28.

100K 5K 293
                                    

"Saya yang antar kamu ke Jakarta, dan perizinan diterima."

HAH?!

Bener-bener.

"Maaf Pak, saya bisa pulang sendiri kok. Lagipula saya bisa naik kereta atau kendaraan semacamnya." Tolak gue berusaha halus.

Gila aja kali. Masa iya Pak Ajun nganter gue pulang? Kalo dia ketemu Mama sama Papa gimana? Kalo Papa mungkin langsung gercep menjodohkan gue dengen Pak Ajun.

Dan gue nggak mau. Maksudnya, belom mau.

"Saya hanya menawarkan. Kalau kamu tidak mau ya nggak apa-apa. Dengan begitu perizinan tidak diter—

"Eh, bentar-bentar Pak." Potong gue.

"Ada apa? Bukannya kamu nggak mau?" Tanya Pak Ajun dengan alis yang diangkat keatas.

"Bapak titisan iblis ya? Mama saya lagi sakit loh Pak. Kalo saya nggak pulang, saya nggak bisa lihat keadaan Mama." Ucap gue mengutarakan isi hati.

Sepertinya gue akan dikeluarkan paksa dari Kampus karena udah ngatain Pak Ajun 'titisan iblis'.

Pak Ajun mendekatkan wajah-nya dengan wajah gue. Dan ini yang kedua kali-nya. Wajah gue dengan Pak Ajun hanya terpaut 5cm.

"Kamu bilang tiket kereta sudah habis semua kan? Kamu mau naik apa kesana? Ojek online?" Tanya Pak Ajun masih dengan wajah yang didekatkan ke wajah gue.

"Naik transjogja?" Tanya Pak Ajun sukses membuat gue melotot.

Gue hanya bisa menahan napas kala jarak wajah kami semakin menipis. Sumpah, gue nggak bisa napas. Mama, tolongin Kinan.

Eh iya, Mama.

"Iya-iya Pak, saya dianter Bapak saja." Kata gue sambil mendorong pelan bahu Pak Ajun. Menjauhkan wajah-nya dari wajah gue yang udah seperti kepiting rebus.

"Oke. Dengan begitu, perizinan diterima." Kata Pak Ajun dengan seringai-an. Pak Ajun lebih mirip pedofilia sekarang.

"Jangan senyum kayak gitu Pak. Saya takut jadinya." Ucap gue. Dan Pak Ajun malah lagi-lagi mendekatkan wajah-nya kepada gue disertai seringaian tadi.

Dan itu sukses membuat gue memukul kepala Pak Ajun dengan slingbag yang gue bawa.

"Aduh!" Gerutu Pak Ajun setelah mendapatkan pukulan manis dari gue.

"Terimakasih banyak, Pak." Tukas gue sambil berlari keluar ruangan Pak Ajun. Meninggalkan Pak Ajun yang masih setia mengelus setiap jengkal kepala-nya.

Tanpa gue ketahui. Didalam sana, Pak Ajun tersenyum hingga gigi-gigi putih-nya terlihat jelas.

➖➖➖

"Ribet banget sih tuh Dosen. Nggak punya hati. Kalo emak gue kenapa-napa kan nggak lucu." Gerutu gue setelah keluar dari ruangan Pak Ajun dan berjalan keluar area Kampus.

"Eh, Kinan!" Panggil seseorang dibelakang gue. Gue menoleh kebelakang, mendapati Alvin yang sedang membawa beberapa lembar kertas.

"Eh, Alvin. Kenapa?" Tanya gue setelah berbalik badan.

"Nggak apa-apa. Cuma nyapa aja." Jawab Alvin dengan cengiran.

Tiba-tiba saja kertas-kertas yang dibawa Alvin terjatuh dan berantakan dimana-mana. Segera saja gue membantu Alvin mengambil kertas-kertas yang jatuh tadi.

"Ini kertas apaan sih Vin? Banyak amat." Ucap gue sambil memegang kertas yang sudah berhasil gue kumpulkan.

"Biasa lah, anak teknik." Jawab Alvin santai sambil memunguti kertas yang ia jatuhkan juga.

Dosen-able (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang