4. Jepitan Bintang

239 23 1
                                    

Masa pengenalan lingkungan sekolah berjalan dengan baik.
Aku sudah mulai menghafal nama-nama teman baruku disini.

Ada dari mereka yang mengajariku menggunakan panggilan gue-elo, tetapi lidahku rasanya sangat aneh saat mengucapkan kata itu. Jadi, aku memutuskan untuk tetap menggunakan panggilan aku-kamu.

Teman-temanku hanya mendesah kecewa karena tidak berhasil mengajariku. Tetapi, akhirnya mereka mau mengerti juga.

Kelas kami sedang jam kosong, bukan hanya kelas kami sebenarnya. Semua kelas sepuluh. Karena, guru-guru sedang rapat. Entah apa yang mereka diskusikan. Aku tidak peduli.

Kelas benar-benar ramai. Di sudut kanan, ada beberapa perempuan ya ng sedang berbersiapgosip. Di sudut kiri, ada beberapa laki-laki yang sedang bermain game di handphone mereka.

Zalda? Dia sedang menonton drama korea bersama Cerry dan Desi. Entahlah, sejak membahas Faisal, kami berempat menjadi dekat. 

Bahkan, aku salah mengira kepada Desi. Aku kira, Desi tipikal cewek yang sering mengumbar info terkini. Tetapi, jika sudah berjanji untuk tidak membeberkan, Desi akan menutupinya dan menjaga rapi-rapi.

Aku juga senang kami berempat bisa berteman baik, setidaknya banyak teman banyak juga kasih sayang yang akan aku dapatkan.

Sementara teman-temanku sibuk dengan kegiatannya masing-masing, aku hanya duduk di teras depan kelas.
Kebetulan, di setiap teras depan kelas, disediakan kursi untuk bersantai.

Aku duduk sendirian disini, membaca sebuah novel romansa remaja yang sering aku baca di rumah.
Kepalaku mengangguk-angguk mengikuti irama nada dari earphone ya g kupakai.

Sesekali, mulutku mengikuti lantunan lirik lagu Imagination milik Shawn Mendes, penyanyi favoritku.

Aku tetap tenang menikmati kegiatanku sendiri. Aku tak mempedulikan sekitar.
Sampai aku tidak mengetahui, ada sepasang mata yang melihatku sejak tadi.

Sesaat kemudian, dari ekor mataku, aku melihat seseorang keluar dari kelasku.
Aku menolehkan wajah sejenak lalu melirihkan volume musikku.

"Woi Sal, ngapain lo?" tanya Bagas.

"Sal? Jadi dari tadi dia disitu?" batinku.

Tidak! Aku akan sangat malu jika Faisal mendengar suaraku yang sumbang. Aku memang sesekali mengikuti alunan musik. Aku terlalu tidak peduli dengan sekitarku.

Aku mencoba menguping pembicaraan mereka.
Menutupi wajahku dengan sebagian rambutku.

"Ntar sore jadi?" tanya Bagas lalu merangkul Faisal.

Kulirik, Faisal sangat risih dengan rangkulan Bagas. Ia melepaskannya dengan kasar. Bagas mengerucutkan bibir, mereka sangat lucu bagiku.

"Jadi" jawab Faisal singkat.

"Bisa-bisanya gue punya temen kaya lo ya Sal. Waktu lahir gue ketiban sial kali" ucap Bagas.

"Takdir" jawab Faisal.

Bagas menghembuskan nafas keras. Seperti mengeluh.

"Gimana lo di Mipa 1? Anak jenus mah beda" ucap Bagas meledek.

"Bosen" jawab Faisal.

"Bosen kan? Makanya gue udah bilang ke lo waktu UN dulu, nilai jelek-jelekin aja. Lo sih sombong,sok pinter mau masuk Mipa 1!" ucap Bagas sinis.

"Gue emang pinter" ucap Faisal.

"Iyadeh iya. Tapi sekarang bosen kan lo! Temen lo di dalem itu isinya cuma ada baca buku terus,rumus terus. Keriting pala lo lama-lama" ucap Bagas.

"Kelas lo berisik" ucap Faisal tak mau kalah.

"Biarin, berisik tapi asik" jawab Bagas.

"Berisik dan ganggu" ucap Faisal.

"Hah, terserah lo deh, kalo keganggu ya pindah ke toilet sono, sepi" saran Bagas.

Setelahnya mereka hanya diam, mungkin mereka lelah berdebat.
Aku mencoba memalingkan wajah.

Aku ingin kembali masuk ke kelas. Tetapi, aku harus melewati Bagas dan Faisal yang menghalangi pintu.
Bagaimana ini.

Aku mencoba memberanikan diri. Kurapikan kembali barang-barangku, lalu melepas earphone di telingaku.

"Permisi" ucapku pada keduanya.

"Eh, Gatha, dari mana lo?" tanya Bagas kepadaku.

Rasanya aku ingin menenggelamkan Bagas sekarang juga.

"Duduk disana" ucapku lalu mengarahkan mataku pada kursi yang ku tempati tadi.

"Oh dari sana. Mau masuk ya?" tanya Bagas lagi.

"I-iya" ucapku terbata saat mataku melihat Faisal sedang menatapku.

"Yaudah silahkan tuan putri" ucap Bagas.

Aku segera masuk ke dalam kelas dengan buru-buru.

"Tunggu" ucap Faisal dari belakangku.

Tidak, aku sudah masuk ke dalam kelas. Lihatlah, kini teman-temanku menatap ke arahku dan Faisal.

Aku membalikkan badanku perlahan. Ta ganku meremas novel yang kupegang.

"Ya?" tanyaku.

"Jatuh" ucap Faisal lalu menyodorkan jepit rambut bintang yang mungkin jatuh saat aku terburu-buru.

Aku segera mengambilnya dan mengucapkan terima kasih. Faisal hanya berdehem membalasku, lalu keluar dan pergi bersama Bagas.

Beberapa detik lagi.
1
2
3

"Gathaaaaaaa" teriak teman perempuanku termasuk Desi dan Cerry. Kecuali Zalda.

"Iya" jawabku malas.

"Lo habis pergi sama Faisal?" cecar Desi.

"Engga, aku dari depan kelas" jawabku sembari duduk.

"Ko jepitan lo bisa di Faisal sih" ketus Desi.

"Tadi jatuh waktu aku ngelewatin dia, terus diambilin" jawabku.

"Issshhhh, curang lo selalu dapet kesempatan sama Faisal deh" ucap Desi merajuk.

"Kebetulan mungkin" ucapku seadanya.

Aku sendiri tidak yakin. Apakah itu hanya kebetulan atau bukan.
Aku berusaha untuk tidak memikirkannya, namun sisi lain hatiku diam-diam tersenyum saat memandang jepitan bintang ini.

730'Days ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang