Three

41 8 1
                                    

Mulai saat itu, Hazel berusaha untuk membayangkan bagaimana wajah V di dalam pikirannya. Iya, gadis itu sudah mendapatkan bayangannya. Sosok wajah pria tampan yang selalu berbisik ditelinganya, sosok pria berwajah sangar namun berhati malaikat. Hazel merasakan bahwa hidupnya sedikit lebih berwarna sejak V selalu bersamanya.

"Hazel."

Gadis itu mendongak menatap Yoongi yang kini tengah berdiri dihadapannya. Yoongi tidak bekerja karena uang hasil pensiunan Ayah dan Ibunya tidak akan pernah habis dan sangat mencukupi kebutuhan kedua kakak beradik itu hingga mereka mulai menikah nantinya. Namun bukan berarti mereka akan bebas menghambur-hamburkan uang. Mereka cukup tahu diri dan daripada melakukan hal yang negatif, mereka lebih memilih untuk menabung. Hanya untuk berjaga-jaga agar uangnya bisa digunakan untuk hal yang lebih berguna sekalian mereka juga ingin hidup hemat.

"Ada apa, Yoon?"

"Aku ingin pergi keluar. Kira-kira sampai jam delapan malam nanti. Ada acara reuni di rumah Hoseok. Aku sudah meminta seseorang untuk datang dan menemanimu selama aku pergi."

"Siapa?" tanya Hazel lalu mengatupkan bibirnya.

"Jungkook."

Entahlah rasanya jantung Hazel berdetak dua kali lebih cepat. Jungkook akan datang menemaninya?

"A-apa? J-Jungkook?"

Yoongi mengangguk cepat dan tersenyum, "Kau pasti senang. Bukannya kau menyukainya?"

Hazel terdiam. Iya, gadis itu memang menyukai Jeon Jungkook. Tetapi mengapa harus pemuda itu? Hazel akan menjadi kaku jika berada di dekat Jungkook. Lalu apa yang harus ia lakukan saat Jungkook sudah tiba? Berdiam diri tanpa ada obrolan? Ah, sungguh itu sangat membosankan sekali.

"Iya. Tapi—"

"Hyung." Hazel merasa kakinya lemas karena tiba-tiba Jungkook sudah berdiri di belakang Yoongi. Lalu pemuda itu menoleh dan menepuk pelan pundak Jungkook sebelum menitipkan adiknya kepada pria bergigi kelinci yang lebih muda empat tahun darinya itu.

"Aku pergi dulu, ya. Lakukan apa saja yang kalian suka. Dan, aku titip Hazel padamu, Kook."

"Tentu, Hyung. Selamat bersenang-senang." Hazel kemudian mempersilakan Jungkook untuk duduk di ruang tamu sedangkan Hazel pergi ke dapur untuk membuatkan minuman.

"Kau menyukai pria itu?" bisikan itu terdengar lagi. Hazel mengangguk, "Iya. Tapi dia belum tentu menyukaiku juga."

"Kasihan. Lebih baik kau menyukaiku saja."
"Kenapa?" tanya Hazel sembari mengangkat nampan berisi minuman dingin.

"Karena aku menyukaimu."

Hazel menghembuskan nafas berat. Bingung juga mengapa V suka sekali menggodanya dengan suara bisikan yang terdengar lugu itu.

"Baiklah, V. Aku menyukaimu. Tetapi kumohon berhenti berbisik untuk hari ini saja sampai Jungkook pulang, ya. Aku hanya tidak ingin dia menganggapku aneh." pinta Hazel kemudian berjalan menuju ke ruang tamu dan melihat Jungkook yang tengah asik memainkan ponselnya.

"Ayo minum dulu, Op-pa..." Hazel dengan malu-malu memberanikan diri untuk duduk disamping Jungkook yang kini beralih menatapnya dengan senyum manis yang tercetak di bibirnya.

"Terima kasih, Hazel." Jungkook meminum minumannya lalu beralih menatap Hazel lagi.

"Rumahmu sepi sekali, ya."

Hazel mengangguk, mencoba menjawab se-santai mungkin walaupun kini jantungnya tengah berdegup kencang di dalam sana. "Iya. Sejak Ibu meninggal, aku hanya tinggal berdua bersama Yoongi."

"M-maaf membuatmu harus mengingat kembali tentang Ibumu."

Hazel menggeleng dan tersenyum tipis, "Tidak apa-apa, Oppa."

Lalu keduanya asik berbincang dan bermain PlayStation milik Yoongi dan sesekali bernyanyi bersama ketika tidak ada hiburan lain.

Jungkook memang pemuda yang baik. Yoongi sudah menganggapnya sebagai adiknya sendiri dan bahkan mereka sudah bersama sejak duduk dibangku kelas dua SD.

Tak terasa ternyata sudah pukul delapan. Benar saja. Yoongi sudah pulang dan ia tersenyum jahil kepada Hazel hingga gadis itu ingin mengumpati Kakaknya sendiri. Menyebalkan.

Ah, benar juga. Hazel sampai lupa dengan V. Kemana makhluk itu? Hazel bahkan tak mendengar bisikannya yang menenangkan itu lagi.

Kedua netra kelam Hazel menatap ke sekeliling dengan tatapan gelisah. Apakah V marah padanya? Setelah dipikir-pikir pun rasanya gadis itu sedikit kurang ajar karena telah mengusir V hanya karena kedatangan sosok Jeon Jungkook yang kini sudah pulang.

Menyadari ada keanehan dari sang adik, Yoongi lantas segera bertanya, "Kau kehilangan sesuatu? Mengapa matamu bergerak gelisah begitu? Apakah sesuatu tengah terjadi padamu? Katakan padaku, Hazel."

Tersadar dari keanehan yang diciptakan sendiri, Hazel lantas menggeleng dengan senyum tipis di bibirnya, "Tadinya aku hendak mencari boneka singa milikku. Apakah kau melihatnya?" dustanya kepada Yoongi.

Yoongi lantas menyilangkan tangannya di depan dada, "Bukankah kau meninggalkannya di kamarku? Ingat saat beberapa hari lalu kamarmu bocor dan kau menumpang di kamarku sehingga membuatku harus tidur di ruang tamu?" ujar Yoongi sarkasme. Hazel tertawa renyah dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Oh ya? Aku lupa, Yoon. Kalau begitu aku ambil dulu." Hazel buru-buru naik ke atas tangga dan berlari masuk ke kamar Yoongi lalu menutup pintunya.

"V, kau dimana?" gumam Hazel dengan perasaan yang membuncah. Kemana perginya bisikan yang telah menemaninya selama beberapa hari ini? Hazel bahkan hanya berpesan agar V jangan mengajaknya mengobrol selagi Jungkook masih berada di rumahnya. Tetapi sekarang, Jungkook bahkan sudah pulang sejak dua puluh menitan yang lalu. Lantas kemana perginya V? Mungkinkah ia marah?

"V... Berbisklah padaku jika kau memang berada disampingku. Kumohon..." gumamnya lagi. Setengah menahan tangis karena teman barunya itu mendadak hilang. Hazel sangat senang bisa berteman dengan V dan gadis itu tidak ingin kehilangan V. Sama sekali tidak ingin.

"Aku disini, Hazel. Kau merindukanku?"

Hazel tertawa dan bernafas lega karena akhirnya ia bisa mendengar suara bisikan V lagi walaupun ia tak dapat melihat wajah asli V, setidaknya ia bisa membayangkan sendiri bagaimana wajah asli V. Walaupun belum tentu akan sama dengan wajah asli V yang sebenarnya.

"Kau kemana saja, sih?"

V terkekeh kecil, "Sedari tadi aku disampingmu. Hanya saja aku diam seperti yang kau perintahkan padaku. Apakah aku sudah berhasil menjalankan tugasku?"  sungguh rasanya Hazel ingin sekali marah karena V membuatnya cemas seharian. Namun tidak. V terlalu baik untuk dimarahi. Hazel sendiri tidak tega dan tidak berhak jika ingin marah.

Alih-alih memarahi V, Hazel hanya menghembuskan nafas pelan dan memejamkan matanya karena kepolosan V itu membuatnya gemas, "Iya. Kau sudah melakukan yang terbaik. Aku merindukanmu, V. Jangan menghilang terlalu lama. Kau membuatku takut."

"Takut kenapa?"

"Takut kehilangan. Jangan pergi, V. Tetaplah disisiku dan jadilah sahabatku sampai akhir hayatku." []

Whisper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang