Hazel menyeruput bubble tea nya dengan perlahan lalu beralih menatap Jungkook yang kini tengah tersenyum lebar padanya.
"Kau selalu terlihat cantik dengan pakaian apapun, Hazel." komentar Jungkook membuat semburat kemerahan mendadak muncul di kedua pipi Hazel. Kemudian gadis itu tersenyum malu dan menunduk, "Terima kasih, Oppa."
"Hari ini akan menjadi kencan pertama kita berdua. Do whatever you like, Hazel."
Gadis itu nyaris saja tersedak oleh bubble tea nya lalu mendongak menatap Jungkook dengan tatapan terkejut, "A-apa? Kencan?"
Jungkook mengangguk sembari menyesap secangkir espresso lalu menjawab dengan kelewat santai, "Iya, Hazel. Aku menganggap ini sebagai kencan. Kau tidak keberatan, 'kan kalau aku menyebutnya begitu?"
Hazel memberikan sebuah gelengan pelan. Apa-apaan? Gadis itu terdiam selama beberapa saat. Seharusnya ia senang. Namun entah mengapa ada sesuatu yang janggal disini. Ini semua tidak benar. Hazel merasakan hal yang aneh kendati ia sendiri juga sudah tahu bahwa Jungkook dijuluki sebagai International Playboy. Jungkook suka sekali menggoda para gadis dan salah satunya adalah Hazel.
"Kenapa diam, sweety? Kau takut jika Raa akan marah padamu, ya?" Jungkook terkekeh setelah mengatakan hal itu seolah ia tahu apa yang tengah dipikirkan oleh Hazel saat ini. Kemudian si Jeon itu melanjutkan, "Tidak apa-apa. Kau tidak perlu cemas atau takut. Raa tidak akan marah. Aku jamin itu."
Jeon Rachel atau biasa disapa Raa itu adalah kekasih Jungkook sejak lima bulan lalu. Raa memang sangat memenuhi selera Jungkook. Cantik, tinggi, putih, cerdas, berbakat, dan juga elegan.
"Raa eonni benar-benar tidak akan marah, 'kan?"
Jungkook mengangguk lalu mengelus punggung tangan Hazel. Sial. Gadis itu merasa sangat jahat kepada Raa. Ia juga merasa bersalah seolah gadis itu hendak merusak hubungan antara Jungkook dan Raa. Hazel menarik tangannya lalu menatap Jungkook dengan tatapan takutnya dan berpura-pura menggaruk lehernya agar Jungkook tidak memegang tangannya lagi. Sudah cukup. Hazel kurang nyaman dengan perlakuan Jungkook yang membuat jantungnya berdetak abnormal lagi.
Kemudian Jungkook tersenyum manis dan menyesap kembali espresso nya. Lalu menghela nafas dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya. Hening tercipta, pelanggan mulai pergi meninggalkan cafè hingga menyisakan Jungkook dan Hazel yang masih betah berada disana. Ia kira berkencan dengan Jungkook akan membuatnya senang. Tetapi asumsinya salah. Bukannya merasa senang justru gadis itu malah merasa takut bersamaan dengan Jungkook yang kini menyeringai samar padanya. Aneh.
***
Gelapnya malam kian datang dengan suasana hening yang mendekap. Malam yang gelap tanpa bintang maupun bulan, pun dengan angin semilir dengan bau harum semerbak dari bunga mawar yang tertanam apik di luar kamarnya. Namun ada perasaan takut yang semakin menghantui pikirannya tatkala kepingan ingatan beberapa jam yang lalu masih terekam jelas di dalam kepalanya tentang bagaimana Jungkook yang hendak menciumnya dan mengelus pahanya dengan lancang di dalam mobil ketika mereka hendak pulang. Mungikn V benar. Jungkook aneh dan Hazel menganggapnya sebagai pria gila yang pandai dalam berkamuflase.
Walaupun Hazel mencintai Jungkook, bukan berarti ia dengan suka rela menuruti apa yang Jungkook lakukan padanya. Hazel masih punya otak dan akan menghindari perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri.
Selepas kejadian itu, Hazel mendorong kuat dada Jungkook dan tak lupa melayangkan tamparan keras di pipi Jungkook lalu mengumpati apa yang hendak dilakukan oleh pria bermarga Jeon itu.
Mengingat semua itu membuat Hazel menjadi pusing. Kepalanya berdenyut nyeri dengan luapan emosi yang membara tatkala bibir manis Jungkook hendak membentur pada bibir mungilnya. Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh Yoongi jika pemuda itu tahu akan sifat asli dari seorang Jeon Jungkook yang sudah dianggapnya sebagai adiknya itu? Apakah Yoongi akan percaya ataukah malah sebaliknya? Namun daripada menceritakan hal gila itu kepada Yoongi, Hazel memilih bungkam. Ia ingin membuat Yoongi menyadari kegilaan Jungkook sendiri.
Mungkin ini saatnya bagi Hazel untuk mencoba melupakan perasaannya kepada Jungkook. Pemuda itu memang tidak baik.
"Aku merindukanmu, V. Aku tahu aku memang egois karena hanya menginginkanmu disaat aku bosan. Tetapi aku sangat ingin berbicara lagi denganmu..." gumam Hazel lalu menengadahkan kepalanya—menahan desakan air mata yang siap meluncur kapan saja.
"Hazel. Kau baik-baik saja?" Hazel segera bangkit dan berjalan mendekati pintu ketika mendengar suara Yoongi.
"Ada apa, Yoon?"
Yoongi tersenyum manis lalu mengelus surai hitam adiknya dengan lembut, "Ada yang ingin bertemu denganmu."
Kedua alis Hazel tertaut, "Siapa?"
"J—"
"Halo, Hazel." gadis itu terkesiap ketika melihat presensi seseorang yang kini berdiri di belakang Yoongi dengan sebuah cengiran lugunya.
"Ada apa, Jim? Tumben datang malam-malam begini."
Pemuda itu tersenyum manis lalu kemudian tertawa pelan, "Just wanna meet you."
Hazel terkekeh, "Oh, ya?"
"Iya. Aku merindukan dirimu." balasnya dengan kekehan kecil. Lalu Hazel mengajak Yoongi dan Jimin untuk mengobrol di ruang tamu. Memang sudah seharusnya seperti itu. Lalu tiba-tiba seseorang yang bahkan tidak ingin Hazel lihat mendadak datang dengan senyum lugu seolah ia sudah lupa dan tak pernah melakukan apa-apa.
"Halo, Kook. Senang rasanya kau bisa mampir kemari. Ada apa?" tanya Yoongi sembari menepuk pundak Jungkook lalu membawa pemuda itu untuk duduk dan bergabung bersama Hazel dan Jimin.
"Aku merindukan Hazel-ku." jawabnya lalu mengerling kepada Hazel yang kini mencengkeram ujung bajunya. Yoongi terkekeh, "Ingat Raa, Kook. Kau sudah punya kekasih tetapi masih saja menggoda gadis lain."
Jungkook terkekeh lalu memandang Jimin yang duduk disamping Hazel. Lalu pemuda itu berujar, "Halo, kawan. Kau pasti pacarnya Hazel, ya."
Jimin terkekeh lalu menggeleng pelan, "Ah, inginnya sih begitu tetapi kami hanya teman biasa kok."
"Oh, ya? Wah, sayang sekali. Padahal kalian terlihat sangat serasi sekali." sungguh Hazel ingin menyumpali mulut Jungkook dengan kain lap saat ini juga. Ia bahkan tak mengira jika Jungkook masih berani menunjukkan batang hidungnya di depan Hazel setelah kejadian di mobil tadi. Kemudian pemuda itu melanjutkan, "Well, terima kasih karena kau sudah menemaniku pergi ke cafè tadi. Aku sangat senang. Mungkin kita bisa melakukannya lagi lain waktu, Hazel." []
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper
FantasyAwal dari kehidupan Hazel yang begitu menyakitkan. Bersama dengan sebuah bisikan menenangkan yang tiba-tiba datang setelah kepergian Ibunya. Bisikan itu membuat hidup Hazel sedikit lebih berwarna walau hidupnya selalu dipenuhi akan sayatan luka. Dan...