15. Dia lagi

133 13 0
                                    

Pelajaran sama seperti biasa. Pak Soni mengajar kami dengan lemah lembut. Membuat mataku perlahan terpejam dan terbuka lagi.

Begitu juga dengan yang lain. Bagas saja sudah tertidur pulas. Padahal ini masih terbilang pagi. Dongeng Pak Soni memang sangat pas untuk pengantar tidur.

Kriinggg kringgg kringgg

"Bapak sudahi dulu ceritanya, besok akan Bapak lanjutkan. Selamat siang, selamat beristirahat" ucap Pak Soni.

"Siang Pak, terimakasih Pak" ucap kami serempak.

Pak Soni keluar kelas di susul teman-temanku yang hendak pergi ke kantin untuk mengisi perut.

"Zal, mau ikut ke kantin?" tanyaku.

"Engga Gat, gue bawa bekal kaya biasa. Lo sama Desi dan Cerry aja" kata Zalda.

"Oh oke" ucapku lalu segera mengajak Desi dan Cerry.

Aku sempat melihat ke arah Bagas, ia belum bangun.

"Eh Gat, tadi pagi gue liat Zalda berangkat sama Bagas" ucap Desi.

"Hah,sama Bagas?" tanyaku tidak percaya.

Apa secepat itu?

"Iya Gat, orang bukan cuma Desi yang liat. Gue sama anak kelas sebelah juga liat" ucap Cerry.

Aku hanya diam.
Setibanya di kantin, kami segera memesan makanan dan minuman. Lalu membayarnya sekaligus.

Kemudian kami duduk di bangku yang masih kosong.

Kami melahap makanan dengan santai. Sesekali aku melihat-lihat keadaan kantin. Selalu ramai.

"Setau gue ya Gat, Zalda ngga pernah mau naik motor. Dia kan rada takut sama polusi. Ko mau yah sama si Bagas." ucap Cerry.

"Gue juga bingung, menurut lo gimana Gat?" tanya Desi.

"Padahal dia kan bisa bawa mobil sendiri kaya biasa. Tumben amat naik motor" ucap Desi.

"Atau jangan-jangan mereka back street?  Wah parah si Zalda" ucap Cerry.

"Lo ngga tau kabar-kabarnya Gat?" tanya Desi.

"Iya Gat, lo kan lumayan deket sama Zalda" ucap Cerry.

Aku meletakan sendok dan garpu, meminum airku hingga tandas.

"Aku ngga tau, aku duluan ya mau ke perpus" ucapku lalu pergi meninggalkan mereka yang saling tatap kebingungan.

Telingaku merasa panas dan gatal saat mendengar Desi dan Cerry membahas Bagas dan Zalda.

Jadi mereka berangkat bersama? Mengapa Zalda tidak cerita kepadaku?
Bagas juga tidak.

Huft, lagi-lagi aku ini kenapa sih! Harusnya aku senang jika ada kemajuan diantara Zalda dan Bagas. Ya...seharusnya.

Aku segera memasuki perpustakaan. Aku berniat meminjam novel karena novel kemarin sudah habis kubaca.

Aku menyusuri rak-rak tinggi. Melihat setiap buku yang ku lewati.
Ada sebuah buku yang menarik perhatianku. Aku segera mengambilnya, namun tempatnya terlalu tinggi.

Mungkin tarikanku terlalu kuat sehingga buku-buku yang lainnya ikut terjatuh.
Aku mengira buku itu akan jatuh mengenai kepalaku.

Namun, aku tidak merasakan sakit apapun.
Aku mendongakkan kepala, ada sebuah tubuh yang melindungiku.

Ku lihat dengan jelas. Faisal.

"Ada apa ini?" tanya penjaga perpus yang menghampiri.

"Maaf Pak, saya tidak sengaja"ucapku menunduk.

"Lain kali ambil buku dengan pelan ya, ya sudah, bereskan sesuai urutan" ucap penjaga perpus lalu pergi begitu saja.

Lagi-lagi Faisal menolongku saat aku tertimpa masalah atau mengalami kesialan.

Lagi-lagi aku mengucapkan terimakasih dengan suara lirih.

"Makasih" ucapku.

Faisal hanya diam dan menatapku, lalu pergi dari hadapanku dengan membawa sebuah buku Ensiklopedia.

Aku menghela nafas, membereskan buku-buku yang jatuh dan menata ulang seperti urutan yang penjaga perpus bilang.

"Faisal lagi Faisal lagi. Apa dia selalu hadir saat aku kesulitan atau saat aku ceroboh seperti ini? Kepala dia sakit ngga ya, bukunya kan tebal, banyak juga yang jatuh." batinku gusar.

730'Days ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang