? Kau mau?"
Hazel terdiam sejenak kemudian mengangguk kaku, "I—iya." []

KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper
FantasyAwal dari kehidupan Hazel yang begitu menyakitkan. Bersama dengan sebuah bisikan menenangkan yang tiba-tiba datang setelah kepergian Ibunya. Bisikan itu membuat hidup Hazel sedikit lebih berwarna walau hidupnya selalu dipenuhi akan sayatan luka. Dan...