Awan membawa Iva kembali ke apartemen namun, ketika sampai dengan cepat Awan menarik Iva dan bersembunyi. Saat itu Awan melihat dua orang yang tampak mencurigakan di depan pintu masuk gedung apartemen Iva.
"Kenapa?" tanya Iva kaget karena ditarik tiba-tiba. Awan hanya menunjuk ke arah pintu masuk gedung apartemen Iva.
"Mereka tadi yang ngejar aku!" ucap Iva tegang.
"Kita ke apartemen aku aja," lanjut Awan membawa Iva masuk ke dalam gedung apartemennya. Sesampainya di kamar, Awan tidak menyalakan lampu, dia mengendap pelan mengintip melalui tirai dari pintu menuju balkon yang langsung mengarah ke kamar Iva.
"Apartemen kamu tinggalkan dalam kondisi mati atau hidup lampunya?" tanya Awan kemudian.
"Mati, karena aku pikir mau ke sini setelah beliin kamu makanan," jawab Iva yang berdiri dekat dengan pintu kamar tidur Awan.
"Ada yang nyelinap masuk !" kalimatnya terputus dan cepat menutup tirai. Ada dua orang yang menyelinap masuk ke apartemen Iva kini tengah berdiri di balkon apartemennya.
"Sementara istirahatlah di sini, masuklah ke kamar dan cobalah untuk tidur. Dua hari ini berat untukmu," ucap Awan, raut wajahnya sendiri lelah dan pucat terlebih lagi dia belum pulih sepenuhnya dari luka yang dia dapat akibat kecelakaan kemarin malam itu.
"Kamu juga ... lukamu itu," ucap Iva terbata-bata.
"Aku juga akan istirahat di sini," seraya menunjuk ruang tengah apartemennya. Iva pun masuk ke dalam kamar Awan dan mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
Awan masih mengamati kedua orang yang masih berada di dalam apartemen Iva kemudian dia mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja yang berada di depannya. Saat itu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari.
"Awan?"
"Ayah ..." Awan diam sejenak.
"Ayah mendengarkan! bicaralah."
"Maaf Ayah, aku nggak kasih kabar. Aku sedikit ada masalah di sini."
"Masalah apa? Bisa kamu ceritakan lebih spesifik?" lanjut suara agak berat dan sedikit serak.
"Belum ..., nanti Ayah ... nanti pasti Awan akan cerita!" lanjut Awan sedikit terbata.
"Oke, tapi tetap berkomunikasi dengan Pak Amandanu. Jangan melibatkan diri dengan masalah terlalu dalam. Ayah akan kembali ke Indonesia minggu depan, kapan kamu pulang ke Jakarta?" lanjut suara yang merupakan Ayah Awan.
"Belum tau, Yah. Hmm, bagaimana proses perceraiannya?" tanya Awan canggung.
"Tinggal putusan hakim, setelah itu akan selesai."
"Oh, baiklah. Sudah dulu, Yah nanti Awan hubungi lagi." Awan menyudahi obrolan singkat dengan Ayahnya itu. Masih dengan handphone di tangannya. Tiba-tiba Iva keluar dari kamar dengan tampang awut-awutan membuat senyum kecil tergambar di wajah Awan yang lelah. Awan membuat gerakan memanggil seakan menyuruh Iva untuk bergabung dengannya di Sofa cokelat. Iva mengikuti instruksi Awan dan membenamkan diri di Sofa sambil meringkuk. Awan membenarkan posisi duduknya sehingga kepala Iva bisa bersandar di bahunya. Dengan lembut dia membelai kepala Iva.
"Kalau kamu lagi nggak terluka di kepala, pasti udah aku tabok kamu," ucapnya pelan membuat Awan kembali mengembangkan senyum.
"Iya, kalau aku udah sehat kamu bisa pukul kepalaku ini sepuasnya," jawabnya.
"Sejak kapan kamu ngobrol ama aku pake 'kamu' biasanya lu gua?" protes Iva kemudian yang tidak dijawab Awan. Dia terlalu lelah untuk beradu mulut dengan Iva malam ini. Mereka mengalami dua peristiwa menegangkan dalam dua hari terakhir. Pertama tabrakan maut di hutan baluran dan pengejaran barusan. Akhirnya keduanya tertidur di sofa, wajah mereka tampak sangat kelelahan.
Awan terjaga lebih dulu dia meliat ke arah jam di depannya menunjukan pukul 5 pagi. Awan bangun dengan hati-hati menggendong Iva masuk ke dalam kamar dan membiarkan gadis itu tidur dengan nyaman.
Setelah selesai mandi Awan meninggalkan catatan dekat dengan handphone Iva dan keluar dari apartemen. Dia berencana pergi menuju apartemen Iva yang berada di samping gedung apartemennya. Awan ingin memastikan orang-orang mencurigakan yang mengejar Iva semalam masih berada di sana atau tidak. Awan masuk ke dalam gedung hingga di depan pintu apartemen Iva dan ke empat pria itu sudah tidak ada lagi di sana.
Awan kemudian pergi mencari sarapan untuknya dan Iva, saat kembali menuju gedung apartemennya dia melihat dua orang pria yang tadi malam ada di depan gedung apartemen Iva sedang mondar mandir di receptionist gedung apartemennya. Awan langsung menuju lift dan sepertinya kedua orang itu tidak mencurigainya.
Saat Awan masuk ke dalam apartemennya dia langsung mengambil handphone dan menghubungi seseorang.
"Pak Am, jemput aku dan Iva di apartemen sekarang carikan kami tempat tinggal yang baru!" perintahnya saat itu dan Iva sudah menunggunya.
"Kenapa?" tanya Iva bangkit dari tempat dia duduk.
"Habis makan kita keluar dari sini. Mereka ada di gedung ini, Va. Mereka masih mencarimu. Kita sudah tidak aman di sini!" jawab Awan dengan cepat mengemasi barang-barangnya seadanya sisanya akan diurus oleh Pak Amandanu. Setelah mereka sarapan mereka turun ke bawah menggunakan tangga darurat, setelah memastikan lobby apartemen aman mereka langsung menuju keluar gedung. Pria bernama Amandanu itu sudah menunggu di depan. Awan dan Iva masuk kedalam mobil. Wajah Awan yang tegang sedari tadi terlihat sedikit lega setelah bertemu Pak Amandanu.
"Jadi?" tanya Iva memberi isyarat. Awan memandang gadis itu dan mengambil napas panjang kemudian melepaskannya.
"Perkenalkan, beliau adalah Pak Amandanu. Sekretaris Ayahku sekaligus 'pengasuh' ku" ucap Awan disertai lirikan ke arah Amandanu yang duduk di kursi penumpang di samping supir.
"Pengasuh?"
"Oke. Gini, sebelumnya aku sudah cerita kan, kalau aku ada project di Balikpapan dan Surabaya untuk mencari talent yang cocok untuk mengisi posisi project ku ini. Itulah alasan aku berada di dua daerah dan secara kebetulan bertemu denganmu, sebenarnya bukan kebetulan juga. Aku pernah melihat kamu di explore instagramku dan aku benar-benar tertarik, karena kamu cocok mengisi posisi ini tapi ternyata kamu adalah seorang wanita karir yang aku rasa pasti akan menolak jika aku tawarkan pekerjaan ini untukmu. Saat itu pak Amandanu membantu mencari tau tentang keseharianmu dan kita bertemu dipertemuan pertama itu saat kamu hampir tertabrak. Sejak hari itu aku meminta Pak Am membuntuti kamu setidaknya sampai urusanku di Balikpapan selesai. Nah, kemudian terjadilah peristiwa penyerangan Tantemu itu maka kita bertemu lagi," Awan menarik napas, dan melirik gadis yang duduk di sampingnya itu tampangnya sangat serius mendengarkan cerita.
"Kemudian dengan berat harus meninggalkan Balikpapan karena terus terang aku masih ke pikiran sama kamu dan ..., kita ketemu lagi di Surabaya ... di sini ... kamu duduk di samping aku," lanjutnya.
"Kalau di Surabaya pertemuan kita benar-benar kebetulan!" ucap Awan kemudian diakhiri senyum manisnya itu. Gadis di sampingnya hanya mengangguk pelan.
"Percayakan?" tanya Awan kemudian.
"Kamu hampir mati dua hari yang lalu, ingat! Tentu saja aku percaya sekarang," ucap Iva pelan.
Kemudian mobil melaju di antara kemacetan kota Surabaya yang panas hari itu. Iva dan Awan sampai di sebuah gedung apartemen lain di daerah barat Surabaya.
"Saya sudah memesan untuk dua apartemen, Mas!" ucap Amandanu saat membuka pintu mobil untuk Iva.
"Batalkan satunya, kita pesan satu aja!" ucap Awan membuat bola mata Iva membesar kaget.
"Hah!" protesnya.
"Akan susah jika kita berpisah lebih baik kita sama-sama," ucap Awan.
"Awan, aku nggak mau kamu ikut terlibat lebih jauh dalam masalah aku ini, kamu bisa membahayakan nyawa kamu!" seru Iva menarik Awan agak menjauh dari Amandanu.
"Aku memaksa!" Awan memegang pundak Iva, tatapannya tajam langsung mengarah pada kedua bola mata Iva yang sedikit kecokelatan itu. Membuat gadis itu salah tingkah dan wajahnya memerah. Gadis itu tidak kuasa menolak pesona Awan lagi, pria yang dalam beberapa hari ini selalu menemani dia telah membuat desiran aneh pada dirinya. Dinding pertahanan mulai runtuh, perasaannya sudah melebihi dari sekedar simpati.
![](https://img.wattpad.com/cover/201882707-288-k338300.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Scouring The Past (TAMAT - REVISI)
Tajemnica / ThrillerAdalah Iva Rahma seorang wanita karir yang selalu menghadapi teror aneh di sepanjang hidupnya. Terlebih setelah perceraian orangtuanya terjadi. Teror yang tidak dia sangka adalah kematian sang ibu. Kematian akibat sebuah racun yang sengaja dimasukan...