22 | The Hesitation

346 27 0
                                    

Awan berdiri menghadap pada pintu kaca menuju balkon apartemen. Entah apa yang telah mengganggu pikirannya saat itu. Tatapan mata yang kosong menerawang jauh entah kemana. Pria yang dia temui beberapa hari yang lalu tentu bukan Amandanu yang merupakan kaki tangan sang Ayah, tempatnya meminta informasi. Jelas informasi yang tengah dia selidiki merupakan sesuatu yang tidak boleh Ayahnya ketahui.

Hubungannya dengan sang Ayah sangatlah dekat, lebih dekat jika dibandingkan dengan Ibu. Walaupun sering melakukan perjalanan ke luar kota atau luar negeri, Awan tetap saja merasa lebih nyaman dengan Ayahnya. Bukan karena dia anak tunggal kemudian dimanja oleh Ayahnya, tentu saja Ibunya sangat memanjakan Awan berbeda dengan sang Ayah. Dalam benak Awan Ayahnya adalah sosok kuat dan hebat, disiplin tapi juga lembut dan hangat. Sebuah sisi yang jarang sekali dia perlihatkan kepada orang lain. 

Apa saja yang Amandanu ketahui maka itu berarti sang Ayah akan mengetahuinya segera. Amandanu merupakan adik, sahabat, rekan kerja, orang kepercayaan dan keluarga bagi sang Ayah. dia mempercayakan hidup dan matinya ditangan Amandanu, termasuk mengurus dan menjaga Awan. Sedangkan bagi Awan, Amandanu sudah seperti keluarga, paman dan seseorang yang dapat membantunya menyelesaikan masalah, Amandanu sudah ada di sisinya sepanjang dia dapat mengingat masa lalunya.

Setahun yang lalu Ayah dan Ibunya memutuskan untuk bercerai, mereka mengaku tidak ada masalah di antara keduanya. Tidak ada orang ketiga ataupun kekerasan dalam rumah tangga mereka. Hanya saja keadaan rumah tangga mereka bertahan selama ini hanya karena Awan, putra yang mereka sayangi. Awan sudah dewasa kini, dan mereka memilih untuk menjalani kehidupan mereka secara terpisah tanpa ikatan pernikahan lagi. Namun, tanggung jawab sebagai orangtua akan tetap mereka prioritaskan.

Pada awalnya, Awan merasa kedua orangtuanya mengkhianati kepercayaan tentang potret keluarga bahagia dan memutuskan untuk keluar rumah sebagai bentuk rasa kecewa terhadap keputusan mereka. Awan berpergian keberbagai daerah untuk meredam marah dan kecewa di dalam hati sambil bekerja. Kemudian Amandanu menemukan keberadaan Awan saat itu, tentu bukan hal yang sulit baginya. Sejak saat itu tugas utama Amandanu adalah menemani Awan kemana pun dia berpergian. Tentu saja keputusan kedua orangtuanya untuk berpisah tetap berjalan.

Akhirnya Awan sadar, keputusan yang mereka ambil adalah untuk kebaikan mereka bertiga agar dapat hidup lebih bahagia di kemudian hari. Bahkan hingga saat ini Ayahnya tetap mengurus bisnis keluarga sang Ibu.

Keterlibatannya pada masalah yang menimpa Iva ini membuatnya ikut penasaran dan diam-diam menyelidiki lebih dalam dan jauh. Walau semua merupakan potongan puzzle yang membingungkan, Awan tetap saja memiliki satu kekhawatiran, oh tidak mungkin lebih dari satu yang membuatnya kini mengkerutkan dahinya. Kepalanya tiba-tiba berdenyut, dia memegangi kepalanya dengan sebelah tangan dan melepaskan napas yang berat.

Bagi Awan benar dia telah jatuh cinta jauh sebelum dia dan Iva datang ke Surabaya. Dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis yang enam tahun lebih tua darinya itu. Ada sesuatu yang membuatnya terarik pada awalnya yang tidak bisa dia jabarkan dengan baik pada logika saat itu. Tiap kejadian dan masalah yang menimpa gadis itu membuatnya merasa harus melindungi gadis itu dengan segala resiko yang akan dia terima. Sebuah perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya kepada siapa pun, baik gadis lain yang pernah mengisi hatinya atau bahkan kepada kedua orangtuanya tidak, perasaan ini baru pertama kali dia rasakan dan makin kuat setelah dia bertemu kembali dengan gadis itu di Surabaya ini.

Iva keluar dari kamarnya dengan ragu kemudian melihat Awan berdiri mematung di depan pintu kaca menuju balkon memegangi kepalanya. Awan saat itu bakan tidak menyadari keberadaan Iva yang suda berdiri di sampingnya. Iva masih memandangi Awan dari samping dalam diam, dia memandanginya lekat.

"Mikirin apa sih? Ada masalah?" tanya Iva lembut, membuat Awan akhirnya menyadari keberadaan gadis itu di sampingnya.

"Udah bangun? Mau sarapan? Aku tadi beli sarapan di dekat sini," ucap Awan.

"Awan ..." Iva memegang pundak Awan dan masih menatap pria itu lekat dan dalam.

"Hmmm?" tatapnya lembut kepada Iva, dia menepis jauh-jauh apa pun yang tadi tengah berkecamuk dalam pikirannya.

"Ada apa? Hmmm, kamu nggak kayak biasanya, jangan bikin aku takut begini .." tanya Iva memelas. Kini saat berhadapan dengan Awan, Iva sudah tidak bisa bersikap seperti biasanya lagi. Dia yakin perasaannya untuk pria itu tapi masih terlalu gengsi mengatakannya. Awan menarik Iva ke dalam pelukannya mendekapnya dengan erat mencoba menenangkan diri dan segala macam yang dia pikirkan saat itu. Iva tidak menolak, dia merasa ada sesuatu yang membebani Awan tapi tidak mau atau belum siap dia ceritakan. Iva membalas pelukan Awan dengan dekapan yang sama, menepuk pundak pria itu pelan dengan kasih sayang. Mengirim kehangatan yang membuat Awan tenang dan mengusir segala gundah yang dia rasakan.

Keduanya duduk bersama di satu-satu sofa yang ada di ruangan itu. Awan merangkulkan tangannya pada Iva. Tubuh mereka saling mendekat. Awan diam, Iva menunggu Awan bercerita. Sebenarnya ada apa dengan pria itu. Setelah kemarin dengan sangat bergairah menciumnya kini dia menjadi lebih diam dari biasanya. Tepatnya setelah menerima telpon yang entah dari siapa tadi malam, tapi menurut pengakuan Awan ada masalah sedikit pada project yang harus dia periksa dan membuatnya menjadi serius duduk menghadap laptop miliknya.

"Masalah pekerjaannya serius?" Iva tidak sabar menunggu Awan membuka mulutnya untuk bercerita.

"Nggak kok, uda selesai tadi malam hanya kesalahpahaman antara tim budget ama tim kreatif," jawabnya seraya melempar senyum.

"Lalu kita hanya akan duduk seperti ini seharian?" tanyanya lagi menatap Awan, pria itu membalas tatapannya, tersenyum dan memegang kepala Iva dengan lembut.

"Bisakah hari ini, kita tidak mencari masalah? Seperti ini saja ... berdua ... damai," ucap Awan.

"Hei ..." Iva meraih wajah Awan menatapnya dengan lekat sekali lagi seperti sedang mencari sesuatu di mata Awan, "Ada apa?" lanjutnya bertanya. Awan meraih tangan Iva yang berada di wajahnya mencium punggung tangan Iva, kemudian mendaratkan ciuman di kening Iva.

"Kita kabur aja! Sembunyi selamanya, berdua menjauhi masalah apapun. Hmm?" Awan kembali memeluk Iva yang bingung setengah mati atas tingkah Awan itu , suaranya bergetar saat itu. Memang pikiran untuk lari dan sembunyi terus saja muncul dan mungkin adalah pilihan terbaik untuknya, untuk mereka berdua. Apalagi kini Awan sudah ikut terlibat jauh  dalam masalahnya. Iva bisa saja melupakan segalanya dan memulai hidup yang baru tapi jika memikirkan kematian Ibu, Ayah dan Dokter Danu dia akan merasa bersalah jika memutuskan untuk lari dari semua itu, dia harus menghadapinya.

Iva tidak menjawab, dia hanya diam mencoba memahami apa yang sebenarnya mengganggu pikiran Awan saat itu. Membelai kepala Awan, memainkan jemarinya di rambut Awan yang beraroma menthol itu.

"Oke, kita nggak usah ngapa-ngapain hari ini, tapi bukan berarti aku akan berhenti, aku nggak bisa!" bisik Iva selembut mungkin. Awan melepaskan pelukannya memegangi wajah Iva yang penuh dengan tanda tanya. Kemudian memberikan sebuah ciuman pada bibir Iva secara tiba-tiba. Setelah melepaskan bibirnya dari bibir Iva Awan menempelkan dahi mereka berdua, menarik napas panjang dan kembali memeluk gadis itu.

"Sorry, harusnya aku nggak bicara kayak gitu. Kamu harus mencari kebenarannya dan aku akan bantu kamu dengan segala resiko apa pun yang akan kita hadapi nanti ke depan," Awan melepaskan pelukannya dan menatap dalam, "Satu hal Iva, aku mohon satu hal. Please, apa pun yang terjadi nanti kita harus menghadapinya sama-sama. Kamu harus percaya sama aku!! Oke."

Iva mengangguk pelan tak kuasa bertanya lebih setelah melihat raut wajah yang dibuat Awan, mereka kembali berpelukan mencoba menenangkan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mencoba melewati satu hari itu menjauhi masalah tetapi tetap mempersiapkan langkah awal yang akan membawa mereka pada suatu kebenaran yang besar.

Scouring The Past (TAMAT - REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang