Aku berusaha fokus dengan materi bimbel yang Pak Ilham ajarkan. Sesekali aku masih melirik ke arah Faisal. Dia terlihat senyum-senyum sendiri.
Aku menendang bangkunya agar dia kembali memperhatikan Pak Ilham. Juga agar dia berhenti tersenyum karena Giza?
Apa aku sedang cemburu?
Aku memejamkan mata sejenak menetralkan perasaan yang mulai berkecamuk.
Mapel Pak Ilham berjalan sangat cepat dari biasanya. Aku membereskan buku dan alat tulisku.
Menggendong tas ku dan bersiap untuk pulang.Faisal mencekal lenganku.
"Pulang bareng" ucapnya lalu menariku ke arah parkiran.
Aku hanya diam menurutinya. Aku mencari helm ku saat Faisal sudah memakai helmnya.
"Helmku mana?" tanyaku.
"Ah lupa gue, ketinggalan di rumah Giza" kata Faisal.
"Oh yaudah" ucapku sedikit kecewa.
Aku menaiki motornya dan menikmati perjalanan dengan Faisal seperti biasa.
Kali ini tidak ada yang bercerita diantara kami. Aku juga merasa keadaan sedikit berbeda dari sebelumnya."Gat" panggil Faisal.
"Iya" jawabku.
"Menurut lo gimana?" tanya Faisal.
"Gimana apanya" ucapku.
"Giza" ucap Faisal.
Aku mengernyitkan dahi. Giza? Untuk apa membahasnya.
"Aku ngantuk, mau tidur sebentar" ucapku mengalihkan pembahasan.
"Yaudah, pake punggung gue buat sandaran" ucap Faisal, aku menurutinya.
Sepanjang jalan, sebenarnya aku tidak tidur. Aku hanya bersandar di punggung Faisal. Aku merasa, nanti atau entah kapan, aku tidak bisa bersandar di punggungnya lagi. Entahlah, mungkin perasaanku saja.
Faisal mengendarai motornya dengan cepat. Kami sudah sampai saja di depan gerbang rumahku.
Aku turun dan ingin cepat masuk."Gat, gue boleh mampir?" tanya Faisal.
Terpaksa aku mengiyakan karena tak enak jika menolaknya.
Faisal membawa motornya masuk ke teras rumahku. Lalu aku dan dia sama-sama duduk di ruang tamu.
"Mau minum apa?" tawarku.
"Engga usah Gat, gue cuma perlu ngomong sama lo" ucap Faisal yang tiba-tiba menunjukkan raut serius.
"Ngomong apa?" tanyaku.
"Gue sebenernya udah lama mau cerita ini , tapi selalu kelupaan" ucap Faisal.
Aku masih menunggunya, tidak tau kenapa, perasaanku menjadi gusar.
"Giza yang tadi itu pacar gue" ucap Faisal.
Bahuku merosot, aku memandang Faisal dengan kecewa. Apa aku tidak salah dengar? Sepanjang aku menginginkan Faisal untuk banyak mengucapkan kata, aku paling benci saat dia berkata ini.
"Pa-pacar?" tanyaku meyakinkan.
"Iya Gat, hehe" ucap Faisal terkekeh. Apa dia tidak menyadari perubahan rautku?
"Sejak kapan?" tanyaku dengan suara yang mulai serak.
"Emm, tiga atau dua minggu yang lalu" jawab Faisal.
Aku memilin jariku dan menunduk. Aku berusaha mati-matian menahan tangis di depannya.
"Lo ngga mau ngucapin selamat ke gue Gat?" tanya Faisal.
"Se-selamat, semoga bertahan lama" ucapku lirih.
"Gue juga berharap iya Gat. Giza tipe gue banget, dia cantik, ramah, pinter, sama unik juga. Gue sayang sama dia Gat" ucap Faisal antusias.
Aku tidak tau lagi harus berkata apa.
Ini sangat sakit.
Saat orang yang sudah lama aku sukai bilang kepadaku tentang perempuan yang dia sukai, bahkan Faisal memuji dan mengatakan sayang pada Giza."Gat, gue bilang ini sekarang karena mungkin nanti gue ngga bisa sering-sering pergi bareng lo lagi. Lo pasti ngerti kan?" tanya Faisal lalu menatapku dalam-dalam.
"Aku ngerti Sal" jawabku.
Aku mengerti, sangat mengerti.
"Yaudah, itu aja Gat, gue pulang dulu ya." ucap Faisal berpamitan lalu menepuk puncak kepalaku tiga kali. Seperti biasa.
"Iya, hati-hati" ucapku.
Aku sengaja tidak mengantarnya ke gerbang. Aku menutup pintu ruang tamu dan terduduk di lantai. Menutupi wajahku dengan telapak tangan untuk menampung air mataku.
Hiks hiks hiks
Aku merasakan seseorang memeluku. Aku mendongak, Bagas.
Sejak kapan dia disini? Apa dia mendengar semuanya?"Nangis Gat, jangan di tahan lagi" ucap Bagas.
"Maafin gue Gat" ucap Bagas.
Aku menangis kencang di pelukannya, aku tidak peduli tetangga atau Bibi akan mendengarnya. Aku meluapkan semuanya di pelukan Bagas.
"Faisal Gas, aku baru tau Gas. Hiks hiks" ucapku lirih di sela tangisanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
730'Days ✔ end
Teen FictionSatu tahun aku mencari arti tatapan curi pandang Faisal padaku. Di gerbang, koridor, kantin dan perpustakaan. Kita hanya berpapasan tanpa memberi sapaan. Sampai akhirnya, hari perkenalan itu terjadi. Kamu dan aku menjadi dekat tanpa terasa. Banyak...