30 | Devil

373 29 3
                                    

Iva membuka beberapa dokumen yang Lemana berikan padanya. Banyak sekali pertanyaan yang ingin dia tanyakan tapi dia tahu waktunya tidak banyak. Mereka tidak bisa duduk seharian berbincang tentang masa lalu sedangkan nyawa Awan sedang dalam bahaya.

Ada laporan tentang kasus kebakaran di sekolahnya dulu sewaktu di Riau, kecelakaan beruntun yang dia alami bersama mama Asri, kejadian-kejadian kecil seperti pot yang jatuh, tabrak lari, penyusupan di rumahnya dan terakhir adalah hasil lab kandungan racun yang ada di tubuh Mama Asri.

"Dokter Danu?" gumam Iva pelan.

"Danu adalah temanku, yang kebetulan menangani kasus kematian Mamamu."

"HAH?" Iva bingung.

"Iva kamu harus tahu satu hal, aku pernah bertemu dengan Ayah angkatmu, Bagus Wijaya dia menceritakan segalanya bagaimana cara kalian bertemu dan yang terjadi pada keluarganya setelah itu. Kemudian kami berencana akan pergi ke Riau bersama tapi, Ayahmu tiba-tiba meninggal, dibunuh tentu saja. Lalu aku pergi sendiri ke Riau tapi, kau sudah pindah bersama Mamamu. Kemudian terjadi masalah. Tuan Tan, Ayah mertuaku wafat, aku harus mengurus bisnisnya sedangkan Vanya, istriku, memutuskan untuk bercerai. Jadi aku mengirim beberapa orang untuk mengawasimu tanpa kau atau Bramantyo tahu. Karena jika dia tahu aku menaruh perhatian padamu maka kekejamannya akan menjadi-jadi," ucap Lemana menjelaskan, kerutan di kening Iva menandakan otaknya sudah terlalu penuh menerima semua informasi yang tumpang tindih ini. Dari mulut Lemana dia mendapatkan infromasi yang utuh seperti saat ini.

"Aku bekerja untuk Tuan Tan, kemudian anak gadisnya Vanya hamil dengan pria lain. Demi menyelamatkan muka, Tuan Tan menikahkan aku dengan Vanya, karena namaku sedang naik di organisasi, performaku sangat dipuji menjadi alasan Tuan Tan menikahkan Vanya dan aku."

Seseorang mengetuk pintu dan masuk, menunjukan sebuah tablet kepada Lemana, wajahnya berubah menjadi serius lagi.

"Apakah Awan sudah ditemukan?" tanya Iva ragu.

"Hmm, aku rasa Angkasa temanku itu menemukan markas mereka. Temanmu Indra dan Bayu juga sudah bergabung," jawab Lemana.

"Siapkan juga orang-orang kita, kita akan ikut ke sana!" perintah Lemana kepada pria tinggi itu. Pria itu hanya mengangguk dan meninggalkan Iva dan Lemana kembali berdua.

"Aku ikut!" ucap Iva tiba-tiba.

"Tidak, kau akan tetap di sini. Akan lebih aman untukmu dan lebih mudah untukku."

"Ayah tau kau mengkhawatirkan Awan. Percayalah dia akan baik-baik saja. Anak itu kuat." Ucapannya seakan diperuntukkan untuk dirinya sendiri. Lemana berusaha menyakinkan dirinya juga saa itu.

Kemudian masuk beberapa orang yang menanti perintah Lemana untuk bergerak. Iva membaca dokumen-dokumen yang ada di tangannya. Ternyata selama ini Lemana dekat dengannya, mengawasi dan melindunginya dari jauh. Namun, agar pergerakannya tidak diketahui Bramantyo, dia bergerak secara diam-diam.

Kecelakaan beruntun yang dia alami bersama Mama Asri tidak berakibat fatal karena ada satu mobil yang masuk di antaranya seingga benturan yang mereka alami tidak terlalu kuat. Orang yang ada di mobil itu adalah suruhan Lemana. Ibu-ibu yang menariknya agar terhindar dari pot yang jatuh juga adalah orang suruhan Lemana. Kemudian Dokter Danu yang kebetulan adalah teman Lemana, pantas saja Dokter Danu sangat bertekad memeriksa Mamanya waktu itu. Iva melirik pria di hadapannya itu, wajahnya lelah, kerutan di wajahnya tampak jelas tapi tetap saja Lemana sangat berwibawa dan kharismanya sangat besar. Kemudian dia tersenyum kecil dan kembali membaca laporan-laporan itu.

"Ayah akan pergi, tetap di sini. Ini perintah!" ucap Lemana tegas kepada putrinya itu. Iva tidak menjawab dan masih duduk di tempatnya. Dia tersandar. Dan bertanya kepada dirinya sendiri siapa yang harus dia percayai, tapi hati kecilnya bilang Lemana adalah orang yang benar. Dia tidak berbohong tatapan matanya langsung dan tajam. Setiap perkataannya tegas dan tidak ada keraguan di sana. Lagi pula, Lemana bercerita tanpa mencoba membenarkan dirinya. Dokumen-dokumen ini juga merupakan bukti kesungguhan Lemana  dari awal dia bertemu sang Ayah, ada sebuah perasaan yang berbeda. Dia sungkan tapi juga ingin memeluk pria besar itu, sebuah ungkapan lain dari kata rindu.

"Aku bukan anak buahnya, aku tidak menuruti perintah!"

Iva berdiri, membuka pintu ruangan dan tidak ada siapa-siapa di sana. Dia mengendap keluar melalui tangga darurat dan keluar melalui pintu belakang. Dia melihat pesan yang dikirim Indra soal lokasi mereka akan bergerak. Dia juga akan bergerak sendiri, dia tidak akan sanggup berdiam diri menungu kabar Awan. Iva memang keras kepala dan selalu saja tergesa-gesa.

Tiba-tiba seseorang membekap mulutnya, kepalanya mendadak pusing dan kesadarannya menghilang perlahan kemudian pingsan. Gadis itu kini dibawa dengan sebuah minibus hitam dan melaju meninggalkan gedung.

Lemana yang bersiap akan berangkat mendapat laporan bahwa Iva menghilang dari ruangannya.Lemana mengehela napas panjang, dia sudah memperhitungkan hal ini.

"Lacak dia!" perintah Lemana kepada pria yang berdiri di samping Cipto itu.

"Jika bertemu langsung beri laporan dan selamatkan Iva. Tapi ingat kau harus hati-hati yang kau hadapi bukan penjahat biasa. Dia sakit jiwa! Aku tidak ingin kehilangnmu juga setelah Amandanu, mengerti!!" Lemana menarik kerah baju Bagas dan memegang kepala pria muda itu. Dia mengangguk mengerti dan pergi.

#

Iva terikat dalam keadan pingsan, dia mendengar suara sayup-sayup suara yang memanggil namanya. Dia membuka matanya pelan. Dia melihat sekeliling ruangan minim cahaya itu terasa sangat lembab dan dia menemukan Awan yang terikat dengan kaki yang terjuntai.

"AWAN!!" pekiknya setelah sadar siapa yang memanggilnya sedari tadi.

"Gadis bodoh, apa yang kau lakukan?" tanya Awan panik. Iva mulai menangis melihat kondisi Awan saat itu. Kakinya hancur, darah keluar dari kepalanya.

"Wah Wah, reuni yang mengharukan," Bramantyo masuk, wajahnya masih sama seperti ketika Iva pertama kali melihatnya sangat ramah, dia selalu tersenyum.

"Hari ini hari yang besar, transaksi besar akan berlangsung malam ini, dan lihatlah aku mendapatkan dua burung kesayangan Lemana." Bramantyo terkekeh senang. Dia menyeringai sambil menarik kursi dan duduk di depan Iva.

"Wajahmu benar-benar mirip dengan Mala. Tapi, sifatmu! Kau mengambil bulat-bulat sifat Lemana. Aku menyukainya." Sekali lagi dia menyeringai dan kemudian menampar wajah Iva dengan keras hingga membuatnya terjatuh dari kursi.

"BAJINGAN KEPARAT!!" teriak Awan. Darah keluar dari dalam mulut Iva dan Bramantyo hanya tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Awan.

"Kau masih punya banyak tenaga, HAH?" Bramantyo mengambil tongkat besi yang tersandar di tiang dan menghantamkan pada kaki Awan yang sudah parah itu. Awan mengeluarkan jeritan kesakitan diikuti dengan teriakan Iva yang histeris melihat Awan tersiksa.

Beberapa kali dia menghantam keras kaki Awan dan kemudian bagian perut, membuat Awan memuntahkan darah. Bramantyo mengambil sebilah pisau dari atas meja dan memotong kedua tali yang mengikat tangan Awan membuat pria itu terjatuh tersungkur ke lantai. Badannya melengkung ke depan menahan perih yang luar biasa pada perutnya.

"IBLIS, KAU IBLIS!!!" pekik Iva.

Bramantyo berjalan menuju Iva yang terbaring di lantai dalam keadaan tangannya terikat kebelakang dan kakinya juga terikat. Dia berjongkok dan menarik rambut Iva ke atas, gadis itu tidak gentar menatapnya tajam, pria itu sekali lagi tersenyum dan memukul wajah Iva dengan keras sehingga membuat Iva pingsan.

Bramantyo berdiri memandang tubuh gadis yang tergeletak di lantai itu.

"Aku adalah Iblis yang lahir karena Ayahmu meninggalkanku sendirian dengan pria tua itu, tapi tenang saja aku akan membereskan semua masalah ini, aku tidak membenci Lemana walaupun dia yang merubahku seperti ini," Bramantyo meraung dan menangis tapi tak lama dia tertawa terbahak-bahak kemudian berjalan meninggalkan ruangan itu.

_______

Terjadi beberapa kesalahan dalam pengetikan di part sebelum-sebelumnya T.T.

Mohon maaf ya ^^

Tetap dukung, vote dan komen :)

Scouring The Past (TAMAT - REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang