Awan tersadar dan mendapati dirinya tengah berada di sebuah ruangan serba putih di dalam sebuah kamar tapi bukan kamar apartemennya. Masih dirasakan nyeri di bagian tulang pipi yang membiru. Perlahan dia turun dari tempat tidur mencoba mengenali di mana dirinya berada saat ini kemudian tiba-tiba tersadar bawa Iva tidak bersama dengannya. Dia panik mencari handphonenya untuk menghubungi Iva. Namun, handphone miliknya tidak ada dan Awan teringat menjatukannya saat perkelahian semalam.
Awan berusaha keras untuk mengingat bagaimana akhirnya dia bisa ada di tempat itu. Hal terakhir yang diingatnya adalah dia menghantam sesuatu yang keras yang membuat kepalanya pusing. Sebelum akhirnya tidak sadarkan diri Awan masih bisa mendengar seseorang memanggil namanya dan kemudian di sinilah dia berada. Tempat yang asing.
Awan berjalan tergesa-gesa menuju pintu kamar sebelum jemarinya sampai pada gagang pintu, pintu kamar tersebut terbuka tiba-tiba membuatnya mundur selangkah ke belakang. Seorang pria muncul dari depan pintu dan terlihat Amandau berdiri di sebelahnya.
"Ayah!!!" seru Awan terkejut.
Awan dan ayahnya duduk berhadapan diam tak bersuara. Sedangkan Amandanu duduk di antara mereka. Awan melirik Amandanu yang juga menatapnya.
"Gadis itu sudah tahu kalau anda baik-baik saja, Mas. Tenanglah dan sepertinya dia tidak sendirian," ucap Amandanu setelah mendapati Awan meliriknya. Pria paruh baya itu sudah paham betul apa yang sedang dipikirkan oleh Awan. Dia yang penuh bekas luka pada wajah dan beberapa bagian tubuhnya itu hanya mampu bernapas lega. Akhirnya hari ini tiba, hari di mana dia akan berhadapan dengan Ayahnya yang sudah pasti mengetaui apa yang sedang dia kerjakan dari Amandanu. Tidak kembali ke Jakarta dan melalaikan pekerjaan di sana, parahnya dia tidak mendampingi sang ibu dalam proses perceraian dengan Ayahnya itu. Kemudian melirik diam ke arah sang Ayah tepat saat itu juga sedang menatapnya. Awan hanya menggigit bibir bawahnya.
"Gadis itu sedang bersama kerabatnya. Mereka juga adalah yang mencari informasi tentangmu dan keluarga kita," ucap Lemana tenang.
"Maksud Ayah?" tanya Awan bingung dengan pernyataan tiba-tiba dari Ayahnya itu.
"Bayu Anggara dan Indra ..." kalimatnya terpotong seperti melupakan lanjutannya.
"Indra Mulya," sahut Amandanu menyambung ketika majikannya itu lupa nama lengkap pria yang mencari informasi tentang mereka. Awan diam sedang memikirkan sesuatu, sesuatu yang sempat mengganggu pikirannya dan membuatnya frustrasi beberapa hari yang lalu.
"Mereka berdua Polisi bukan, sangat pintar, Ayah cukup terkesan." Sambung Lemana melemparkan pandangan ke Amandanu yang mengangguk pelan menyetujui pernyataan tuannya.
"Lalu?" tanya Awan lagi.
"Lalu, mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan tentu saja," jawab Lemana tetap tenang sedangkan Awan wajahnya tampak semakin frustrasi.
"Kenapa? Kenapa mereka mencari tahu tentang Aku? Tentang Ayah?" tanya Awan akhirnya.
"Kau sudah tau jawabannya, Nak. Tentu saja karena Ayah memiliki hubungan dengan gadis itu. Iva ... Rahma," jawab Lemana tetap tenang. Seketika Awan berdiri mundur ke belakang membuat Amandanu juga beranjak dari duduknya.
Awan pergi meninggalkan Lemana dan Amandanu pikirannya kacau. Dia tidak percaya apa yang dia pikirkan beberapa hari ini benar adanya.
"Ikuti kemana pun dia pergi. Jauhkan dia dari Bramantyo! Pria itu lebih berbahaya dari Sanjaya!" ucap Lemana kepada Amandanu. Pria itu pun mengejar Awan.
Awan duduk diam di kursi penumpang, membiarkan Amandanu mengambil alih kemudi. Pikirannya melayang di hari pertama kali dia bertemu dengan Iva. Dadanya sesak dan menjadi sakit.
"Sejak kapan? Sejak kapan Ayah mengetahui tentang Iva?" tanya Awan kemudian kepada Amandanu orang yang pasti tahu segalanya saat ini.
"Sejak Awal tentu saja kau pikir siapa Ayahmu itu? Dengan informasi yang aku dapat akan keterlibatan Bramantyo, dan nama Sanjaya muncul ke permukaan dalam kasus ini. Tidak perlu waktu yang lama dia mengetahuinya. Bahwa gadis itu adalah putrinya yang hilang 29 tahun yang lalu," kalimat terakhir Amandanu membuat dada Awan semakin sesak ingin meledak.
Awan tiba bersama Amandanu di apartemen tempat dia dan Iva sebelumnya tinggal. Dia berharap gadis itu benar-benar tidak apa-apa tapi dia juga bingung bagaimana cara menghadapi Iva saat ini. Apakah dia sudah tahu kebenarannya?
Awan sekarang berdiri mematung di depan pintu masuk apartemennya, menyiapkan mental karena bagaimana pun gadis itu berhak tahu apa yang kini membuat kepalanya berdenyut hebat. Bukan karena hantaman benda keras tapi karena kenyataan yang tidak ingin dia terima itu. Awan menarik napas panjang dan melepaskannya bersamaan dengan diketuknya pintu apartemen itu. Hanya butuh lima detik, seorang pira berbadan besar membuka pintunya.
"Iva," ucapnya setelah melihat wajah pria yang membuka pintu. Saat pintu di buka lebih lebar terlihat Iva dan Indra berada di dalam. Baru saja dua langkah diambil Awan untuk masuk ke dalam. Dia disambut pukulan Iva tepat di wajahnya membuatnya yang sudah cukup frustrasi itu menjadi semakin gila mendapati reaksi Iva yang berarti dia sudah tahu informasi terbaru. Bukan hanya Awan yang terkaget-kaget, bahkan Indra dan Bayu yang satu ruangan dengan mereka juga ikut terkejut. Wajah Iva merah padam.
"Iva!" ucap Indra kaget saat itu.
"Ngapain lagi kamu ke sini? Nggak cukup dengan semua omong kosong yang udah kamu kasih ke aku, hah? Kamu udah tau kan semua ini sebelumnya? Iya kan?" suara Iva bergetar, air matanya menggenang.
"Jawab! Kenapa diam? Jahat kamu, Wan ... Benar-benar tega kamu mempermainkan aku kayak gini!" air matanya jatuh. Awan benar-benar terkejut tak bisa berkata apa-apa mulutnya seperti terkunci. Reaksi Iva diluar ekspektasinya. Dia tahu Iva akan marah tapi tidak seperti ini.
"Pergi, aku nggak mau lihat kamu lagi. PERGI!!" teriak Iva histeris membuat Awan mundur, tidak dia sadari air matanya pun telah mengalir melihat gadis yang dia cintai itu terluka akibat ulahnya. Awan pun pergi meninggalkan Iva, mungkin nanti dia akan kembali jika mereka sudah tenang dengan perasaan mereka masing-masing.
Indra mendekati Iva yang sudah terduduk di lantai menangis mencoba menenangkan, tapi gadis itu bangkit dan masuk serta mengunci diri di kamar. Dia butuh waktu sendiri mencerna segalanya.
"Biarkan dulu, Iva butuh waktu sendiri," ucap Bayu yang menghentikan Indra yang ingin mengetuk pintu kamar Iva.
"Kenapa dia begitu histeris, Mas? Apa yang si brengsek itu lakukan terhadapnya?" Indra bingung.
"Mereka berdua menghabiskan waktu bersama yang cukup lama, bisa saja ikatan mereka sudah menjadi kuat dan Iva hanya merasa kecewa dengan kenyataan yang dia terima. Awan sudah mengetahui bahwa Eman Nasir ayah kandung Iva, tidak lain adalah Lemana Singgih, Ayahnya. Takut akan kenyataan bahwa mungkin saja ayahnya merupakan bagian dari rencana jahat yang mencelakai Iva membuatnya bungkam, untuk mencari bukti ayahnya tidak terlibat semua ini. Namun, yang dia dapat hanyala rasa kecewa Iva yang mempercayainya," ucap Mas Bayu kepada Indra.
"Dan kita masih belum yakin tentang itu, tentang Lemana yang mempunyai hubungan dengan Bramantyo. Satu-satunya orang yang kita yakin adalah tokoh utama dari peristiwa kejam yang dialami Iva,
"Untuk itu kita harus mencari tahu lebih lagi, besok setelah Iva tenang kita akan mencari wanita itu, Wangasih!" ucap Bayu sambil menutup pintu masuk apartemen.
#
Awan berjalan dengan enggan, rasa sakit di tubuhnya tak sebanding dengan apa yang sedang dia rasakan di dalam hatinya ini. Wajah Iva yang menangis karena dirinya itu terus saja terbayang dan terlintas dalam pikirannya.
Tiba-tiba sebuah minibus hitam berhenti tepat di depan Awan, pintunya terbuka dan tiba-tiba saja dia di tarik ke dalam, kepalanya di pukul sekuatnya hingga tak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scouring The Past (TAMAT - REVISI)
Mystère / ThrillerAdalah Iva Rahma seorang wanita karir yang selalu menghadapi teror aneh di sepanjang hidupnya. Terlebih setelah perceraian orangtuanya terjadi. Teror yang tidak dia sangka adalah kematian sang ibu. Kematian akibat sebuah racun yang sengaja dimasukan...