Aku masih ingat Sal. Pertama kali saat aku melihat kamu. Rangkaian hari-hari tentang aku, kamu dan teman-teman. Masih tersimpan rapi, Sal.
Akan ku ceritakan. Semuanya berawal dari sini.
Pagi itu di aula sekolah.
"Gat, lo udah kumpulin berkas lo ke sana?" tanya Zalda teman baruku.
"Udah Za, tinggal ke aula aja, nunggu pengumuman" Jawabku.
"Oh yaudah, kita kesana cepet yuk" ajak Zalda padaku.
Sontak, aku dan Zalda segera menuju ke sana.
Ternyata, beberapa siswa siswi baru sudah berdesakan disini. Aku dan Zalda berusaha menuju barisan depan, agar pengumuman terdengar jelas.Aku melihat lima senior sudah berbaris rapi mengenakan almamater merah khas SMA Panglima 41 Bandung.
Ku rasa mereka pengurus osis disini.Kemudian salah satu dari mereka meminta kami semua untuk diam dan berbaris rapi. Mereka memulai perkenalan singkat dan mempersilahkan sambutan kepada kepala sekolah dan beberapa guru.
Seperti biasa, setiap tahun penerimaan siswa baru, pastinya ada beberapa kegiatan pengenalan lingkungan sekolah dan himbauan karakter.
Sesi disini sangat membosankan. Aku dan Zalda, bahkan yang lain sudah beberapa kali menguap karena jenuh.
Tetapi, dari arah pintu masuk, terdengar kegaduhan yang mengusik kami.
Sontak, aku mengarahkan pandanganku ke arah sana, sama seperti murid baru lain.Ada dua orang senior yang sedang berbicara dengan murid baru. Sepertinya dia terlambat masuk aula. Bahkan dia sudah melewati sesi yang telah diadakan.
Peraturan disini memang terbilang ketat.Waktu sangat berharga bagi kesuksesan, itu salah satu ucapan Pak Kepala sekolah tadi.
Karena itu, mungkin dua senior itu sedang memberi teguran kepada lelaki itu.
Tiba-tiba, senior di depan kami mengangkat suara. Dia meminta lelaki yang terlambat tadi segera masuk ke aula dan menghampirinya di depan.
Arah mataku dan beberapa murid lain masih setia mengekori setiap langkah lelaki itu dari pintu masuk sampai podium aula.
Kurasa lelaki itu punya magnet tersendiri .
"Dari mana, kenapa baru dateng?" tanya senior di depanku yang rupanya ketua osis.
"Taman" jawab lelaki itu.
"Taman? Ngapain?" tanya seniorku.
"Duduk" jawab lelaki itu.
"Kamu tau salah kamu apa?" tanya seniorku lagi.
"Telat" jawab lelaki itu.
"Ngga ada niatan untuk minta maaf?" tanya seniorku tajam.
"Maaf" ucap lelaki itu.
"Lo!?" bentak seniorku mulai terpancing emosi.
"Ren, udah stop, tahan emosi lo" sergah beberapa senior lain.
Keadaan mulai menegang karena lelaki itu. Kami semua pun heran, mengapa lelaki di depan itu sangat santai. Bahkan, dia menyumpal headset di kedua telinganya. Sikapnya juga kurang sopan kepada kakak kelas.
"Siapa nama kamu?" tanya Kak Letta seniorku.
"Faisal" jawab Lelaki itu.
"Jadi Faisal kelas apa?" tanya Kak Letta.
Faisal hanya mengidikkan bahu tanda tak tahu.
"Lo liat sendiri Ta, dia bener-bener songong!" desis Kak Rendi, ketua osis yang suaranya masih bisa terdengar di telingaku walaupun tanpa mic.
"Bentar ya, kakak liat dulu di daftar kelas." ucap Kak Letta berusaha tenang.
Dia mulai mencari-cari nama Faisal di kolom pembagian kelas.
"Faisal Bima Aryadara, kelas X Mipa 1" ucap Kak Letta.
Kelas X Mipa 1 !!! Kelas yang sangat aku incar dari dulu, bukan hanya aku mungkin, murid lain juga.
Kelas dengan siswa siswi yang mempunyai kapasitas otak di atas rata- rata. Jika ingin menjadi salah satu murid disana,nilai rapor mapel Ipa dan Matematika harus 100.
Kalau begitu,sudah pasti lelaki itu termasuk anak dengan kapasitas kepintaran tinggi kan!? Hebat.
"Yaudah, Faisal, silahkan bergabung dengan teman baru kamu di sana. Bagian kelas Mipa 1." ucap Kak Letta ramah.
Faisal tadi hanya diam dan segera menuju bagian kelasnya.
Dia akan menjadi tetangga kelasku. Karena aku dan Zalda masuk di kelas X Mipa 2.
Kegiatan sesi dilanjutkan kembali dengan beberapa arahan dari senior kami.
Aku baru sadar, kemana rasa jenuh ku tadi. Aku bahkan tidak menguap seperti tadi. Aku mengedarkan pandangan, rupanya bukan hanya aku.
Banyak perempuan yang terang-terangan memandang ke arahnya. Rupanya Kak Letta juga!
Satu arah yang sama, orang yang sama.
Ya, lelaki itu, Faisal Bima Aryadara.
KAMU SEDANG MEMBACA
730'Days ✔ end
Teen FictionSatu tahun aku mencari arti tatapan curi pandang Faisal padaku. Di gerbang, koridor, kantin dan perpustakaan. Kita hanya berpapasan tanpa memberi sapaan. Sampai akhirnya, hari perkenalan itu terjadi. Kamu dan aku menjadi dekat tanpa terasa. Banyak...