29. Mau bareng?

113 17 0
                                    

Semalam, setelah selesai makan martabak aku benar-benar merasa kekenyangan.
Padahal aku sudah membagi martabaknya dengan Bibi.

Aku sedang menunggu Bibi menyiapkan bekal untukku. Aku meminum susu strawberry yang tersisa setengah, dan menghabiskannya hingga tandas.

"Ini non bekalnya, jangan lupa di habiskan" ucap Bibi.

Aku memasukkannya ke dalam tas.
"Iya bi, Gatha abisin ko" ucapku.

Kemudian aku menyalami tangan Bibi untuk berpamitan. Bibi sama sama saja orang tua bagiku. Dia yang selalu menjagaku dan merawatku saat aku sendiri.

"Gatha berangkat ya Bi" ucapku lalu menutup pintu depan.

Aku menghampiri supirku yang sedang mengotak-atik mesin mobil. Bahkan dia hanya memakai kaos oblong biasa, tidak memakai seragam supirnya.

"Pak, mobilnya kenapa?" tanyaku.

"Ini non, ada masalah sama mesinnya. Kayanya harus panggil montir"kata supirku.

"Berarti masih lama Pak?" tanyaku.

"Iya Non, Non berangkat naik taksi atau bareng temen saja ya" ucap supirku.

Aku mengerucutkan Bibir. Sudah pukul 06.30. Jika aku menunggu taksi aku harus ke luar perum dulu dan berjalan dari sini? Cukup melelahkan.

Aku keluar gerbang dan membuka ponselku. Sempat terfikir untuk meminta Bagas menjemputku. Tetapi aku urungkan karena tidak enak kepada Kak Karin.

Atau Zalda? Tidak, dia kan berbeda arah denganku. Akan lebih jauh jika dia kesini.

Aku menghentakkan kaki ku dan berfikir.
Apa aku pesan ojek online saja?
Iya benar. 

Aku mulai memesan Grab melalui aplikasi. Tapi belum ada juga yang menerima orderanku.

"Mau bareng?" tanya seseorang didepanku.

Aku melihat ke arahnya. Faisal.

"Udah siang" ucap Faisal lagi.

Aku masih menimbang-nimbang.

"Ngga mau?" tanya Faisal lagi lalu dia mulai menginjak gigi motornya bersiap untuk melaju.

"Mau" ucapku akhirnya menyetujui.

Sebelum naik aku membatalkan pesanan ojek online ku. Lalu menaiki motor Faisal dan duduk dengan tenang.

Faisal melajukan motornya dengan kecepatan normal. Itu awalnya saja, setelah kami keluar dari gate perumahan dia melajukan motor dengan kencang.

"Sal,pelan-pelan" teriakku.

Aku sangat ketakutan, aku tidak berpegangan apapun. Dia Faisal bukan Bagas, aku jelas tidak berani melingkarkan tangan di tubuhnya.

Faisal memelankan motornya lalu menatapku lewat spion.

"Bisa telat" ucapnya lalu memacu motornya lagi dengan kencang.

Aku sedikit terjungkal lalu memeluk leher Faisal.
Dia terbatuk-batuk lalu menepuk tanganku.

"Gat, mau bunuh gue?" teriak Faisal.

Aku terkejut lalu melepaskan tanganku.

"Maaf Sal, makannya jangan ngebut" ucapku.

"Lo mau kita telat?" tanya Faisal.

"Ya engga" jawabku.

"Gue ngebut" ucap Faisal.

"Pegangan jaket gue" ucap Faisal.

Aku mengikuti permintaannya. Aku tidak melingkarkan tangan untuk memeluknya. Aku hanya memegang sisi jaketnya.

Kami sama-sama terdiam. Aku memejamkan mata tak berani menatap sekitar.
Jantungku nyaris copot saat Faisal berhenti mendadak karena lampu merah.

Kepalaku terantuk helm Faisal.

"Aww" ringisku lalu mengusap-usap dahiku.

Faisal menoleh dan tertawa.

"Sakit ya?" tanya Faisal meledek.

"Pake nanya lagi" ucapku sedikit sewot. Kami terkekeh bersama.

Aku merasa ada kehangatan disini. Ada yang berbeda dari Faisal.
Apa mungkin hanya perasaanku saja? Dan dia tidak?

730'Days ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang