2

907 153 13
                                    

Yong Hwa sampai di rumah disambut Shin Woo yang menunggunya dengan tidak sabar di pintu.
"Samchun!" teriaknya begitu Yong Hwa turun dari mobil.
"Aigo... Shin Woo nungguin ya?" tanya Yong Hwa.
"Eoh. Aku dengan Eomma nunggu."
"Geurae?"
"Nde."
"Jadi Shin Woo belum makan?" sambil menjinjing tas kerjanya Yong Hwa melangkah ke pintu.
"Belum."
"Shin Woo hanya ingin makan sama Samchun, jadi Eomma suapin pun tidak mau." ibunya turut menjelaskan.
"Aigo... berarti urri Shin Woo menunggu lama? Oke deh, sebelum mandi, Samchun akan makan dulu. Biar Shin Woo tidak menunggu lagi dan kelaparan. Gaja... kita makan!"
"Gaja...!!" anak itu mendahului menuju meja makan dengan riang.

Shin Hye lalu mengambil piring untuk Yong Hwa.
"Aigo, betul yang dikatakan Shin Woo tadi. Jokbal dan Kimchi. Wah, enak ni pasti! Ini Eomma yang buat?" sambil menyumpit potongan daging ke piring, Yong Hwa bertanya kepada anak balita itu.
"Nde, Eomma yang buat."
"Yakin? Shin Woo melihatnya?" Yong Hwa berlagak meragukan, sebab lucu bila mendengar dia sudah membela ibunya.
"Eoh, aku tadi melihat Eomma membawa daging saat pulang bekerja."
"Mungkin Eomma membawa 2 macam daging, yang masih mentah dan jokbal matang."
"Aniyo. Eomma merebus daging itu, waktu kutanya Eomma akan membuat jokbal. Benar kan, Eomma?"
"Iya."
"Aku tahu, Samchun." dia meyakinkannya lagi.
"Iya deh Samchun percaya kalau begitu."

Shin Hye mengambilkan pula sayur toge dari panci yang masih di atas kompor untuk Yong Hwa.
"Gomowo." ucap Yong Hwa.
"Sayurnya pasti lebih hambar, sebab aku menyesuaikan dengan menu untuk Shin Woo." beritahu Shin Hye, bahwa menu untuk anaknya tidak ditambahi banyak bumbu.
"Gwenchana, aku suka kok." masakan Shin Hye enak jadi ia tidak mempermasalahkannya. "Kau makan duluan? Tidak menungguku seperti dia?" goda Yong Hwa kepada Shin Hye sambil menunjuk Shin Woo dengan dagunya.
Shin Hye hanya tersenyum.
"Kau seharusnya menungguku, supaya lebih seru makan kita." sesal Yong Hwa.
"Eomma sudah kelaparan kalau menunggu Samchun. Karena Samchun lama." anak itu yang memintas. "Apa jalanan macet?" tanyanya kemudian seperti orang dewasa.
"Eoh, macet seperti biasa. Makanya Samchun terlambat."
Tiba-tiba Shin Woo menghentikan makannya.
"Wheo?" tatap Yong Hwa.
"Aku ingin ke kantor Samchun, Eomma. Aku ingin melewati jalanan yang macet." pintanya membuat Yong Hwa sontak tertawa sambil membekap mulutnya yang penuh nasi.

"Untuk apa? Samchun saja malas melewati macet, Shin Woo malah ingin melewati macet." tangkis Shin Hye.
"Biar pulang terlambat." lanjutnya membuat Yong Hwa makin geli.
"Oke, nanti kapan-kapan Samchun ajak Shin Woo melewati macet, eoh?" Yong Hwa menyanggupi.
"Betul, Samchun?" dia antusias.
"Eoh, tapi... sini Samchun bisikin!" Yong Hwa menyorongkan wajahnya ke arah anak itu meminta dia juga mendekat. Shin Woo pun memberikan telinganya ke mulut Yong Hwa. "Jangan bilang-bilang Eomma, supaya Eomma tidak marah. Oke?" bisiknya.
"Oke." teriak Shin Woo seraya mengacungkan ibu jarinya.
"Wheo?" Shin Hye yang sedang mencuci piring di wastafel melirik curiga.
Yong Hwa memberi isyarat dengan meletakan telunjuk di atas bibirnya kepada Shin Woo.
"Aniyo, Eomma." tukas anak itu. "Bimilidha!" tambahnya membuat gerakan menutup resluiting pada mulutnya, Yong Hwa tersenyum gemas melihatnya.

Tempat mereka tinggal itu sebuah rumah kecil yang menempel di rumah besar walikota. Di dalamnya ada 2 kamar tidur, kamar mandi, ruang tengah dan dapur. Yang ukurannya kecil-kecil. Lalu halamannya sebuah taman yang merupakan halaman dari dapur rumah besar itu. Sedangkan aksesnya keluar rumah, melalui pintu kecil sebelah garasi. Tidak bisa keluar melewati pintu depan yang resmi, sebab untuk mencapainya harus melintasi rumah besar itu. Alhasil Shin Hye seperti tikus keluar masuk bagian paling belakang rumah itu melalui pintu kecil.

