Seluruh Mahasiswa sudah masuk kedalam bus. Semua Dosen di bus yang gue tumpangi memimpin jalan-nya evaluasi.
Setelah beberapa menit melakukan evaluasi, salah satu dari Mahasiswa ditunjuk untuk memimpin doa sebelum perjalanan pulang.
"Berdoa selesai."
"Aamiin."
"Semuanya, pastikan barang-barang anda tidak ada yang tertinggal. Ditekankan sekali lagi, Kampus tidak bertanggung jawab jika ada barang kalian yang hilang." Kata Pak Taryono.
Gue mengecek lagi tas gue. Setelah gue rasa nggak ada yang tertinggal, gue kembali menutup tas gue.
"Bagaimana? Tidak ada yang tertinggal kan?" Tanya Pak Ajun.
"Tidak Pak." Kata seluruh Mahasiswa.
Perjalanan pulang terasa lebih bising ketibang pergi. Nggak tau asal-nya darimana, seorang Mahasiswa laki-laki berdiri dari bangku dan berjalan kedepan sambil membawa gitar.
Seseorang yang maju kedepan itu lumayan ganteng lah. Rambut yang basah kayaknya kena air, bukan pomade. Hidung mancung, rahang tegas.
"Permisi. Maaf, para guru-guru yang ada disini. Saya mau izin, mengungkapkan perasaan saya." Gemuruh riuh siulan dan tepuk tangan terdengar diseluruh penjuru bus.
Gue memutuskan untuk nggak peduli dan memilih untuk main handphone. Stalking-stalking instagram Mena Massoud yang mukanya bener-bener kayak prince.
"Nama kamu siapa?" Terdengar suara bariton dari belakang. Itu, Pak Ajun dengan nada dingin. Ah ya, Pak Ajun kini masih duduk dibelakang gue, bersama Bu Shinta tentunya.
"Kevin, Pak."
Kevin? Kok gue nggak pernah denger?
"Mau ungkapin perasaan ke siapa?" Tanya Pak Ajun masih datar dan dingin.
"Itu, yang duduk didepan Bapak."
Semua mata langsung tertuju pada gue. Sesaat gue sadar, yang duduk didepan Pak Ajun itu, gue?
"Saya?" Tanya gue seperti orang bodoh sambil menunjuk diri sendiri.
"Iya, Kinan. Kinan Azkiya Anjali. Fakultas Psikologi semester 5." Ujar seseorang yang gue denger namanya Kevin. Sambil berjalan menuju bangku gue.
Jarak si Kevin ini udah sekitar 50 cm dari bangku gue. Tapi tiba-tiba seseorang duduk dibangku sebelah gue mendahului Kevin.
Pak Arjuna.
"Sepertinya sebelum berangkat tadi sudah bilang. Bahwa peraturannya tidak ada satupun Mahasiswa yang boleh berpacaran. Apa kurang jelas?" Tanya Pak Ajun dengan tangan yang bersedekap di dada.
"Saya cuma mau ungkapin perasaan Pak, bukan mau pacaran."
"Loh? Sama saja. Kalau kamu ungkapin perasaan kan nanti ujung-nya pacaran. Dan saya nggak mau hal itu terjadi."
Maksud-nya gimana?
"Bapak, suka juga sama Kinan?"
Tepat sasaran.
Gue lihat muka Pak Ajun keliatan kaget. Tapi dengan pintar-nya Dosen satu ini mengalihkan ekspresinya seperti semula. Datar dan tajam.
"Tentu tidak."
Ada pahit-pahitnya gimana gitu.
"Saya hanya tidak ingin siswa saya lulus dengan IPK rendah karena hanya mementingkan asmara. Uangmu masih dari orang tuamu. Kalo uangmu habis, mau ngajak pacar kamu makan apa? Batu? Kerikil?" Pernyataan Pak Ajun tepat menusuk direlung hati.
Sumpah, itu mulut apa cabe njir?
"Tidak bisa jawab?"
"Kalo nggak bisa jawab, silahkan duduk kembali ketempat-mu. Dengar, ini juga berlaku kepada seluruh Mahasiswa. Kalian nggak mau kan lulus dengan IPK rendah karena kebanyakan malam minggu-an sama pacar kan?"
"Enggak Pak," Jawab seluruh Mahasiswa serentak.
Kevin berjalan kebelakang, tempat dimana ia duduk tadi. Gue cuma bisa sedikit melirik kebelakang. Kevin menatap gue dengan pandangan yang nggak gampang diartikan. Sebelum akhirnya, gue menoleh ke Pak Ajun yang masih setia duduk dibangku sebelah gue.
"Maksud Bapak apa?"
"Maksud saya? Baik. Hanya ingin kamu belajar bukan pacaran." Jawab Pak Ajun santai, tanpa rasa dosa.
Asu.
"Bapak ini sebenernya siapa? Kenapa suka sekali ngatur hidup saya?" Tanya gue udah nggak bisa dikontrol lagi.
"Saya? Katanya sih, saya jodoh kamu."
Ngana mau nge-jokes?
"Bapak nggak sadar ya?"
"Saya sadar kok."
"Bapak maunya apa sih?!" Raut wajah gue udah nggak bisa dikendalikan lagi.
Pengen banget gue cakar muka Dosen satu ini.
"Mau kamu."
"Bapak sadar nggak? Kemaren Bapak nggak dateng ke cafe padahal udah janjian sama saya. Bapak malah jalan sama perempuan lain. Bapak kira saya nggak liat? Udah gitu nggak ada permohonan maaf atau apa kek gitu. Terus tadi, Bapak ngapain coba nyebut-nyebut saya punya Bapak? Nggak jelas banget. Bapak juga nggak perlu atur-atur saya mau pacaran sama siapa. Hidup saya kok Bapak yang ribet." Akhirnya gue bisa menyampaikan aspirasi gue yang sesungguhnya. Terimakasih Ya Allah.
Gue udah ngomong panjang lebar, tapi Pak Ajun cuma diam. Nggak bisa berkutik. Dengan pandangan yang lurus kedepan.
"Cuma satu, karena saya say—
"Agh." Kata Pak Ajun sambil menggaruk tengkuk-nya. Dan kembali ke kursi belakang.
Say? Sayap?
➖➖➖
Akhirnya bus yang gue tumpangi sampai di Kampus gue. Dengan cepat langsung gue turun. Udah males.
Gue samperin Pak Taryono yang udah ada di aula Kampus.
"Pak Tar, udah boleh pulang kan?" Tanya gue.
"Iya, sudah." Jawab Pak Taryono.
Dan sekarang gue bingung mau pulang naik apa.
Dari kejauhan, gue ngeliat Nesa lagi duduk sendiri. Dengan cepat gue ngibrit nyamperin Nesa. Pengen meluruskan apa yang terjadi.
"Eh Nes, Nes tunggu ish." Kata gue setelah liat Nesa pengen beranjak dari kursi.
"Lo ngapain?" Tanya Nesa dingin.
"Nesa kenapa sih? Ko jadi dingin gini sama gue?" Tanya gue sambil mengambil lengan Nesa.
"Dua minggu gue kasih keluwesan dan lo belom nyadar apa yang udah lo perbuat?" Tanya Nesa bikin gue bingung.
Gue salah apaan woi?!
"Dua minggu ini aja lo nggak pernah dateng ke gue. Nanya atau apa. Minta maaf atau apa."
"Ya udah kasih tau aja salah gue. Gue nggak peka Nesa cantik. Gua nggak bakal bisa tau kalo nggak dikasih tau." Kata gue.
"Apapun itu salah gue, maafin gue ya Nes. Sumpah, lo jadi beda banget kalo kayak gini." Lanjut gue memelas.
"Sadar dulu apa kesalahan lo. Kalo minta maaf tanpa tau dan ngerti apa yang lo perbuat. Sama aja bohong. Gue pergi." Kata Nesa dan melenggang pergi. Meninggalkan gue yang masih termenung memikirkan kesalahan gue.
Gue jadi menerka-nerka, apa aja yang pernah gue perbuat menyangkut Nesa?
➖➖➖
To be continue.
Jangan lupa vote dan comment.
Love y'all.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen-able (Sudah Terbit)
Teen Fiction(Tulisan masih amburadul banget). Kinan, mahasiswi semester 5 yang hidup-nya harus terjungkir-balik setelah bertemu dengan Arjuna Aryanto Ekoputro. Pak Ajun, Dosen kejam yang sombong bin judes bin pemarah bin pelit nilai. Walaupun ganteng sih, hehe...