AJUN POV.
➖➖➖
Jodoh pasti nggak kemana-mana. Mau kamu ada di Solo, dan jodoh-mu di Ambon, pasti akan ketemu.
Saya Ajun, 24 tahun. Ibu saya sudah mewanti-wanti saya untuk segera mencari pasangan.
Kalau ditanya "kapan nikah?". Jawabannya saya nggak tahu.
Oh ya, saya juga anak rantau. Orang tua saya Di Jakarta, dan saya di Jogjakarta.
Sama seperti anak rantau lain-nya, saya masih suka dikirimkan uang ke rekening bank saya. Padahal saya sudah minta orang tua untuk tidak mentransfer. Karena saya sudah punya gaji sendiri, tentunya.
Tapi orang tua saya menolak, "Ajun, kamu masih tanggung jawab kami" kata mereka.
Setiap saya pulang ke Jakarta, pasti ada saja pertanyaan "Mas Ajun kok nggak bawa pacarnya?" atau "Mas Ajun, kok saya belum dapet undangan?"
Kadang saya suka bingung, undangan apa? Undangan sunatan saya? Saya sudah sunat.
Ah ternyata, undangan pernikahan.
Selalu ada saja yang nanya kayak gitu.
Umur saya masih bisa dibilang cukup muda. Jadi saya tidak terlalu memikirkan tentang pasangan, apalagi pernikahan. Masa saya masih jauh.
Prinsip saya, jodoh nggak akan kemana.
Jadi untuk apa cari-cari jodoh?, toh nanti juga akan datang dengan sendirinya.
Lagipula saya juga sedang fokus dengan pekerjaan saya sebagai Dosen. Saya masih ingin menabung untuk kehidupan pernikahan saya kelak.
Kalau saya nggak kerja, anak dan istri saya mau makan apa? Makan cinta?
Kan nggak mungkin.
Saya juga nggak mau menikah dalam keadaan hanya saling mencintai saja.
Menikah itu gampang, kamu hanya perlu melewati serangkaian ijab kabul, dan resepsi pernikahan. Sudah, pasti sah. Terdaftar di KUA.
Kecuali jika kamu menikah sirih. Sepertinya pernikahan-mu tidak terdaftar di salah satu kantor kepunyaan Pemerintah tersebut.
➖➖➖
Hari ini saya kebetulan tidak ada kelas, jadi saya memutuskan untuk pergi ke satu mall di Jogjakarta. Menenangkan pikiran setelah sekian lama ngajar.
Saya pergi ke salah satu toko buku yang ada disana. Ya, rangkaian refreshing saya memang membaca buku.
Oh ya, saya ini Dosen Fakultas Psikologi. Kalau kata para mahasiswa, saya galak. Tapi entah kenapa saya tidak merasa.
Memarahi murid karena kesalahan merupakan sesuatu yang wajar kan?
Saya menyusuri tiap rak yang ada di toko buku tersebut, memilih mana saja buku yang kelihatan menarik. Kebanyakan yang saya pilih adalah buku tentang biografi-biografi orang terpandang di Negara ini.
Sebentar, saya melihat sesuatu keganjilan. Itu bukannya si-
"Kinan?", gumam saya.
Kinan itu salah satu mahasiswi yang saya ajar. Kelakuan-nya memang agak aneh. Setiap ada kelas saya, Kinan selalu saja terlambat.
Tapi dia,
Lumayan cantik.
Eh?
Saya bilang apa barusan?
Saya pengin samperin Kinan, tapi saya malu. Terlalu gengsi.
Masa Dosen nyamperin mahasiswa-nya, perempuan pula.
Ah ya, saya sudah pernah ketemu Kinan ini sekali. Saat saya mau ke jalan D.I Pandjaitan, kediaman teman SMA saya. Saya melihat dia seperti sedang menunggu sesuatu di depan gerbang, dengan wajah kesal-nya.
Jujur, saya sudah tertawa didalam mobil melihat ekspresi-nya.
Karena kasihan, akhirnya saya berhenti dan tanya mau kemana dia. Tenyata tujuan kami sama.
Ralat, maksudnya tujuan destinasi. Bukan tujuan hidup.
Saya menawarkan dia untuk bareng. Walaupun dia sering kena semprot saya saat di kelas, saya masih punya hati ketika melihat perempuan berdiri malam-malam sendiri.
Lanjut, saat saya di toko buku.
Akhirnya saya memutuskan untuk membuntuti Kinan. Saya juga bingung kenapa hati saya menyuruh saya untuk melakukan hal itu.
Saya lihat Kinan, bertemu seorang laki-laki. Kelihatannya mereka belum terlalu kenal. Amanlah.
Saya mengikuti mereka, entah apa yang merasuki saya sampai-sampai saya mau saja mengikuti mereka.
Mereka berhenti di salah satu coffee shop di mall tersebut. Saya juga akhirnya ikut duduk di coffee shop tersebut.
Saya seperti kenal laki-laki itu, tapi dimana ya?
Ah ya! Dia Alvin, mahasiswa Fakultas Teknik-kalau tidak salah-di Kampus tempat saya mengajar juga.
Setelah sekian lama mereka berbincang-bincang, saya lihat mereka keluar dari coffee shop tersebut.
Mereka menuju ke pintu keluar mall. Pas sekali, hujan turun dengan derasnya. Saya lihat si Alvin, berjalan menuju arah parkiran dan Kinan masih ada di lobby mall.
Akhirnya saya memberanikan diri untuk menemui Kinan. Entah kenapa, saya merasa seperti anak-anak kemarin sore yang sedang dimabuk asmara. Aneh memang, tapi nyata.
"Hujan-nya deras ya", ucap saya yang kelihatan mengagetkan-nya.
"Eh, Pak Ajun, ngapain Pak?", katanya memanggil saya dengan orang embel-embel "Pak".
Sampai pada akhirnya saya mengantarkan mahasiswi saya yang satu ini untuk ke dua kalinya.
Percaya nggak percaya.
Kinan Azkiya Anjali adalah perempuan pertama-setelah ibu saya-
Yang menduduki jok mobil saya.
➖➖➖
To be continue.
Jangan lupa vote dan comment.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen-able (Sudah Terbit)
Teen Fiction(Tulisan masih amburadul banget). Kinan, mahasiswi semester 5 yang hidup-nya harus terjungkir-balik setelah bertemu dengan Arjuna Aryanto Ekoputro. Pak Ajun, Dosen kejam yang sombong bin judes bin pemarah bin pelit nilai. Walaupun ganteng sih, hehe...