Pemandangan itu sekilas tampak tidak manusiawi, pintu belakang di sebelah pintu garasi itu hanya untuk ajhussi sopir dan para ajhumma. Shin Hye bagi keluarga walikota itu tak beda dengan para pelayannya nampaknya. Bukan sebagai keponakan yang sudah yatim piatu, yang sewajarnya mereka sayangi. Makanya seperti itu keluarga pejabat kota itu memperlakukannya. Tapi bagi Shin Hye sendiri semua itu bukan masalah. Yang penting ia diijinkan tetap dekat dengan neneknya, apalagi diberi tempat tinggal meski tempat tinggalnya itu mirip kamar petakan.

Karena letaknya yang cukup menyulitkan itu, Shin Woo tidak bisa mengajak teman-temannya bermain ke tempat tinggalnya tersebut. Bila bukan Shin Woo yang pergi ke rumah mereka, paling mereka bermain di taman. Di samping itu, istrinya walikota~nyonya rumah itu, tidak suka kebisingan anak kecil. Terlebih kenakalan mereka akan merusak tanamannya di halaman belakang, bila itu sampai terjadi, dia tidak akan mengampuninya. Itu sebabnya Shin Hye menjaga buah hatinya supaya tidak sampai membuat kekacauan di istana pamannya tersebut.
"Kita bersyukur Im Halabeoji mengijinkan kita tinggal disini. Eomma jadi bisa tetap dekat dengan Jeungjo Harmeoni. Bila Jeungjo Harmeoni sakit, Eomma bisa merawatnya. Jadi Shin Woo jangan nakal, jangan membuat Im Halabeoji, Ji Harmeoni dan Yoo Na Immo marah. Eoh?" nasehat Shin Hye kepada buah hatinya.
"Kalau teman-teman mau main kesini bagaimana?" tatap Shin Woo, sebab dirinya pun sering main di rumah teman-temannya.
"Shin Woo bilang, maaf tidak bisa main di rumah Shin Woo, karena ada Jeungjo. Jeungjo itu sudah tua jadi harus tenang. Oke? Katakan seperti itu kepada teman-teman Shin Woo! Arrachi?"
"Nde."
"Gomasmidha, urri adeul!" senyum Shin Hye sambil mengelus rambutnya.

Tapi anehnya Yong Hwa justru kerasan di rumah petakan kecil yang menempel itu, dari pada di dalam rumah yang luas dan berisi perabotan mahal. Untuknya nyonya rumah itu memberikan salah satu kamarnya yang besar dan bagus. Di dalamnya ada bed besar, lemari, seperangkat sofa, kamar mandi dengan jacuzzi, televisi, pendingin dan penghangat ruangan. Bahkan ada bar kecil untuk melengkapi kamarnya yang mewah itu. Seperti itulah memang standar kamar-kamar di dalam rumah besar itu. Harmeoni pun ditempatkan di kamar serupa itu di dalam rumah, hanya tidak ada bar kecil di dalam kamarnya. Hal tersebut yang membuat Shin Hye bahagia dan sangat berterima kasih kepada pamannya. Tidak mengabaikan ibu yang telah melahirkannya. Maka ia pun semakin hormat dan takjim kepadanya.

Tidak penting seperti apa mereka memperlakukannya, seperti terhadap pelayan-kah atau anak panti asuhan yang menumpang? Asal memperlakukan Harmeoni dengan layak, sebagai orang tua yang telah melahirkan tuan pemilik rumah itu. Itu cukup buat Shin Hye dan akan membuatnya patuh pada paman serta bibinya. Ia pun tidak akan merasa sakit hati hanya ditempatkan di kamar ajhumma, walau kepala ajhumma di rumah itu selalu mengatakan :
"Pamanmu itu tidak akan jadi sehebat sekarang bila tidak karena ayahmu, Agashi. Kau pikir siapa yang membiayainya kuliah dulu? Dia pintar, dia hebat karena ayahmulah yang berkorban banyak untuknya. Tapi... ck, dengan tega istrinya menempatkanmu di tempat seperti ini?" Ajhumna geleng-geleng kepala. Lantas lanjutnya : "Kalau kau ingin tahu, dulu uang tabungan ibumu yang dipergunakan pamanmu untuk mengikuti tes pegawai kantor distrik. Sebab uang ayahmu habis untuk berobat mendiang kakekmu. Kalau tidak karena ibumu yang merelakan uangnya, belum tentu dia bekerja sebagai pegawai pemerintah dan belum tentu sekarang terpilih jadi walikota." ceracau wanita tua yang sejak dulu bekerja di kedai kimchi rebus neneknya.

Shin Hye menanggapinya dengan senyum lembut. Cerita tentang itu tentu dirinya pun tahu. Neneknya sudah sering kali menyinggungnya setiap kali keluarga pamannya itu memperlakukannya dengan tidak baik. Tapi baginya semua itu cerita masa lalu, sekarang semuanya sudah berubah. Dan ia harus menerima takdir yang ditentukan Yang Maha Kuasa untuknya. Yang penting ia bisa tetap dekat dengan neneknya, bisa terus memantau kesehatannya seperti yang diamanatkan ibunya menjelang kepergiannya. Supaya dirinya menjaga Harmeoni hingga Tuhan menjemput, mempertemukannya dengan kakek dan ibunya di surga.

TBC

Annyong, voters!

Tiba-tiba kuingin mellow... jd kubuka ff ini. Klo kuingin horor, pasti ff baru yg kubuka. Atau ingin meluapkan kekesalan... ff yg blm rampung itu yg kubuka.

Diatas ada kata baru yaitu : Jeungjo Halmeoni = nenek buyut

Klo jeung jo saja berarti buyut...

Mohon klo kusalah dikoreksi ya...!

Kamsahamnidha!

One Fine DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang